CPS 25 || Titik terang?

90 10 0
                                    

📖Happy reading 📖


Musim kemarau telah berganti menjadi musim penghujan. Hujan yang selalu turun tiap hari, kadang mendapat umpatan dari para manusia yang baru saja selesai menjemur pakaian.

Seperti hal nya cuaca pagi ini yang mendung, suasana di markas preman gang ikhlas pun ikut suram. Ehm ralat, lebih tepatnya selalu suram. Semenjak pemimpin mereka menghilang tanpa kabar, markas menjadi sunyi. Meski pekerjaan mereka tetap berjalan, perasaan mereka tidak karuan.

Utara yang semakin pendiam, Timur yang sekarang urak urakan, Selat dan Barat yang menjadi sensitif serta Bujur yang senggol bacok. Lintang sebagai orang terakhir yang bertahan dengan kewarasannya hanya bisa menghela nafas panjang setiap harinya.

Lintang mengetuk pintu hitam bergaris putih, berharap kali ini sang empu kamar akan muncul ke permukaan.

"Bujur, makan dulu. Lu udah begadang 2 hari 2 malam cuman makan roti sama minum soda. Kalo Kenzha liat lu gini gue yakin dia bakalan marah."

Hening menjadi sambutan panggilan Lintang untuk beberapa saat, sampai akhirnya pintu itu terbuka. Nampak Bujur dengan wajah penuh rambut halus serta rambut panjang yang tak terurus menatap kosong ke arah Lintang.

"Bagus kalo Kenzha balik buat marahin gue? Iyakan Lintang?"

Lintang memandang miris Bujur yang seperti kehilangan rohnya. Ia menghela nafas berat sebelum berucap.

"Bujur, lu mau liat muka kecewa Kenzha? Dia pasti sedih liat lu sama yang lain kaya gini. Kita harus percaya sama Kenzha! Gue yakin Kenzha pasti bakal balik."

Bujur terdiam sejenak merenungi ucapan Lintang, setelahnya ia berjalan lemas menuju dapur. Lintang masuk ke kamar Bujur dan membersihkan vas bunga yang sudah tak berbentuk. Dengan telaten ia membungkus pecahan pecahan kaca itu sebelum membuangnya ke tempat sampah.

Lintang menyusul Bujur ke dapur. Timur, Utara, Selat dan Barat telah berkumpul terlebih dahulu. Sarapan mereka di liputi keheningan dengan dentingan sendok. Tak ada yang memulai pembicaraan. Tak ada suasana hangat saat berkumpul. Tak ada candaan yang terlontar. Hanya sepi.

•~~~~~•


"Zha, lu yakin gamau gue anterin aja? Bahaya lu pergi sendirian di saat saat kaya gini."

"Lu udah bilang itu 20 kali. Dan untuk yang ke 20 kalinya gue bilang, gue bisa ke sana sendiri."

Kenzha mengambil masker dan topinya sembari berlalu melewati pria jangkung itu.

"Ini udah 6 bulan sejak lu menghilang. Dan udah selama itu pula lu selalu pulang dalam keadaan luka luka. Entah luka kecil bahkan luka besar."

"Lu ga mikirin gue Zha? Yang selalu liat lu pulang dalam keadaan sekarat tapi gue bahkan gabisa minta bantuan ke dokter ahli dan cuma mengandalkan perawat karna permintaan lu?"

Pria itu menatap rumit Kenzha yang membelakanginya dan berusaha menebak nebak apa yang sebenarnya di pikirkan gadis itu. Ia tidak habis pikir. Manusia mana di dunia ini yang betah dengan luka sebanyak itu. Rasanya ia ingin sekali mengurung gadis itu d rumah sakit.

"Kenzha, please hari ini lu istirahat dulu ya?" mohon pria itu sekali lagi

Kenzha berbalik menatap datar pria itu.

"Gue ga pernah minta bantuan lu." hanya 6 kata namun mampu membuat pria itu membeku mendengarnya.

"Sejak awal lu yang maksa buat ikut gue. Lu ada disini karna gue ngizinin lu ngikutin gue. Seandainya lu gaada pun gabakal ada yang berubah."

Cegan Preman Sekolah (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang