Bab 16. Bubur

6 1 0
                                    


Di depan Rosia, dengan posisi berdiri yang resmi wanita berseragam putih dipadu coklat gelap memandang Rosia.

"Aku kepala pelayan di rumah ini. Terima kasih untuk kebaikan hati Nona. Boleh aku terima bubur untuk Nyonya? Saya harus mengantarkan sarapan segera."

Ramah dan ada senyum di bibir wanita itu.

"Oh, tentu. Silakan." Tangan Rosia yang memegang kotak berisi bubur istimewa untuk Erlina dengan cepat bergerak dan memberikan kotak pada pelayan di depannya.

"Sekali lagi terima kasih. Saya akan kembali nanti." Senyum wanita itu sedikit lebih lebar.

Lalu dengan menu sarapan buat sang nyonya, dia masuk ke ruang dalam meninggalkan Rosia di situ. Rosia terpaku, memandangi wanita itu hingga tak terlihat lagi.

"Jadi, aku cuma boleh masuk sampai di ruang tamu? Aku tidak diizinkan bertemu Nyonya Erlina? Ahh ...." Rosia kecewa tentu saja.

Dalam pikiran Rosia, dia akan langsung menyerahkan makanan itu pada Erlina, lalu dia bisa melihat reaksi Erlina ketika menyantap bubur buatannya. Ternyata tidak semudah itu bertemu anggota keluarga Ardante di rumah mereka.

"Iya juga, sih. Aku cuma pegawai kecil. Jangan sampai aku bawa virus dan membuat Nyonya Erlina tambah sakit," gerutu Rosia pelan.

Rosia kembali duduk dan mengeluarkan ponselnya. Dia menghubungi Doris menyampaikan terlambat datang karena masih ada di rumah Tuan Ardante. Sudah pasti Doris kaget bukan kepalang. Ada urusan apa Rosia sampai datang ke istana keluarga sultan itu?

Doris langsung menelpon Rosia. "Hei, kenapa kamu sampai ke rumah Tuan Ardante?"

"Saya mengantar bubur sumsum buat Nyonya Erlina, Bu." Rosia menjawab apa adanya.

"Hah!?" Doris makin heran dengan jawaban itu. "Kok bisa?"

Maka, Rosia mengatakan tentang percakapannya dengan Devano di malam sebelumnya.

"Astaga ...." Masih belum hilang rasa terkejut Doris. "Rosi, cepat balik. Kamu mulai sering abai dengan pekerjaan. Jangan sampai keteteran."

"Iya, Bu. Maaf, saya segera berangkat," kata Rosia.

Doris benar. Sekalipun urusan Rosia masih bersinggungan dengan Ardante, masalah menu sarapan Nyonya Erlina bukan pekerjaan yang ada dalam jobdes. Kalau memang Rosia tidak bisa bertemu Nyonya Erlina, bubur sudah sampai tujuan dengan aman, sebaiknya Rosia langsung berangkat saja ke kantor.

"Tapi gimana pamitnya? Ini rumah segede ini, ga ada manusia satupun yang tampak." Rosia melihat ke sekeliling, tidak ada siapapun.

Rosia pun mengirim pesan pada Devano, dia akan meninggalkan mansion. Pesan masuk tapi tak ada balasan. Rosia jadi bingung, dia langsung pergi saja atau tetap menunggu.

"Duh, apa Devano sudah sibuk? Jangan-jangan ...." Rosia melebarkan matanya. "Jam 8 harusnya jam kantor, jadi ... ah, Devano sudah ke kantor, dong."

Benar juga! Sangat mungkin Devano sudah berangkat saat sopir menjemput Rosia dan membawanya ke mansion.

Rosia tidak mau menunggu lagi. Dia akan bilang ke sekuriti saja dia harus pergi. Tidak perlu menunggu apa-apa karena urusan Rosia sudah selesai di mansion itu.

Rosia pun beranjak meninggalkan ruang tamu paling besar yang Rosia pernah lihat, lalu dia berjalan ke arah gerbang, ke pos penjagaan mansion.

"Permisi, Pak. Saya harus berangkat ke kantor. Mohon sampaikan ke Nyonya Erlina atau Ibu Kepala Pelayan, saya pamit." Rosia bicara pada dua sekuriti yang ada di pos depan.

Dendam Terbelenggu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang