Hari Sabtu pagi seperti ini, biasanya aku masih tidur, tetapi sekarang aku harus pergi ke rumah Carissa. Rumah kami tidak berjauhan, cukup berjalan kaki sekitar 20 menit untuk sampai ke sana.
Lingkungan rumah Carissa berbeda denganku. Aku tinggal di perumahan kecil, sedangkan dia, entah apa menyebutnya, perkampungan? Yang pasti rumah-rumah di sana lebih padat, di sana juga ramai, terutama oleh anak-anak.
"Halo, kakak."
"Kakak manis banget."
"Kakak mau kemana?"
Beberapa anak kecil memanggilku, beberapa sedang bermain anak ayam, dan yang lain bermain bebek. Iya, di sini banyak yang memelihara unggas.
Aku sangat malas kalau harus ke rumah Carissa, tidak, bukan karena ada kotoran hewan berceceran dimana-mana, masalahku ada di depan sana.
"Kiw, cewek."
"Neng, mau sama yang ini gak?"
"Cantik banget, Dek. Mau dianter pulang gak?"
Ini dia, sekumpulan lelaki yang taunya hanya menggoda perempuan manis sepertiku. Seakan-akan belum pernah melihat perempuan seumur hidup, yang mereka lakukan adalah melihatku dari ujung rambut sampai ujung kaki sambil bersiul. Heran, kenapa lelaki jelek justru seringkali kebanyakan tingkah. Menjengkelkan.
Aku tersentak saat tiba-tiba merasakan genggaman seseorang di pergelangan tanganku, aku langsung menghempasnya, tapi dia kembali menggenggamku.
"Diam, nanti mereka makin godain kamu."
Aku menoleh dengan cepat, sedikit mendongak untuk melihat lelaki yang barusan bicara dengan suara tak asing. Zavian.
Aku lebih memilih diam, terlebih setelah melihat Zavian yang menatap mereka dengan sorot tajam, sehingga mereka mendadak bungkam. Panjang sekali mereka berbaris di sini, sangat mengganggu pemandangan.
"Cie cie ... ada yang gandengan padahal gak lagi nyebrang."
Aku yang mendengar Carissa bicara langsung menarik tanganku kembali, aku tidak sadar sudah sampai di depan rumahnya dengan tangan yang masih digenggam Zavian.
"Maaf, aku gak sengaja," lirih Zavian.
"Mana ada gak sengaja? Keliatan banget modusnya," celetuk Arkan yang dari tadi berdiri di samping Carissa.
"Dua Zavian memperebutkan cinta seorang Belle, siapa yang kira-kira menang? Nanti gue sama yang kalah aja gapapa," Carissa senyum-senyum tak jelas, membuatku menatapnya sinis.
Aku mengangkat tinggi kantong kresek putih yang ada di tanganku. "Berisik lo pada, ayo cepet kerkom, gue udah bawa bahan yang kalian suruh."
"Eh ... ayo silahkan masuk, kita langsung mulai aja, ya." Carissa masuk lebih dulu ke rumahnya, dan langsung menuju dapur.
Hari ini kami harus masak, dan membawa hasilnya ke sekolah untuk dijual sore nanti. Ini adalah tugas kelompok tata boga yang baru saja diberikan kemarin. Kenapa kita harus menjualnya di sekolah pada hari libur? Karena hari ini ada pertandingan olahraga antar sekolah khusus untuk kelas 12.
"Belle, lo beli daging ayam atau sapi jadinya?" tanya Arkan.
"Sapi, dong, biar maknyos," jawabku.
"Oke, sekarang kita siapin bahan yang buat diblender dulu," kata Carissa.
"Gue gak ikutan, gak bisa megang daging sapi," ucapku sebelum mereka menyuruhku melakukan tugas ini.
Arkan yang sedang menyiapkan bahan satu persatu, berhenti melakukannya dan melihatku sambil tersenyum. "Bukan cuma gak bisa megang, tapi emang gak bisa masak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Zavian
Teen FictionUntukmu, lelaki pemilik tatapan sedalam samudera dan senyuman sehangat mentari. Aku tak pernah lupa dengan awal pertemuan kita yang tidak baik-baik saja, rasanya saat itu aku baru saja mengalami bencana besar. Sampai pada akhirnya takdir kembali mem...