9. Pertanda

2 1 0
                                    

Aletta tertidur lelap di atas kasur. Samar-samar dia mendengar suara orang-orang tengah mengaji, Aletta membuka mata dan menggeliat.

"Suara apaan tuh? Kok kayaknya rame banget ya," kata Aletta.

Aletta beranjak dari kasur dan berjalan menuju pintu, kemudian Aletta membuka pintu dan melihat ruang tamunya yang penuh dengan Bapak-bapak yang tengah mengaji.

Aletta melangkah keluar, tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat seseorang tertutup kain coklat dan dibalut pakaian berwarna putih.

"Itu siapa?" tanya Aletta.

Aletta mematung memandang orang yang tertutup kain coklat. Tiba-tiba ia melihat Haikal memasuki rumahnya sambil berlari, kemudian Haikal menjatuhkan tubuhnya dan memeluk orang yang sudah menjadi jenazah.

"Bangun Bangggg," teriak Haikal.

Haikal menangis, kemudian Haikal menyibakkan kain coklat yang menutupi jenazah tersebut.

Aletta tercengang saat melihat sosok jenazah yang dipeluk oleh Haikal.

"Kak Angga ..." ucap Aletta.

Aletta tertegun, tubuhnya terpaku dan tidak sanggup berkata apa pun.

"Bangun, Bang. Gue mohon ..." Haikal berkata dengan suara lirih, matanya sembap. Namun, air matanya masih mengalir, bahkan semakin deras.

Aletta mendekati jenazah Angga secara perlahan, ia duduk di samping Angga dan menatap Angga.

"Ini mimpi, kan? Kamu nggak mungkin tinggalin aku," kata Aletta.

Mata Aletta berkaca-kaca dan air mata jatuh membasahi pipinya. Aletta menggenggam jari-jemari Angga yang terasa dingin, ia berharap ini hanya mimpi buruk dan segera bangun.

"Sayang ... Ini cuma mimpi, kan? Iya, ini pasti mimpi. Kamu nggak mungkin tinggalin aku," ucap Aletta.

Aletta mengusap wajah Angga yang begitu pucat, lalu Aletta memeluk Angga yang terbalut kain putih.

"Aku nggak mau kehilangan kamu. Tolong bangun, sayang ...."

Aletta berkata lirih, air mata semakin mengalir deras hingga membasahi kain kafan Angga. Aletta berharap segera terbangun dari tidurnya karena ia yakin ini hanya mimpi.

"Kasihan ya, padahal masih muda. Tapi harus tinggalin istrinya, mana istrinya lagi hamil," ucap seorang bapak yang ikut mengaji surah yasin.

Aletta menoleh, lalu menurunkan pandangannya ke perut untuk memeriksa apakah hamil atau tidak. Perutnya masih normal, tidak seperti orang hamil. Aletta menghela napas karena kejadian ini hanya mimpi.

"Kasihan ya istrinya. Katanya sampai sekarang istrinya belum ketemu juga. Menurut info yang saya dengar sih motor yang dikendarai suaminya oleng terus mereka jatuh ke jurang," ungkap seorang warga lain.

"Iyakah? Tapi katanya mereka dikejar sama penjahat terus karena nggak konsen akhirnya tabrak pembatas jalan terus istrinya diculik sama si penjahat," kata yang lain.

Aletta mematung, menyimak obrolan warga tentangnya dan Angga. Tiba-tiba ia melihat Angga berdiri di samping pintu dengan wajah pucat tapi tubuhnya seperti transparan.

"Kak Angga ..." panggil Aletta.

Angga meliriknya dan tiba-tiba muncul di hadapan Aletta.

"Kamu bisa lihat aku?" tanya Angga.

Aletta mengangguk, air mata kembali mengalir saat menatap Angga. Sedangkan Angga langsung memeluk Aletta lalu mengusap rambut Aletta.

"Aku senang lihat kamu baik-baik aja. Setidaknya aku berhasil lindungi kamu meskipun aku harus korbankan nyawaku," ucap Angga.

"Kenapa kamu lakuin ini? Aku nggak bisa hidup tanpa kamu," kata Aletta.

"Karena anak-anak kita harus lahir. Aku nggak mau korbankan kamu dan anak-anak kita," jawab Angga.

"Tapi gimana caranya kita jalani hidup tanpa kamu?" tanya Aletta.

"Kalian pasti bisa, sayang. Lagi pula kalau kamu yang mati, anak-anak kita nggak akan lahir. Jadi biar aku yang pergi demi kalian," jawab Angga.

"Nggak! Aku nggak mau kamu pergi! Kamu harus selamanya di sisi aku!" seru Aletta membantah.

"Maaf sayang," ucap Angga.

Pelukannya terlepas dan tiba-tiba Angga menjauh, Aletta berusaha mengejar Angga yang perlahan menghilang ditelan cahaya.

"Anggaaa!!!" Aletta menjerit histeris. Ia terduduk lemas dan pandangannya menjadi gelap, perlahan Aletta kehilangan kesadaran.

"Jangan pergi!" teriak Aletta.

Mata Aletta terbelalak, ia melihat wajah Angga di depan wajahnya. Aletta langsung melingkarkan kedua tangannya di leher Angga.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Angga.

"Kamu masih hidup, kan?" Aletta bertanya balik.

"Kalau aku udah mati, mana mungkin kamu bisa peluk aku," jawab Angga.

"Tapi aku mimpi kamu meninggal," ungkap Aletta.

"Itu cuma mimpi, sayang." Angga menarik Aletta ke pelukannya, kemudian Angga mengusap punggung Aletta mencoba menenangkannya.

"Aku masih di sini, sayang. Aku nggak pergi jauh dan sekalipun aku mati duluan, aku tetap jaga kamu." Angga berkata lembut, melepas pelukannya lalu mengelap air mata Aletta.

"Janji ya?" tanya Aletta.

"Iya, aku janji," jawab Angga.

Angga mengecup bibir Aletta dan kembali memeluk Aletta, sedangkan Aletta terpaku. Ia masih terbayang oleh mimpi paling buruknya.

"Apa maksud dari mimpi itu? Kenapa kayak nyata?" batin Aletta.

Aletta mengendus aroma tubuh Angga yang selalu jadi favoritnya. Ia tersenyum, setidaknya aroma tubuh Angga sedikit menenangkan hatinya.

"Itu terjadi saat gue lagi hamil berarti gue nggak boleh hamil supaya mimpi itu nggak terwujud," gumam Aletta.

Aletta melepas pelukannya, lalu memandang lekat wajah Angga.

"Kenapa aku bisa ada di kamar?" tanya Aletta penasaran.

"Pas aku pulang, kamu udah tidur di sofa ruang tamu. Terus aku pindahin ke kamar," jawab Angga.

"Kamu baik-baik aja, kan? Nggak ada yang terluka?" tanya Aletta cemas.

"Alhamdulillah, aku pulang dengan selamat," jawab Angga.

"Alhamdulillah," sahut Aletta.

Aletta membuang napas lega, Angga tersenyum tipis kemudian mengusap kening Aletta yang banjir keringat.

"Kita mandi yuk," ajak Angga.

"Mandi bareng?" tanya Aletta.

"Iya dong," jawab Angga.

Angga menaikan alisnya, kemudian tersenyum seringai. Aletta menelan saliva, ia sudah tahu maksud Angga.

"Ayo," ajak Aletta.

Aletta menarik tangan Angga dan beranjak dari kasur, kemudian mereka keluar kamar dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

"Jangan keluar di dalam," kata Aletta.

"Emang kenapa?" tanya Angga.

"Aku nggak mau hamil," jawab Aletta.

"Loh, kamu kan punya suami. Kenapa harus takut?" tanya Angga lagi.

"Aku nggak mau kehilangan kamu," jawab Aletta.

"Mimpi itu cuma bunga tidur jadi nggak usah khawatir," ujar Angga.

Aletta terdiam, Angga tidak mengerti kecemasannya. Setiap mimpinya selalu terjadi di kehidupan nyata, bagaimana dia bisa tenang?

Bintang Untuk FarelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang