Bab 23: Keterpurukan yang Mendalam

2 1 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

Hari-hari berlalu dengan lambat bagi Nara, yang merasa semakin terjebak dalam pusaran kegelapan. Ketidakpedulian Pak Daniel dan konflik dengan orang tuanya semakin menambah beban emosionalnya. Setiap hari di sekolah dan di rumah terasa seperti tantangan berat yang harus dihadapinya seorang diri.

Pak Daniel, yang merasa bersalah atas kejadian sebelumnya, berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka. Dia mengajukan berbagai upaya untuk menunjukkan kepedulian dan dukungan, namun setiap kali dia mencoba, Nara semakin menutup diri. Nara merasa bahwa setiap usaha Pak Daniel hanyalah bentuk kepedulian semu yang tidak bisa menghapus rasa sakit yang dia rasakan.

Di rumah, ketegangan semakin meningkat. Pertengkaran antara Nara dan orang tuanya menjadi lebih sering dan lebih intens. Nara merasa semakin terasing dan tidak diinginkan. Dalam satu malam yang penuh emosi, pertengkaran memuncak ketika Nara mendengar orang tuanya bertengkar tentang dirinya. Dia merasa frustrasi dan marah, dan akhirnya mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Stop!" teriak Nara, suaranya penuh dengan kemarahan dan kesedihan. "Aku capek liat kalian begini terus! Aku juga manusia, dan aku juga butuh perhatian dan pengertian dari kalian!"

Kata-kata Nara yang penuh emosi membuat orang tuanya terdiam sejenak, namun mereka segera membalas dengan cacian dan kata-kata yang menyakitkan. Mereka menyebut Nara tidak mandiri, tidak bisa diandalkan, dan selalu menyusahkan mereka. Kata-kata itu membuat Nara merasa semakin hancur.

Nara merasa hatinya remuk setelah pertengkaran tersebut. Dia merasa tidak ada tempat yang aman baginya, dan semua yang dia lakukan tampaknya sia-sia. Ketika dia kembali ke kamarnya, dia merasa sangat kesepian dan tertekan.

Sementara itu, Pak Daniel terus berusaha mendekati Nara dan memperbaiki hubungan mereka. Namun, upayanya terasa semakin sia-sia karena Nara tidak mau terbuka kepadanya. Nara merasa bahwa Pak Daniel hanya berusaha untuk menghapus rasa bersalahnya sendiri, dan ini membuatnya semakin jauh dari Pak Daniel.

Di tengah kesulitan yang semakin memburuk, Nara mulai merasakan dampak dari tekanan yang dialaminya terhadap kesehatannya. Gejala-gejala fisik yang awalnya dia abaikan semakin parah, dan rasa sakit emosionalnya semakin membebani dirinya. Setiap hari terasa seperti perjuangan tanpa akhir, dan Nara merasa semakin terpuruk dalam kegelapan yang menyelimutinya.

Dengan rasa putus asa dan keputusasaan yang mendalam, Nara merasa seperti berada di tepi jurang, tidak tahu ke mana harus melangkah selanjutnya. Setiap hari terasa semakin berat, dan harapan untuk kebahagiaan terasa semakin jauh dari jangkauannya.



Jangan lupa vote dan komen☺☺☺




TBC.

Aku ingin bahagia (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang