Bab 2: Menapaki Hari-Hari yang Sama

12 4 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

Hari-hari Nara berlalu dengan rutinitas yang monoton. Setiap pagi, dia bangun lebih awal dari yang lain, menyendiri dalam keheningan rumah yang sepi. Orang tuanya sudah berangkat kerja sebelum dia terjaga, meninggalkan Nara untuk mengurus dirinya sendiri. Meskipun ia sering kali mencoba untuk memulai hari dengan penuh semangat, suasana hati yang muram selalu menyertai setiap langkahnya.

Di sekolah, Nara cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Dia duduk di sudut kelas, jauh dari teman-teman sekelasnya yang tampaknya selalu sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Meski ada beberapa teman yang menyapanya, dia merasa tidak pernah benar-benar bisa terhubung dengan mereka. Nara sering kali merasa seperti berada di luar lingkaran, memandang kehidupan sosial dari kejauhan.

Selama istirahat, Nara memilih untuk menghindari keramaian. Ia pergi ke taman sekolah yang sepi, tempat di mana dia bisa duduk sendirian dan menuliskan isi hatinya dibuku diary. Di situlah dia merasa lebih bebas dari tatapan dan obrolan teman-temannya yang riuh. Di bangku taman, dia memandangi daun-daun yang berjatuhan dan memikirkan betapa kosongnya hari-harinya.

Di rumah, keadaannya tidak lebih baik. Orang tuanya sibuk dengan pekerjaan dan jarang berada di rumah. Setiap kali Nara mencoba berbicara atau meminta perhatian, tanggapan mereka selalu terburu-buru dan cenderung mengabaikan. Mereka menganggap bahwa Nara seharusnya bisa mandiri dan tidak perlu banyak bantuan.

Malam hari di rumah terasa lebih sepi lagi. Nara sering kali duduk sendirian di kamarnya, membaca buku atau menulis di buku diary nya. Itu adalah satu-satunya cara baginya untuk mengekspresikan perasaan yang sering kali tidak bisa diungkapkan secara verbal. Kadang-kadang, dia merenung tentang bagaimana hidupnya bisa berubah, berharap ada sesuatu yang dapat mengisi kekosongan yang dirasakannya.

Hari-hari berlalu dengan lambat, dan Nara semakin merasa terjebak dalam rutinitasnya yang membosankan. Meski dia mencoba untuk menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti membaca buku atau mengerjakan tugas sekolah, rasa kesepian selalu mengikutinya. Setiap kali dia mencoba untuk memikirkan masa depan, rasa takut dan kekhawatiran tentang apakah dia akan pernah merasa diterima dan bahagia terus menghantui pikirannya.

Dengan segala ketidakpastian dan kesulitan yang dihadapinya, Nara merasa seperti hidupnya terjebak dalam lingkaran setan yang tidak pernah berakhir. Dia mencari-cari sesuatu yang bisa memberikan sedikit cahaya di tengah kegelapan yang melingkupinya. Namun, hingga saat itu, dia hanya bisa terus menapaki hari-hari yang sama, berharap ada sesuatu yang akan datang dan mengubah hidupnya.

"Kesepian terbesar adalah ketika orang tuamu hadir secara fisik, tetapi hati dan perhatian mereka jauh darimu."




TBC.

Jangan lupa vote dan komen yaaa 👋👋👋

Aku ingin bahagia (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang