7. Siapa Pengirimnya?

1 1 0
                                    

Angga duduk di depan meja kerja, ia menatap layar ponsel dan hendak menghubungi Aletta untuk sekadar menanyakan keadaan Aletta.

Drt, drt, drt ...
Ponselnya berdering, terdapat telepon masuk dari nomer tidak di kenal.

Angga pun menjawabnya tapi tidak ada obrolan apa pun selama beberapa detik, Angga hanya mendengar suara napas dari balik telepon.

"Siapa nih?" tanya Angga.

"Nyawa dibayar nyawa," katanya.

Tiba-tiba panggilan terputus, Angga menghubungi kembali tapi nomer tersebut sudah tidak aktif.

"Nyawa dibayar nyawa. Maksudnya apa?" tanya Angga.

Tiba-tiba Angga terbayang wajah Aletta dan firasatnya jadi tak karuan.

"Jangan-jangan Aletta lagi dalam bahaya," gumam Angga.

Angga mencari nomer Haikal, kemudian menghubungi Haikal. Namun, Haikal tidak menjawabnya membuat Angga semakin gelisah.

"Farel pasti Farel bisa bantuin gue."

Angga mencari nomer Farel dan tangannya sedikit bergetar karena mencemaskan Aletta, ia menekan tombol dan menelepon Farel.

"Halo, met. Ngapain lo telepon gue? Pasti kangen ya," ejek Farel saat telepon tersebut terhubung.

"Matamu. Lo lagi ada di rumah?" tanya Angga.

"Gue lagi di kantor. Emang kenapa?" Farel bertanya balik.

"Tolong cek kondisi Aletta dong. Gue dapat telepon dari orang, dia bilang nyawa dibayar nyawa," jawab Angga.

"Anjing, sama dong kayak Aletta. Tadi pagi dia juga dapat kiriman kotak misterius dan isinya foto dan kertas yang berisi ancaman," ungkap Farel.

"Sekarang Aletta di mana? Firasat gue nggak enak," tanya Angga.

"Tadi dia sama adek lo. Katanya mau dianterin ke kampus," jawab Farel.

"Tapi Haikal nggak ada kabar. Gue telepon nggak dijawab. Tolongin gue, Rel. Gue takut Aletta kenapa-kenapa," kata Angga sambil memohon.

"Yaudah, gue bakal cek ke kampusnya Aletta. Btw, lo pulang kerja jam berapa?" tanya Farel.

"Gue lembur jadi kemungkinan baru pulang dini hari," jawab Angga.

"Kalau gitu izinin gue buat jemput Aletta pas pulang," kata Farel.

"Oke, gue izinin."

Angga dan Farel berbincang sejenak hingga Angga memutuskan panggilan telepon dan kembali bekerja.

Sementara itu, Farel berada di ruang kerjanya. Farel melihat jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya, masih ada waktu melaksanakan meeting bersama para staf.

Malam pun tiba, Aletta keluar dari dalam kampusnya. Semua temannya sudah meninggalkan kampus, tetapi Aletta masih menunggu ojek online.

"Ah, capek banget Ya Allah. Ternyata lebih enak jadi anak SMA daripada jadi anak kuliahan," gerutu Aletta.

Aletta mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari ojek online pesanannya yang tak kunjung datang.

"Ke mana bapak ojek onlinenya? Lama banget deh. Mana udah makin malam lagi, nanti kalau gue ketemu mbak kunti atau ketemu poci gosong gimana?" Aletta bergumam.

Aletta menghela napas, memijit kepalanya yang terasa pusing. Tiba-tiba ekor matanya menangkap sosok hitam berdiri di dekat pohon, Aletta melirik dan ternyata sosok itu bukan setan karena kakinya berpijak.

Aletta memundurkan langkahnya, menjauhi sosok itu. Namun, dia justru mengikuti Aletta dan berjalan cepat seolah mengejar Aletta.

Aletta langsung berlari tanpa menoleh ke belakang, sedangkan sosok itu masih mengikuti Aletta bahkan larinya sangat cepat.

Aletta menoleh ke belakang dan ternyata sosok berpakaian serba hitam itu sudah tidak mengikutinya.

"Loh, dia ke mana?" tanya Aletta.

Aletta mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari sosok misterius yang menghilang secara tiba-tiba.

Bruk....

Aletta menubruk seseorang, Aletta terjungkal dan hampir jatuh ke aspal. Namun, seseorang menarik tangan Aletta dan menahan tubuh Aletta.

"Hati-hati, Aletta ..." ujarnya.

Aletta menatap ke depan, matanya terbelalak saat melihat dosennya- Willy-berdiri di hadapannya.

"Pak Willy ..." kata Aletta.

"Kenapa kamu belum pulang? Kamu tahu kan kampus ini rawan penjahat apalagi udah malam," ucap Willy.

"Saya tunggu ojek online, Pak." Aletta menjawab gugup, ia tidak menyangka akan berhadapan secara langsung dengan dosen populer di kampusnya.

"Oh, mau saya antar?" tawar Willy.

Aletta mematung, bingung mau menjawab apa. Dia takut Willy melakukan hal tidak senonoh.

"Tenang ... Saya nggak mungkin lakukan hal itu," kata Willy seolah membaca isi pikiran Aletta.

"Tapi-"

"Daripada kamu tunggu di sini nanti penjahat itu datang lagi," kata Willy mencoba meyakini Aletta.

"Ya sudah," jawab Aletta pasrah.

Mau tak mau Aletta terpaksa menerima tawaran dosennya karena takut bertemu penjahat itu lagi.

"Ayo ikut saya ke mobil," ajak Willy.

Willy mempersilakan Aletta berjalan di depannya, Aletta pun berjalan duluan dan membiarkan Willy berjalan di belakangnya.

Sesampainya di depan mobil, Willy membukakan pintu untuk Aletta. Aletta pun masuk dan duduk di kursi depan, sedangkan Willy berjalan memutar ke pintu kanan. Willy masuk dan duduk di samping Aletta.

**

Farel memberhentikan mobilnya, ia memandang Aletta yang berada dalam mobil mewah berwarna hitam.

"Aletta sama siapa tuh?" tanya Farel.

Farel keluar mobil dan menghampiri Aletta. Namun, mobil tersebut jalan meninggalkan parkiran mobil.

"Aletta!" teriak Farel.

Farel kembali ke mobil dan hendak menjalankan mobilnya. Namun, ia melihat seorang berpakaian hitam berdiri tak jauh dari mobilnya.

"Kayaknya dia yang mau celakain Aletta deh," gumam Farel.

Farel keluar mobil dan berjalan mendekati orang itu. Namun, dia berlari saat melihat Farel.

"Woi tunggu!" teriak Farel.

Farel berlari mengejarnya tetapi orang itu menaiki motornya dan meninggalkan Farel.

"Sialan, dia kabur lagi!" Farel mendengus kesal. Tiba-tiba kembali Farel teringat dengan Aletta yang dibawa oleh seorang pria.

"Jangan-jangan ini pengalihan biar gue nggak susul Aletta," kata Farel.

Farel kembali ke dalam mobil untuk menyusul Aletta, Farel menjalankan mobilnya dan meninggalkan kampus.

Bintang Untuk FarelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang