Alarm sudah berbunyi untuk kedelapan kalinya, dan untuk kedelapan kalinya aku mematikannya tanpa bangun dari tempat tidur.
Brak
Kudengar pintu kamar dibanting, ada yang masuk.
"Kak Belle, bangun dong, berisik tau alarm lo!"
"Lima menit lagi," ucapku dengan mata yang masih terpejam, sambil mengusap sisa air terjun yang mengalir dari mulutku.
"Jorok banget lo jadi cewek! Gue gak percaya lo bisa bangun lima menit lagi!"
"Nah, ntar aja nggak bisa bangun, apalagi sekarang."
Dutt ddutt
Tidak disangka, dia sengaja buang angin di depan wajahku. Lalu, apa dia pikir aku akan bangun?
Oke, ternyata aku tidak tahan. Aku langsung duduk sambil menutup hidung. "Buset, bau banget!"
Kulihat adikku terbahak, aku segera berdiri ingin menendangnya, tapi dia sudah lari keluar.
Aku menggerutu, "Awet banget baunya, kayak telor busuk."
Aku tidak langsung bersiap-siap, lebih memilih untuk lanjut tidur. Dari awal bukan aku yang mengatur alarm, itu adikku. Jadi aku benar-benar tidak peduli.
"Astaga, Belle!" pekikan seorang wanita dari depan pintu membuatku terlonjak. "Belle, kenapa baju putih kamu kotor begitu?" Wanita itu bicara dengan kilatan di matanya.
"Apa, sih, Ma?" tanyaku santai.
Mama mengangkat seragam yang tergeletak di lantai, menatapnya dengan pandangan jijik. "Pulang sekolah nanti, kamu harus langsung cuci baju!"
"Mama berisik, cuci baju kan tugas bude."
"Sejak kapan itu tugas bude? Pokoknya kamu harus cuci sendiri. Sekarang, cepat siap-siap ke sekolah!"
"Iya, bawel banget, sih."
Merasa tidak ada pilihan lain, aku beranjak menuju kamar mandi yang ada di sebelah kamar dengan langkah kaki yang gontai.
"Belle, sprei kamu juga harus dicuci."
Aku langsung berhenti melangkah dan berbalik arah saat mendengar kalimat itu. Memang, spreiku sudah sangat risih dan kotor terkena serpihan makanan. "What? Mom, are you kidding me?" tanyaku tak percaya.
"I'm serious, Belle."
"But, I can't."
"See if I care." Mama melengos pergi dari kamarku, membuatku kesal setengah mati.
"Ah, bodo amat!" sungutku, selagi berjalan menuju kamar mandi.
Aku hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk mandi, dan memakai seragam dengan atribut lengkap.
Sekarang aku berdiri di depan kaca kamar, melihat pantulan diriku di sana, lalu menyisir rambut hitamku yang cukup lebat. Aku baru saja mengubah modelnya kemarin lusa, menjadi wolf cut dengan panjang yang sedikit melebihi bahu.
Aku yang sudah selesai bersiap-siap, segera mengambil handphone yang sedang di-charge, mengambil kunci motor dari dalam laci nakas, dan turun ke lantai bawah.
"Ma, aku berangkat dulu, ya," pamitku sambil menyembunyikan kunci motor dalam genggamanku.
"Belle ...."
"Iya, Ma?"
"Kamu pikir bisa bohongin mama? Sini kunci motor kamu, biar mama yang simpan."
"Oh ... c'mon, Ma. Aku gak bisa terus-terusan naik kendaraan umum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Zavian
Teen FictionUntukmu, lelaki pemilik tatapan sedalam samudera dan senyuman sehangat mentari. Aku tak pernah lupa dengan awal pertemuan kita yang tidak baik-baik saja, rasanya saat itu aku baru saja mengalami bencana besar. Sampai pada akhirnya takdir kembali mem...