Our Story - 9

19 4 1
                                    

Langkah kaki Net mengayun lebar-lebar. Beberapa kali dia hampir menabrak orang karena perbuatannya itu.

Setelah kedatangan petugas Kementrian Keuangan, Noeul langsung menghubungi Net dan Chaikamon. Untung saja Net belum berangkat ke gedung GNM, karena kedua gedung itu berada di arah yang berlawanan, jaraknya lumayan jauh pula.

Begitu keluar lift Net langsung berlari ke lorong, kemudian masuk ke ruangan James. Dengan napas tersengal, dia mengamati ruangan yang biasanya rapi menjadi berantakan tak karuan.

"Aku terlambat.." bisik Net.

Baiyok melirik Net sekilas, kemudian lanjut merapikan kertas yang berserakan.

"Khun Net."

Net memutar badannya. Noeul masuk ke ruangan dengan lesu.

"Noeul, maaf aku terlambat." ujar Net menghampiri Noeul. "Apa semua data dibawa?"

Noeul mengangguk. "Ruang divisi keuangan ikut digeledah. Laptop dan tab pribadi khun James juga dibawa."

"Phi Net! Phi Noeul!"

Pekikan Baiyok membuat Net dan Noeul kompak menoleh, kemudian berlari menghampirinya yang sedang membereskan ruangan dalam.

Baiyok terlihat menatap brankas dengan pandangan kosong. Kotak penyimpanan itu terlihat dibobol paksa, yang tidak mungkin dilakukan petugas pajak.

"Brankasnya.." Noeul kehabisan kata-kata. Seolah tidak cukup kejutan tidak menyenangkan hari ini, brankas yang berisi sertifikat kepemilikan perusahaan dirusak dan isinya dicuri.

"Tunggu!" Net berteriak saat tangan Baiyok ingin menyentuh brankas itu. "Yok, tolong foto brankasnya dari semua sisi. Dan Noeul, telepon polisi. Jangan rapikan ruangan ini dulu, tunggu sampai polisi selesai memeriksa."

Noeul mengangguk kemudian berlari ke mejanya di depan ruangan. Sedangkan Baiyok mengikuti perintah Net tadi, memotret brankas dari banyak sudut.

"Yok, apa kau dipanggil ke kantor polisi?" tanya Net.

Tangan Baiyok terhenti. Matanya terlihat ragu, tapi kemudian dia mengangguk. "Phi Noeul juga. Tapi status kami sebagai saksi, karena masih dalam tahap penyelidikan."

Net mengacak-acak rambutnya, kesal karena masalah seperti mengantri untuk muncul. "Pasti ini ulah Grit lagi.." geramnya.

"Phi Chaikamon tidak kesini?" tanya Baiyok.

Net melihat Baiyok sekilas kemudian menggeleng. "Dia ada tugas lain." jawabnya. Tanpa disadari Baiyok, bibir Net menyunggingkan senyum tipis.

●○●○●

Nam baru saja keluar dari kuil, duduk di tangga marmer itu sambil memakai sendal. Hari ini dia mau melihat pohon keramat bersama Keng. Karena dia sedang di sekitaran kuil, sekalian saja dia sembahyang dulu sebelum Keng datang.

Bibir Nam tersenyum manis melihat Keng yang sedang berjalan ke arahnya. Dia berdiri sambil melompat-lompat kecil menuruni anak tangga.

"Kau sudah lama disini?" tanya Keng.

"Sengaja aku datang lebih awal, tadi aku ke dalam untuk sembahyang dulu." jawab Nam sambil menunjuk kuil di belakangnya.

"Ayo, kita ke tempat pohon keramatnya."

Nam mengangguk, kemudian mengekor mengikuti Keng. Sekitar 5 menit kemudian, mereka berdua sampai di bagian belakang kuil.

Bibir Nam terbuka, takjub dengan pemandangan di depannya. Pohon beringin yang super besar, ranting merambat yang panjangnya hampir menyentuh tanah, jangan lupakan daun hijaunya yang rimbun. Nam bahkan tidak ingat kapan dia terakhir melihat pohon sebesar ini, mengingat dia tinggal di kota padat seperti Bangkok.

Our FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang