32. Dendam Haikal

2 0 0
                                    

Angga berdiri di dapur, mengaduk-aduk sayuran yang tengah di masak. Sementara Aletta sibuk menata piring di meja makan.

Mereka bekerja dengan keheningan yang nyaman, saling melempar senyum saat tangan mereka sesekali bersentuhan. Aletta tertawa saat Angga salah menempatkan bumbu.

Di sisi lain, Haikal duduk terpaku menatap layar ponsel. Beberapa pesan dari teman-teman kampusnya terus berdatangan, terkait kasusnya yang baru saja viral di media sosial.
Dia menghela napas panjang, dadanya terasa sesak. Semua temannya pasti sudah tahu dan dia bingung harus pergi ke mana.

“Kal ....” Suara lembut Aletta memecah lamunan Haikal. “Lo tinggal di sini aja. Gue takut teman-teman)9 bakal nge-judge tanpa tahu kejadian sebenarnya,” ujar Aletta.

Haikal menatap Aletta. Matanya memerah, berusaha menahan air mata. Dia tahu Aletta benar, tetapi sulit menerima kenyataan ini.

Angga duduk di samping Aletta, ikut menatap adiknya dengan serius. “Gue setuju sama Aletta, lo di sini aja. Gue nggak izinin lo balik ke kosan. Gue bisa ngawasin Lo biar kejadian kayak gini nggak terulang lagi,” kata Angga.

Haikal mendengus, kali ini lebih dalam. Ponselnya bergetar lagi, ada pesan yang muncul tapi dia malas untuk membukanya. Namun pesan itu dikirim oleh Bundanya, mau tak mau Haikal harus membalasnya.

 Namun pesan itu dikirim oleh Bundanya, mau tak mau Haikal harus membalasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Oke, gue tinggal di sini,” jawab pelan. Dia terpaksa tinggal bersama Angga karena bunda yang memintanya.

Angga tersenyum lega, sementara Aletta mengangguk penuh dukungan. Setelah itu mereka kembali melanjutkan makan malam, tetapi Haikal belum menyentuh nasinya. Pikirannya masih sibuk dengan masalah yang dihadapinya.

**

Keesokan harinya, Aletta duduk di teras depan rumah—menikmati udara pagi yang segar. Dia melihat pintu rumah Farel yang terbuka dan muncul Aluna yang mendorong kursi roda Farel. Sedangkan Elang terlihat membawa koper besar menuju mobil.

Aletta mengernyitkan dahi, lalu berdiri dan berjalan mendekat.

“Mau ke mana nih pagi-pagi?” tanya Aletta dengan senyum penasaran.

“Bulan madu dong,” jawab Aluna sembari tersenyum lebar.

“Wow, keren! Ke mana?” tanya Aletta. Matanya berbinar-binar.

“Ke Jepang!” jawab Aluna antusias.

Mulut Aletta terbuka lebar, lalu tersenyum seringai. “Wah, jadi iri gue. Pengen ikut nih,” katanya.

“Makanya jangan nikah sama Angga biar lo nggak susah,” cibir Aluna.

Perkara itu sedikit menusuk Aletta, tetapi dia enggan membalasnya. Ia memilih untuk tersenyum tipis, meredam sakit hatinya.

“Selamat bersenang-senang ya. Jangan lupa oleh-oleh,” ucap Aletta sebelum berbalik masuk ke dalam rumah.

Sementara itu, Aluna mendorong kursi roda Farel menuju mobil. Elang membantu Farel masuk ke mobil, kemudian dia dan Aluna ikut masuk. Elang menyetir mobilnya dan mobil melaju, meninggalkan Aletta yang tersenyum tipis. Dia ikut bahagia melihat Farel telah move-on darinya.

***

Sore hari, Haikal mengantar Aletta ke kampus. Aletta turun dari motor dan berjalan menuju teman-temannya yang sudah menunggu.

Haikal menyalakan motornya dan hendak meninggalkan kampus itu. Namun tiba-tiba dia melihat Sekar bersama seorang pria.

Haikal bergegas menghampiri mereka, amarahnya memuncak. Dia langsung memukul Willy hingga tersungkur ke aspal.

“Willy!” teriak Sekar.

Sekar mendorong Haikal yang berusaha mendekati Willy.

“Apa-apaan sih lo!” Sekar berteriak marah. “Kenapa lo serang Kak Willy?” tanyanya dengan mata melotot.

Haikal menatap Sekar dengan penuh kebencian. “Lo fitnah gue! Lo bikin gue diusir dari kampus!” pekiknya.

Sekar menyeringai dan memasang wajah sinis. “Lo pantas dapatkan itu, Kal. Lo dan keluarga lo nggak punya hati. Kalian ambil semuanya dari Kak Willy,” ucap Sekar.

“Lo tahu apa? Lo cuma satu panti sama Willy dan lo nggak berhak ikut campur dalam hal ini!” seru Haikal.

“Karena gue suka sama Kak Willy jadi gue bakal bantu dia buat dapat keadilan,” tutur Sekar.

Emosi Haikal semakin memuncak, ia mengangkat tangannya dan hendak melayangkan pukulan kepada Sekar. Tiba-tiba Willy menangkis tangannya dan memasang wajah dingin.

“Berani sentuh Sekar, gue bunuh Aletta!” ancam Willy.

Haikal membeku, tubuhnya kaku mendengar ancaman Willy. Dalam sekejap, Willy menendangnya hingga terjatuh ke tanah. Tanpa basa-basi Willy dan Sekar pergi, meninggalkan Haikal yang terduduk di jalan.

Haikal menatap punggung mereka yang semakin menjauh, api kebencian berkobar di matanya. Tangan Haikal mengepal erat, dendam dan marah menyelimuti seluruh tubuhnya.

“Kalau Bang Angga nggak mau lawan dia biar gue yang lawan,” kata Haikal.

Bintang Untuk FarelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang