"Your Highness, selamat sore. Saya Hendrix Thornton, ajudan Yang Mulia Pangeran Alvaro. Yang Mulia menunggu Anda di dalam, silakan masuk."
"Terima kasih, Hendrix."
God, Blair, kau hanya perlu berbicara—tidak lebih, pikir Blair berusaha menenangkan diri. Mendadak ia membeku di tempat ketika Hendrix, sang ajudan dari Pangeran menyebalkan itu, membuka pintu untuknya.
Blair memejamkan mata sekilas, menarik napas sebelum melangkah masuk ke dalam ruang kerja Alvaro. Blair pikir ia akan menghadapi hal paling mengerikan. Tapi tidak seperti yang ia bayangkan, semuanya justru berbanding terbalik.
Alvaro yang Blair duga akan bersikap menyebalkan di awal—setelah membalas pesan Blair dan memintanya untuk datang ke ruangan pria itu—Alvaro akan bertingkah menyambutnya. Namun, sebaliknya Alvaro terlihat sibuk dengan seorang pria di meja kerjanya. Kertas-kertas berserakan di sana. Mereka saling membalas dalam bahasa Spanyol.
Tidak membutuhkan waktu lama hingga Alvaro menyadari kehadiran Blair. Tatapan pria itu teralihkan padanya. Di detik itu, Blair merasa bahwa suara detakan jantungnya kian menghentak, sehingga sapaan Alvaro sedikit memudar di telinganya.
"Your Highness, aku menerima panggilanmu," sambut Alvaro.
Suara pria itu terdengar senang diiringi dengan senyuman di bibirnya. Membuat Blair berpikir; ada berapa banyak kepalsuan yang dibuat pria itu? Caranya menggoda Blair benar-benar memuakkan.
Ya, tentu saja, Blair membenci Alvaro, bukan?
"Kau tampak sibuk," balas Blair, menatap setumpuk kertas di meja kerja Alvaro. "Aku akan kembali lagi nanti—"
"Stay, Blair," potong Alvaro. Alvaro beralih menatap pria yang sebelumnya berbicara dengannya, "calon istriku ingin berbicara denganku, jadi waktuku hanya untuknya sekarang. Aro, kita akan melanjutkannya nanti."
"Baik, Your Highness."
Sepeninggalnya pria yang dipanggil Aro, Blair mengeluarkan protes, "aku bukan calon istrimu," ujarnya ketus.
Alvaro melangkah mendekat dengan senyuman di bibir. Pria itu berbisik, "aku sudah menandatangani berkas Eclatku, apa aku perlu mempertegasnya sebagai bukti, Your Highness?"
Pria itu benar-benar melakukannya?
Blair memalingkan pandangan dengan gugup. Menghindari tatapan Alvaro yang terasa menusuknya. Padahal ia sangat yakin, Blair merasa gugup bukan karena betapa Alvaro sangat tampan sore itu—meskipun Alvaro tidak berpakaian rapi. Tapi tentu saja, Blair hanya takut bahwa ucapannya tidak mendapatkan penerimaan yang baik.
"Ada hal yang ingin kubicarakan," bisik Blair.
"Duduk," perintah Alvaro.
Blair mengabaikan apa yang pria itu katakan, dan ia melanjutkan, "aku membutuhkan bantuanmu. Tentang parlemen yang mendesak Ayahku, kaubenar, mereka bukan hanya mendesak Ayahku—tidak saat ini. Kemungkinan besar ... aku akan mendapatkan surat panggilan resmi dari Hakim Agung secepatnya."
Alvaro menatap Blair dengan senyuman miring, seakan mengejek. "Apa yang ingin aku lakukan untukmu, Bee?"
"Bantu aku menjelaskan di hadapan Hakim Agung. Aku ingin kau bertingkah sebagai salah satu tunanganku, jadilah saksi bahwa kita berada di dalam kelab bersama malam itu..."
"...bukan untuk bersenang-senang. Tapi kita berdua sama-sama menyamar di Las Vegas untuk mengungkap kasus ini. Aku tahu salah satu direksi di Kerajaan Spanyol terlibat dengan Dixon, apa yang kita katakan akan terdengar sangat masuk akal," jelas Blair berusaha terdengar tenang.
"Aku berniat menawarkan hal itu padamu sebelumnya, tapi kau memilih jalan yang sulit." Alvaro menyipitkan matanya, "Kau bilang kau tidak tertarik dan aku tidak menarik," ujar Alvaro mengingatkan. "Kau berbelit-belit—"
Blair menelan ludah sebelum memotong ucapan Alvaro, "earn me," bisiknya.
"Apa?"
"Aku bukan mainan, Alvaro. Apa kaupikir aku adalah wanita murahan di luar sana yang bisa kau goda sesuka hati?" Blair mendengus. Tatapannya lurus pada Alvaro, "aku tidak ingin berada di dalam ikatan bersama pria yang hanya menjadikanku sebuah fantasi."
Pandangan Alvaro yang penuh jenaka meredup perlahan. Sorot mata pria itu berubah dalam.
"Aku telah mengatakannya padamu," bisik Alvaro serak.
"Tanpa bukti, ucapanmu hanyalah omong kosong," balas Blair tak ingin kalah.
Alvaro melangkah mendekat, Blair melangkah mundur. Langkah kaki Blair yang tidak seimbang membuatnya nyaris terjatuh—karena dia terlalu gugup. Namun, dengan sigap Alvaro mendekap pinggang Blair, membuat tubuh depan mereka saling beradu tanpa jarak.
Posisi mereka membuat darah Blair seketika berdesir cepat. Menyebarkan hawa panas bukan hanya pada kedua pipinya, tapi juga ke seluruh tubuhnya. Apalagi ketika kedua mata Alvaro menelisik Blair lekat, rasanya kedua kakinya semakin tidak memiliki kekuatan untuk berdiri dengan baik.
"Duduk, Your Highness. Kau seharusnya duduk."
"Lepaskan aku—"
"Apa yang akan kautawarkan agar aku tertarik untuk mendampingimu?"
"Karena kau bergabung ke dalam permainan ini, mau tidak mau kau harus membantuku," desis Blair kesal.
Blair tidak berhasil melepaskan diri ketika Alvaro mempererat dekapannya di pinggang wanita itu.
"Tidak ada yang gratis." Alvaro menunduk, "aku membutuhkan jaminan agar aku yakin."
Sial, dia sangat membenci pria itu.
"Jika kau ingin mengancamku agar aku memilihmu, aku tidak akan melakukannya, aku tidak akan bersikap tidak adil—"
"Berkencan denganku besok," ujar Alvaro. "Berikan waktumu seharian hanya untukku."
"Ini akan menjadi bagian dari permainan kita, Blair. Bukankah aku sedang berperan sebagai Pangeran bermoral yang harus mendapatkanmu? Kalau begitu biarkan aku menunjukkannya padamu."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Chemistry (On Going)
Romance[Kisah tentang Blair Kataleya] 21+ "Damn, kau tahu kau sangat menggairahkan, Your Highness." Pria itu berbisik di depan bibir Blair, dengan pandangan yang sangat gelap di balik topeng yang dia kenakan. Napas Blair tercekat ketika pria itu kembali me...