Our Story - 6

26 2 0
                                    

Dua hari setelah sadarkan diri, Nam sudah dibolehkan pulang. Dokter sudah berkali-kali memperingatkan Nam untuk menjaga stok obatnya, agar tidak terjadi hal seperti ini lagi.

Masalah amnesia, dokter pun kebingungan. Hasil pemeriksaan otak Nam tidak ada yang bermasalah. Dokter syaraf menyarankan untuk Nam tetap dirawat di rumah sakit, tapi Keng menolaknya. Nam hampir tiap malam menangis, Keng pikir itu karena dia merindukan rumah.

Nam duduk di ranjang rawatnya, tangannya sibuk menggeser layar ponsel. Kemarin Keng mengembalikannya, beruntung Nam 'yang dulu' tidak mengunci layar ponselnya. Jadi Nam alias James bisa membukanya dengan mudah, sekaligus mencari tahu siapa pemilik tubuh ini.

Setelah bertemu Net di lobi waktu itu, malamnya Nam baru tahu kalau Net mengadakan konferensi pers. Dan dia juga baru tahu 'tubuh' James diopname di rumah sakit yang sama.

"Bahkan media sudah tahu soal keadaanku.." Nam menggumam, kemudian mendesah pelan. "Tapi di ruangan mana tubuhku diopname?"

"Khun."

Nam menoleh ke arah suara. Pria berwajah mirip dengan malaikat waktu itu berdiri di depannya. Tapi dia manusia, dan berpenampilan persis manusia.

"Tommi?" tanya Nam dengan kening yang berkerut. "Bukannya kau malaikat?"

Pria itu mengangkat bahunya. "Saat dibutuhkan, aku juga bisa jadi manusia."

"Sudahlah, aku tidak peduli soal itu. Yang lebih penting kenapa aku jadi seperti ini? Bukannya kembali ke tubuhku kenapa aku malah masuk ke tubuh orang lain?"

Tommi memijat pelipisnya. Dia bingung harus jawab pertanyaan yang mana dulu. "Jujur saja, aku juga belum mengerti keadaan ini. Selama ini aku membimbing roh, tidak pernah ada yang 'tersesat' dan masuk ke tubuh orang lain."

"Lalu apa yang harus kulakukan?"

"Untuk sementara ini kau bersikaplah seperti si pemilik tubuh." jawab Tommi. "Aku akan berusaha cari penyebabnya."

Nam makin terlihat kesal, tapi dia paham emosi tidak akan menyelesaikan apapun. "Kalau begitu tolong ya, phi. Aku mau tahu kemana roh yang harusnya ada di tubuh ini."

Tommi mengangguk. "Aku juga penasaran. Kalau begitu bertahanlah menjadi Nam sebentar, kau sudah pegang ponselnya kan? Itu akan lebih memudahkanmu."

"Nam?"

Nam tersentak. Suara Keng membuatnya terkejut. "Khun Keng? Sejak kapan kau disitu?" dia khawatir pembicaraannya yang tak masuk akal tadi didengar.

"Aku baru saja masuk." jawab Keng. "Dia siapa?" matanya melirik ke arah Tommi.

"Namaku Tommi. Aku dokter syaraf, dan aku mendengar soal amnesia pasien Nam. Selama ini aku belum pernah mendengar amnesia tanpa ada penyebabnya, makanya aku menawarkan pengobatan sekaligus untuk bahan penelitianku." ujar Tommi.

"Tapi aku baru melihatmu sekarang, Nam kan sudah hampir seminggu disini. Kenapa tidak dari awal Nam sadar langsung kau periksa?" Seperti biasa, Keng mode protektif memang cukup merepotkan.

"Aku dokter sementara dan baru bertugas hari ini. Rumah sakit sedang kekurangan spesialis syaraf, makanya aku dipanggil kesini." Kata-kata malaikat itu seperti nyata, bahkan Nam yang tahu itu bohong hanya bisa melongo mendengarnya.

Keng sepertinya menyerah, dia menghela napas. "Kalau begitu Nam masih harus dirawat disini?"

Tommi menggeleng. "Nanti aku bisa kunjungan ke rumah."

"Hah?!"

"Sudahlah, khun. Kau mau melihatku sembuh kan? Aku percaya pada dokter ini, tidak apa-apa ya?" akhirnya Nam menengahi perdebatan panjang itu. Satu hal yang ia pelajari, Keng super cerewet jika sudah menyangkut soal 'Nam'.

Our FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang