• Chapter 09 •

138 9 2
                                    

Note: awas ada typo!


12 tahun kemudian ....

"Selamat, Sayang. Mama sangat bangga padamu," ucap wanita usia 40-an tahun ini pada gadis di depannya.

"Terima kasih, Ma. Aku bisa seperti ini juga berkat Mama," balas gadis itu.

"Bu Dokter, selamat!" Seorang pria muda datang membawa buket bunga sambil merentangkan tangan, walau akhirnya dia tidak memeluk siapa pun dan hanya menyerahkan buketnya pada gadis yang dia panggil 'Bu Dokter' itu.

"Terima kasih, Zayn," balas gadis itu dengan senyuman manisnya.

"Baiklah, kalian lanjutkan mengobrolnya, ya? Mama permisi dulu," pamit wanita tadi.

Wanita itu undur diri dari acara yang tadi dihadirinya, acara penghargaan untuk para dokter, yang diadakan setahun sekali oleh rumah sakit tersebut.

Saat sudah mencapai pintu keluar, wanita itu tersenyum melihat ke dalam, di mana semua orang mengucapkan selamat pada putrinya yang sekarang sudah sukses menjadi seorang dokter spesialis dan mendapatkan penghargaan dokter terbaik tadi.

Ya, tentu saja wanita adalah Shayra, dan gadis tadi Kaluna. Dua belas tahun sudah berlalu. Cepat, tetapi terasa lambat. Semuanya sudah hancur. Kehidupan bahagia yang Shayra jalani dulu, sekarang tinggal serpihan kenangan.

>Flashback

"Maaf, Tuan, Nyonya, kami tidak berhasil menemukan putri Tuan dan Nyonya. Kami hanya menemukan sepatu dan jaket ini, yang keduanya sudah tidak utuh lagi. Jadi, dengan berat hati, kami menyatakan putri Anda sudah tiada," ujar seorang pria berseragam polisi seraya menyerahkan plastik bening berisi jaket dan sepatu yang penuh tanah dan sebagiannya terbakar.

Arshan menerima benda itu dengan hati yang hancur dan air mata berjatuhan, sedang Shayra sudah ambruk ke lantai, detak jantungnya bagai menghilang bersama dengan kata-kata itu.

"Tidak!" Arshan melempar benda itu. Ia menggeleng kuat-kuat, sedang air matanya yang terus mengalir ia seka dengan kasar. "Itu tidak mungkin! Advika-ku tidak mungkin pergi, kalian pasti salah! Cari lagi dia sekarang! Cari lagi! Ini sudah satu minggu, putriku akan benar-benar tiada jika kalian menghentikan pencarian. Cari lagi sekarang! Cari lagi!" teriaknya histeris menunjuk pintu keluar.

"Tuan Arshan, tim kami sudah menyusuri seluruh hutan, tapi tidak ada tubuh putri Anda di sana," ujar polisi itu lagi. "Maaf, Tuan. Kami turut berduka cita. Kami permisi."

"Permisi katamu?" ulang Arshan yang tiba-tiba mencengkeram kuat kerah seragam polisi itu. "PERMISI KATAMU?!" teriaknya keras-keras di depan wajah pria itu.

"Arshan!" Arhaan dan Kavi buru-buru menarik tubuh Arshan, menjauhkannya dari polisi malang yang bisa saja babak belur gara-gara Arshan. "Lepaskan dia, kendalikan dirimu," ucap Arhaan.

"DIA BERANI-BERANINYA MENGATAKAN PUTRIKU SUDAH TIADA, KAK! AKU HARUS MENGHUKUMNYA! AKU HARUS MENGHUKUMNYA!" teriak Arshan seperti orang kesetanan.

"Arshan," Mahira mendekat, menangis teriak-teriak saat menyentuh pundak putranya itu. "Ikhlaskan kepergian Advika, Nak. Advika sudah pergi, dia tidak akan kembali lagi ...."

"TIDAK!" sergah Arshan. "Advika masih hidup, Ma! Advika masih hidup!" teriaknya sambil memberontak, berusaha melepaskan diri dari Arhaan dan Kavi yang memeganginya kuat-kuat.

"Arshan, Nak, terima kenyataan yang ada. Ikhlaskan kepergian putrimu, agar dia juga tenang di alam sana," ucap Aryan berusaha tabah, walaupun air matanya juga terus keluar dan selalu cepat-cepat ia usap.

Never EndsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang