Bab 3 : Sang Pembawa Malapetaka

8 5 4
                                    

Malam sudah merambat, dan jalanan dipenuhi cahaya lampu yang berkelip. Di dalam sebuah mobil sedan yang melaju dengan tenang, seorang wanita duduk dengan gaya santai, melipat satu kakinya di atas paha.

Wajahnya samar, hanya mata indahnya yang tampak, menatap tajam ke luar jendela mengikuti setiap lekuk jalan yang dilalui.

Mobil itu bergerak perlahan, sesekali melintasi papan nama jalan yang samar dalam kegelapan malam. Suasana di dalam mobil tenang, hanya terdengar suara mesin yang berdenyut lembut dan lagu latar yang mengalun pelan.

Wanita itu mengambil napas dalam-dalam, mencoba merasakan kebebasan yang dia cari. Matanya terus menelusuri jalan raya, seolah ada sesuatu di ujung sana yang menarik perhatian. Ia berpikir tentang tujuan perjalanannya, tentang semua yang ditinggalkannya, dan semua kemungkinan yang menanti di depan.

"Ke mana kita sebenarnya?"

Sopir yang duduk di kursi depan menoleh sekilas, menatapnya melalui kaca spion. "Ke tempat yang kamu inginkan. Tenang saja, kita hampir sampai, Nona."

Wanita itu mengangguk pelan, meski senyum tipis tak kunjung muncul. Dia kembali fokus pada jalanan, memperhatikan lampu-lampu jalan yang berkelip bagaikan bintang-bintang di langit.

"Sepertinya jalan ini sepi. Apa malam ini selalu sepi begini?" tanya wanita itu lagi, mencoba membuka percakapan.

"Kadang. Tergantung tempatnya," jawab sopir. "Tapi sepi bukan berarti kosong. Setiap jalan punya cerita."

Dia terdiam sejenak, merenungkan kata-kata sopir. Senyum miring tercetak di bibirnya saat menyahut jawaban sopir. "Benar, cerita yang kadang kita tidak tahu."

Mobil melaju semakin jauh, menembus kegelapan malam. Wanita itu kembali menatap jalan dengan harapan, matanya berbinar saat dia membayangkan apa yang akan terjadi setelah mereka sampai. Momen yang dinantikannya, perjalanan yang akan mengubah segalanya.

Beberapa saat kemudian, mobil itu berhenti di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Pintu-pintu kaca berukir dan taman yang terawat rapi menyambutnya, menciptakan suasana yang anggun namun misterius. Wanita itu membuka pintu mobil dengan hati-hati, mengatur langkahnya.

Dia melangkah keluar, dan saat kakinya menyentuh tanah, beberapa orang berjas hitam segera mendekatinya. Mereka bergerak dengan sigap, mengawal setiap langkahnya menuju pintu utama.

Setibanya di depan pintu, salah satu dari orang-orang berjas itu membukakan pintu dengan sopan. Wanita itu melangkah masuk ke dalam rumah, merasakan nuansa mewah yang menyelimuti ruangan. Lampu gantung berkilau, menerangi interior yang dipenuhi karya seni dan furnitur mahal.

Di dalam, seorang pria berusia pertengahan, berpakaian rapi dan berkarisma, berdiri menunggu di tengah ruang tamu.

"Selamat datang," sapa pria itu dengan suara berat dan penuh wibawa. "Saya sudah menunggu kedatanganmu."

"Terima kasih telah mengundang saya," jawabnya, suaranya bergetar meskipun dia berusaha terdengar percaya diri.

"Silakan duduk," ujar pria itu, mengisyaratkan sebuah kursi yang terletak di depan meja kayu yang megah. Wanita itu berjalan perlahan, duduk dengan hati-hati.

Pria itu melangkah mendekat, duduk di seberangnya.

"Saya yakin perjalanan ini tidak mudah bagimu. Kita punya banyak hal yang perlu dibicarakan, ya."

"Iya, Tuan. Saya tahu. Ada banyak hal yang perlu saya jelaskan," jawab wanita itu dengan ekspresi wajah yang tenang layaknya air.

Senyum miring terukir di bibir pria itu saat melihat ekspresi wajah seorang wanita di depannya. "Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu saat berada di penjara, Johanna?"

Another Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang