Our Story - 12

29 3 3
                                    

Pagi berganti menjadi sore. Langit biru cerah sudah berubah warna menjadi semburat jingga, mengantar sang pusat tata surya bersembunyi dan diganti perannya oleh satelit alami Bumi.

Setelah shiftnya selesai, Nam tidak mau membuang waktu. Dia buru-buru naik bus yang membawanya kembali ke rumah, kemudian berlari sampai ke kuil saat kendaraan itu sudah sampai tujuan. Sejenak dia melupakan kalau tubuhnya mengidap asma kronis.

"Phi Keng!"

Pemuda yang sedang menyapu pekarangan kuil terkejut, kemudian menengok ke arah teriakan tadi.

Gadis yang sangat ia kenal terlihat di pintu masuk kompleks kuil, dengan napasnya yang terputus-putus dan banjir peluh di keningnya.

"Nam?" Keng menatapnya heran. "Kau dari mana? Kenapa napasmu tersengal-sengal begitu?"

Nam tak hiraukan pertanyaan Keng. Setelah napasnya kembali normal, dia berjalan mendekati si pemuda. "Aku ingin bicara denganmu." ujarnya.

"Oh iya, tadi Thomas bilang kau mencariku dari pagi." kata Keng. "Apa yang ingin kau bicarakan? Ayo ke rumahku dulu."

"Tidak perlu!"

Baru saja Keng berbalik, Nam langsung menolak ajakannya. "Aku mau bicara disini, sekarang juga."

Keng menghela napas. "Baiklah, apa yang mau kau bicarakan?"

Netra gadis itu menatap Keng dengan sengit, seolah mencoba mengintimidasi. "Kau harus janji, jawabanmu tidak boleh bohong."

Sejenak berpikir, kemudian Keng mengangguk. "Oke, aku janji."

Nam mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya. "Kau tahu apa ini?" dia menunjukkan jimat miliknya.

"Itu jimat yang diberikan Thomas untukmu, kan?" Keng balik bertanya.

"Apa yang sudah kau lakukan dengan jimat ini?" Nam menatap sengit. "Jawab yang jujur, phi."

Keng terlihat gelisah, pandangan matanya yang sebelumnya lurus menatap Nam dia alihkan ke objek lain.

Menyadari perubahan sikap Keng, Nam semakin yakin kalau dugaannya benar. "Kau mengganti mantra di jimat ini kan?"

Mata Keng menatap lurus mata Nam. "Benar, aku menukar isi mantra itu. Dan aku tidak tahu kalau akan terjadi hal seperti ini."

"Jadi kau sudah tahu kalau aku bukan Nam?"

"Hm." Keng bergumam sambil mengangguk singkat.

"Sejak kapan?"

"Saat kau bicara dengan dokter Tommi di rumah sakit." jawab Keng. "Tadinya aku tidak mau memikirkan pembicaraan kalian yang terdengar aneh, tapi melihat sikapmu setelahnya, aku sadar ada sesuatu yang tidak beres."

Nam mengernyit, "Kau bilang tidak dengar pembicaraan kami?"

"Maaf aku bohong. Aku sudah terlanjur masuk ke ruang rawatmu, dan saat mau keluar aku malah dengar pembicaraan aneh itu."

Pandangan Nam beralih ke langit yang mulai berubah gelap. "Apa kau juga tahu kalau roh Nam sudah.." dia tidak meneruskan pertanyaannya.

Keng menunduk, diam seribu bahasa. Cukup lama kesunyian menemani mereka, dan dua anak manusia itu justru tenggelam dalam heningnya.

"Apa kau sanggup merelakan dia?" suara Nam memecah sepi.

Pria itu masih diam. Nam yang mengerti arti diam itu, hanya bisa menghela napas. "Lalu sekarang kau menganggapku sebagai pengganti dia?"

Pertanyaan Nam lagi-lagi diabaikan. Gadis itu mulai tak sabar. "Jadi, tidak peduli siapa yang ada di tubuh ini, selama wajah gadis itu yang kau lihat.." Nam mengambil jeda sejenak. "..kau akan tetap menyukainya?"

Our FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang