18

125 22 2
                                    

Pak Haydar sudah mengetahui kejadian yang menimpa Uty beliau juga menyayangkan peristiwa tersebut, dilakukan oleh orang tidak dikenal beberapa malam yang lalu ketika Uty melintas di sebuah gang seorang diri.
Lalu Saga mengetahui kalau Uty menyetir sendiri dengan keadaan tangan seperti itu, wajar dia marah padahal Uty biasa saja tidak merasa sakit berlebihan seperti yang disangka anak pak Haydar.
"Udah lihat ikannya?" pak Saga bicara dengan Chika. 
"Banyak, tapi kata Mama enggak boleh ditangkap." "Boleh, Chika mau?" tanya pak Haydar.
"Mau buat dikolam bukan buat makan."
Pak Haydar dan istrinya tertawa. "Nanti dibikin kolam dulu ya."
Chika mengangguk. "Chika telepon papa nanti, suruh bikin kolam," kata gadis kecil itu.
Tatapan Saga tidak bisa lepas dari tangan Uty, tangan yang dulu sering di potret diam-diam karena hanya itu yang bisa diposting dari seorang Uty.
Hari akan gelap tapi atas permintaan pak Haydar dan istrinya
Uty mau menunggu makan malam. Ia juga berkenalan dengan tunangan Saga, tapi tidak membantunya menyiapkan makan malam.
Sederhana, itu yang selalu dilihat Uty dari keluarga pak Haydar, tidak ada menu mewah tapi setiap makan di sana pasti Uty menikmatinya. Sekilas suasananya hampir sama dengan rumah orang tuanya, kehangatan dalam kebersamaan, maksud Uty.
Fayola tidur di ayunan yang dibuat pak Haydar tidak jauh dari posisi ibu Saga, beliau yang menjaganya. 
Setelah semua lauk terhidang di meja mereka menikmati makan malam itu sambil mengobrol kecil. Isi piring Uty menarik perhatian Saga. Hanya ada dua sendok makan nasi sisanya sayur tidak ada ikan berbeda dengan isi piring Chika yang lengkap dengan lauk. 
Bagi pak Haydar itu sudah menjadi pemandangan biasa karena tahu porsi makan mantan majikannya, tapi Saga tidak. Ia masih ingat ketika makan di pantai bersama wanita itu, Uty menghabiskan nasi yang dibelikan Saga.
Saga ingin menegur tapi ada Ratna di sampingnya, akhirnya ia pun tak selera makan dan tidak menghabiskan makan malamnya.
Selesai makan Uty tidak langsung pamit, ia masih duduk mengobrol dengan pak Haydar juga istrinya sementara Saga tidak ikut bergabung karena khawatir tidak bisa mengendalikan sikapnya di hadapan Uty, ada Ratna juga ia harus menjaga perasaan wanita itu.
Setelah mengobrol barulah Uty pamit dan mengucapkan terima kasih pada keluarga pak Haydar karena sudah menjamunya, Chika juga sudah mengantuk. Pak Haydar sudah menawarkan diri untuk mengantar wanita dan kedua anaknya itu pulang tapi Uty menolak dengan sopan.
Biasanya kalau membawa anak-anak Uty akan mengajak pengasuh tapi kebetulan kedua pengasuh putrinya sedang pulang jadilah ia pergi dengan anak-anak saja. Karena sedang memiliki waktu luang makanya Uty membawa Chika dan Fayola jalan-jalan.
Pak Haydar dan istrinya mengantar sampai teras depan, ada Saga duduk di luar sedang merokok. Awalnya ia tampak tenang berpikir ayahnya akan mengantar Uty, tapi selang tiga menit setelah Chika dan Fayola masuk ayahnya menutup pintu lalu Saga melihat Uty juga masuk tapi bukan di jok penumpang bersama kedua anaknya.
Saga bangun dan bergegas menuju ke mobil Uty, ia mengetuk kaca mobil.
"Kamu menyetir sendiri?"
"Iya."
"Keluar, aku akan mengantarmu."
"Tidak ada apa-apa."
Saga tidak akan membiarkan Uty menyetir dan pulang sendiri malam-malam begini. Ia sudah cukup khawatir melihat perban yang membalut tangan wanita itu.
Uty kembali menaikkan kaca mobil lalu perlahan melajukan mobil dan meninggalkan kediaman pak Haydar.
Karena tidak mendapatkan izin terpaksa pria itu mengambil motor dan mengikuti Uty dari belakang.
Saga tidak sadar bahwa sikapnya itu membuat orang tuanya terkejut, pak Haydar dan istrinya saling berpandangan dengan pertanyaan yang sama di benak masing-masing.
Sampai sekarang mereka masih memanggil Uty dengan sebutan ibu sebagai rasa hormat tapi Saga?
"Apakah terjadi sesuatu di antara mereka?" ibu bertanya pada suaminya.
Pak Haydar tidak tahu, tapi jika melihat sikap Uty tidak ada yang aneh lagi pula ia mengenal baik wanita itu.
"Bukan bu Uty, sepertinya anak kita." maksudnya Saga yang menyukai Uty.
Di tengah perjalanan Saga berhasil mencegat mobil Uty, lalu menghubungi salah satu rekannya agar mengambil motornya di sebuah toko.
"Jangan buat aku gila!" Saga membuka pintu mobil Uty. 
"Lukaku tidak besar," kata Uty tapi Saga tetap menarik lengan wanita itu keluar dari mobil. 
Setelah membuka pintu Saga mendudukkan Uty di jok samping sopir, kemudian Saga masuk dan melanjutkan perjalanan tersebut.
Duduk diam di tempatnya tak sekalipun Uty melirik Saga, ia tidak tahu betapa merah wajah Saga dan ketatnya rahang pria itu. 
Saga juga diam dengan tatapan lurus ke depan.
Atas sikap spontan Saga orang tua pria itu pasti terkejut, Uty memejamkan mata. Ia tidak datang untuk bertemu Saga tapi membawa anak-anaknya jalan. Setelah kemarin ke kebun binatang, hari ini ke kolam ikan milik pak Haydar dan besok rencananya akan membawa Chika dan Fayola ke pantai mungkin setelah pengasuh putrinya balik ia akan mengajak anak-anak liburan ke luar negeri.
Saga melirik pada Uty, lalu tangan yang saling menggenggam di pangkuan. 
"Masih belum menemukan orang seperti ayah?"
Uty tidak menjawab. Mereka bukan siapa-siapa hingga harus saling mengkhawatirkan.
"Selamanya kamu tidak bisa hidup sendiri." suara Saga parau, luka di tangan Uty menjadi bukti bahwa selama ini wanita itu tidak baik-baik saja. 
Uty masih diam.
"Karena tahu diri aku tidak memaksakan diri untuk terus
berada di sisimu. Tapi setelah ini, apakah aku bisa mengabaikanmu?"
Uty menjawab, "Melihat ibumu aku senang, ini keadaan yang paling baik selama aku mengenal beliau." bahkan istri pak Haydar sanggup menggendong Fayola.
"Karena ibu?" Saga menghentikan mobil, ia simpan menoleh ke belakang dan melihat kedua anak Uty terlelap. "Kamu mengkhawatirkannya?"
"Kamu lupa pembicaraan kita di pantai?"
Tidak, Saga masih ingat. "Aku tidak bisa melupakannya."
"Jawabannya masih tetap sama, dan keadaan ibu jauh lebih baik dengan keputusanmu."
"Menurutmu adakah ibu di dunia ini yang bisa menolak calon menantu sepertimu?" Saga melanjutkan. "Andaikan Uty Laurinda bukan seorang direktur, andaikan kamu bukan wanita hebat itu mungkin aku tidak akan berhenti dulu."
Kini Saga mendapatkan tatapan Uty ketika ia berani menyentuh tangan wanita itu dan menggenggamnya. 
"Aku menginginkan hatimu, sesuatu yang mustahil." Saga sadar ketika merekam wajah cantik Uty. "Andai diberikan izin aku ingin sekali membuatmu tahu bagaimana rasanya mencintai."
Uty tidak akan mengulang jawabannya, ia tidak perlu mengatakan lebih detail lagi hanya untuk meyakinkan seseorang yang sebenarnya sudah mengerti keadaan hatinya. 
Semua kenangan bersama Argan sudah dilupakan, ia juga tidak mendendam pada pria yang sudah membuatnya kecewa. Pengkhianatan Argan adalah sejarah paling buruk dan imbasnya bukan untuk Uty tapi untuk pria itu sendiri.
Lalu tentang Saga, jujur Uty tidak pernah memikirkan pria itu kendati telah mendengar perasaannya. Memaklumi tanpa menyambut, karena hatinya terlalu berharga.
Tapi apakah Uty bisa melupakan pelukan dan ciuman Saga dua menit lalu? Tepatnya setelah Saga memindahkan Chika dan Fayola ke kamarnya?
Dinding kamar menjadi saksi atas tindakan Saga juga air mata pria itu. "Bahkan aku tidak tahu akankah dia mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang kulakukan padamu?"
Sebelum pergi, Saga mencium kening Uty. "Maaf kalau perasaanku membuatmu tersinggung."
Saga pergi. Sampai kapanpun ia tidak akan bisa merengkuh dan menghangatkan hati milik Uty Laurinda.
 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Segalanya bukan tentang cinta (Rutin Up Di Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang