"Uhuk! Uhuk!" Zayn tersedak kopi yang dia seruput saat mendengar cerita Ayahnya soal rencana untuk menjodohkan Shanna dan Vihan.
Sementara, Kavi hanya diam melihat putranya yang masih terbatuk-batuk itu. Dia seperti tidak ada niatan untuk membantu meringankan penderitaan pemuda itu. Untungnya, batuk-batuk yang Zayn alami segera mereda, meski wajahnya masih shock.
"Dad tadi bilang apa? Mau menjodohkan Kakak dan Shanna?" tanya Zayn memastikan.
Kavi mengangguk. "Menurutmu bagaimana? Itu ide yang bagus, bukan?"
Zayn merengut. Bagus? Bagus dari mananya? Oke, mungkin memang benar nantinya Shanna sembuh dari segala kesesatannya yang sudah stadium akhir, tetapi ... mengapa harus dengan Vihan?
"Zayn, ada apa? Oh, Dad paham, setelah mereka menikah nanti, kau pasti tidak mau Shanna tinggal di rumah yang sama denganmu, kan? Kau tidak perlu memikirkan soal itu, Zayn. Nanti Dad akan meminta Kakakmu membeli rumah di sebelah rumah Bibi Shayra itu," celoteh Kavi.
Zayn tetap memasang wajah tidak senang, karena dia memang tidak suka sama sekali dengan rencana ini.
"Baiklah," Kavi berdiri. "Dad mau menemui Bibi Shayra sekarang untuk membahas soal ini. Kau tahu dia ada di mana?"
Zayn menggeleng. "Aku bukan mata-mata yang 24 jam memerhatikan pergerakan Bibi Shayra," katanya datar.
Kavi malah tertawa, lalu beranjak dari situ dan benar-benar menghilang dari hadapan Zayn.
"Bagaimana mereka bisa berpikir seperti itu? Maksudku ... bagaimana mungkin? Shanna dan Kak Vihan? Shanna? Kak Vihan?" oceh Zayn. Ia menggeram kesal dan menendang kursi. "Sial!"
***
"Bu Shayra suka bunga apa?" tanya Alzena. Mereka berdua saat ini berada di halaman belakang rumah Hydari, mulai menentukan bagaimana dekorasinya nanti.
Beberapa orang lainnya juga ada di situ, mulai mengantarkan barang-barang dekorasi. Pestanya masih lusa, tapi tentu saja semua mulai dipersiapkan sejak hari ini.
"Mawar hitam," ucap Shayra, sangat pelan, tetapi mampu membuat Alzena berhenti dari kegiatannya menulis sesuatu di kertas. "Apa itu aneh?"
Alzena menggeleng dengan senyuman lebar yang tiba-tiba mengembang. "Aku juga suka bunga mawar hitam, Bu," katanya riang.
Shayra juga langsung tersenyum. "Wah, akhirnya ada yang sama denganku."
Alzena tertawa kecil. "Aku memang suka bunga mawar hitam sejak kecil, bahkan aku juga suka warna hitam, entah mengapa," paparnya. "Ah, baiklah, berarti untuk bunganya, kita akan pakai mawar hitam."
"Dan mawar putih!" seru seseorang dari dalam. Saat terlihat sepenuhnya, orang itu adalah Zarina dan putrinya, Xaviera.
Alzena menghela napas. "Oke, hitam dan putih."
"Bagaimana dengan mawar biru?" usul Xaviera.
"Baiklah-baiklah, tempat ini sangat luas, kita bisa memakai semua jenis bunga," kata Alzena setengah bercanda.
Sementara Alzena sibuk menunjukkan pada orang-orang yang mengantar barang tentang di mana barang-barang itu harus diletakkan, Shayra ditarik untuk duduk bersama Zarina dan Xaviera.
"Ada apa?" tanya Shayra.
Zarina menghela napas. "Hanya rindu menggosip bersamamu," katanya terang-terangan.
Shayra tergelak. "Kalau begitu kau datanglah ke rumahku, kau juga, Xaviera. Jadi kita bisa menggosip sampai pagi," ujarnya.
"Tidak, Bibi, kau saja yang menginap di sini sampai selesai pesta nanti. Kami semua dan Nenek akan senang sekali," balas Xaviera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ends
RomanceKehilangan suami dan dua anak sekaligus, bagaimana rasanya? Demi mencari Kaluna yang kabur, Shayra yang sangat panik tak mau mendengarkan Arshan dan memutuskan langsung mencari Kaluna bersama kedua putrinya yang lain, Shannara dan Advika. Kaluna b...