• Chapter 05 •

132 6 0
                                    

"Kau sudah benar. Tidak usah pedulikan pria itu. Seenaknya meminta Kaluna darimu, dia pikir Kaluna itu semacam benda?" Shayra benar-benar kesal setelah mendengar cerita Arshan soal kejadian sore tadi di kantor, di mana Aditya tiba-tiba datang meminta Kaluna dari mereka.

Shayra mungkin memang orang yang baik, yang tidak akan menyimpan dendam pada orang yang pernah berbuat salah padanya. Namun, masalahnya adalah, ada beberapa kesalahan yang tidak bisa begitu saja dimaafkan. Dan, tentu saja, kesalahan Aditya termasuk ke dalam beberapa kesalahan yang tak mudah dimaafkan itu.

"Aku juga tidak setuju dan tidak akan pernah setuju," kata Arshan.

"Bagus. Kalaupun dia datang lagi, jangan berubah pikiran," tutur Shayra.

"Tapi ... sampai kapan kita akan merahasiakan semua ini dari Kaluna, Shayra? Maksudku, bagaimana jika pria itu juga datang pada Kaluna dan memberitahu segalanya pada Kaluna? Bukankah akan lebih baik Kaluna tahu dari kita dan bukannya orang lain?" tanya Arshan sedikit was-was.

"Kita pasti akan memberitahu Kaluna, tapi sekarang bukan waktu yang tepat, Arshan. Dia masih kecil, emosinya masih labil dan dia jelas akan kesulitan menerima semua ini. Saat dia benar-benar dewasa nanti, kita akan memberitahunya pelan-pelan," ujar Shayra.

Arshan mengangguk. "Kau benar," katanya. Jujur dia tidak tahu, jadi apa pun yang menurut Shayra benar, dia ikut-ikutan saja.

"Oh, ya, kau bilang Aditya sudah menikah, kan? Perempuan mana yang mau-maunya dia nikahi?" tanya Shayra saat teringat salah satu detail kecil, tetapi menjadi alasan di mana Aditya melakukan itu.

"Katanya mantan narapidana juga, aku tidak tahu dia siapa. Lagi pula, apa hubungannya denganku sampai aku harus peduli?" balas Arshan acuh tak acuh.

Shayra menyeringai jahil. "Yaa, siapa yang tahu kalau wanita yang Aditya nikahi ternyata adalah mantan kekasihmu," katanya.

Arshan ternganga tak percaya menatap Shayra di sisinya yang masih bisa sangat santai saat mengatakan itu. "Aku tahu kau memang gila, tapi itu tidak mungkin, bodoh," balasnya pura-pura merajuk.

"Iya, tentu saja, mantan pertama dan terakhirmu hanya Ilisha, kan? Lainnya adalah aku," ucap Shayra penuh percaya diri.

Arshan geleng-geleng. Topik 'mantan' adalah salah satu yang paling sensitif saat dibahas, tapi bisa-bisanya wanita itu tetap santai.

"Papa! Mama!"

Pintu kamar Arshan dan Shayra terbuka satu detik setelah teriakan itu terdengar. Ketiga putri mereka bersama-sama datang seperti massa yang mau demo. Entah dalam rangka apa.

"Hei, Kalian, ada apa?" tanya Arshan.

"Papa jahat!" seru Shanna dan Advika kompak.

Arshan dan Shayra terkejut. "Jahat? ulang Arshan. "Jahat kenapa? Apa yang sudah Papa lakukan pada kalian?" tanyanya polos tak mengerti apa-apa.

"Papa jahat karena merahasiakan villa kita yang ada di atas gunung dari kami," rajuk Advika. Tangannya dilipat di depan dada dan dia melengos ke arah lain, menunjukkan—dalam versinya—kalau dia benar-benar kesal.

Namun, baik Arshan maupun Shayra tidak terlalu peduli pada semua itu dan malah saling menatap satu sama lain. Ada yang mereka bicarakan lewat tatapan mata itu, tapi tak ada yang mengerti selain mereka sendiri dan Tuhan.

"Kenapa kalian malah bermain isyarat begitu? Ayo jawab, kenapa kalian merahasiakan soal villa itu?" tanya Advika lagi.

Shayra memasang senyum agar tidak terlihat dia sedang gugup, juga bersikap senormal mungkin sambil kembali menatap putri-putrinya. "Kalian tahu dari mana soal villa itu?" tanyanya.

Never EndsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang