Our Story - 13

62 3 0
                                    

Nam masuk ke rumahnya dengan napas yang masih memburu. Pintu depan pun tak luput jadi sasaran emosinya.

Dia sadar kata-katanya tadi sangat menyakitkan, tapi dia tidak terima jika Net sampai harus terseret ke masalah di luar nalar ini. Cukup dia saja yang terlibat, jangan yang lain.

"Nam? Kau baik-baik saja?"

Nam melirik ke arah kamar tidurnya, Tommi sudah berdiri disitu. "Aku hanya sedikit emosi tadi." jawabnya setelah berhasil mengatur napasnya. "Ada apa, phi?"

Tommi hanya diam memandang Nam, sepertinya membaca isi pikirannya. "Kau belum berhasil membujuk Keng ya?"

Nam menghempaskan tubuh mungilnya ke kasur. "Huh, sekarang dia malah menuduh phi Net yang aneh-aneh."

Tommi terlihat ragu untuk bicara, dan ekor mata Nam menangkap gelagat itu. "Kau mau bicara apa, phi? Katakan saja.."

"Aku cuma mau mengingatkanmu.. bulan baru akan muncul satu minggu lagi." ujar Tommi. "Waktumu sudah tidak banyak."

Nam tidak menjawab, dia hanya membenamkan wajahnya di bantal. Sejenak dia ingin melupakan semuanya, melupakan kalau sebentar lagi hidup mati seorang James akan dipertaruhkan.

"Aku ingat, phi.." suara Nam terdengar kurang jelas karena tertutup bantal. Tak lama dia memiringkan kepalanya ke kiri, mungkin karena sudah kesulitan bernapas. "Mana mungkin aku lupa.."

Sekeras apapun Nam berusaha, pada akhirnya dia hanya bisa berharap Keng bisa luluh hatinya. Dan membiarkan takdir langit yang mengatur semua seperti seharusnya.

●○●○●

Pagi ini entah kenapa menu sarapan terlihat tak menarik di hadapan Keng. Sudah hampir 15 menit sejak dia duduk di meja makan, makanan hangat yang disiapkan ibunya sama sekali belum ia sentuh.

"Keng? Kau sakit?" tanya Ny. Buayoi, menyadari kalau wajah anaknya tidak secerah biasanya.

Keng melirik ibunya, kemudian menggeleng lemah. "Hanya ingat mimpi semalam."

"Mimpi horror?"

"Bukan."

"Terus mimpi apa sampai membuatmu tidak semangat begini?" Ny. Buayoi masih penasaran.

"Pokoknya mimpi yang kurang menyenangkan." jawab Keng. Dia berdiri sambil menenteng tas punggungnya, kemudian ke counter dapur mengambil dua bungkus cemilan. "Aku berangkat dulu, mae.."

Ny. Buayoi hanya bisa geleng kepala melihat sarapan yang sama sekali tak disentuh anaknya. "Sebenarnya ada apa sih dengan anak itu.."

Sesudah memakai sepatu, Keng memeriksa jam tangannya. Masih ada banyak waktu sebelum masuk kuliah, sepertinya dia bisa berangkat dengan bus. Ditambah dirinya kurang cukup tidur, Keng semakin yakin dengan opsi bus sebagai kendaraan untuk ke kampus.

Saat berhenti di halte pertama, Keng seperti melihat orang yang familiar baginya. 

"Nam..?" Keng berbisik. Tadinya dia ingin menghampiri gadis itu, tapi mengingat cekcok semalam lebih baik dia jangan mendekat dulu.

Ada banyak pertanyaan di kepala Keng. Kenapa Nam naik bus dari halte yang cukup jauh dari rumah? Dan mau kemana dia sepagi ini? Sedangkan resto tempatnya bekerja baru buka jam 10 nanti.

Sibuk bergumul dengan pikirannya, Keng terkejut saat melihat Nam bersiap turun. Sambil berusaha menutupi wajahnya, dia masih memperhatikan kemana tujuan Nam.

"Itu kan rumah sakit tempat dia dirawat dulu.." gumam Keng setelah melihat gedung tinggi dari jendela bus. "Masa iya Nam datang sepagi ini hanya untuk konsultasi?"

Our FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang