12. Teman

23 16 1
                                    

Sebenarnya kapan aku bisa keluar dari tempat yang bagaikan penjara ini? Bisa-bisa aku mati kebosanan. Lagi-lagi yang kulakukan hanya duduk sambil makan, untungnya makan sebanyak apapun, aku tidak bisa gendut.

Aku benar-benar sendirian di sini, tidak ada pasien lain yang bisa kuajak bicara seperti hari sebelumnya. Aku ingin merepotkan seseorang untuk menemaniku malam ini, tapi ... siapa?

Eh ... iya juga. Aku langsung mengambil HP-ku setelah terlintas satu nama di kepalaku, orang ini sepertinya bisa. Tidak pakai lama, aku segera menghubunginya, tersambung.

Triring triring

Aku menoleh ke sumber suara, lalu mataku melebar begitu saja setelah mengetahui suara itu berasal dari HP seseorang yang baru membuka pintu ruanganku.

Lelaki itu menghampiriku. "Kenapa kamu nelpon aku?"

"Gabut," jawabku jujur.

"Sekarang aku cuma dijadiin bahan gabut, tapi gapapa, tetep ada kemajuan."

"Lo jangan ngomong gitu, dong, gue jadi gak enak, nih ...."

"Iya-iya. Maaf kalo aku dateng kemaleman, aku ada urusan tadi."

"Lo dateng di waktu yang tepat, kok."

"Maaf, Belle, aku gak bawa apa-apa ke sini."

"Lo gak perlu bawa apa-apa. Liat, tuh, jajanan gue masih banyak banget. Lo kalo mau ambil aja."

Zavian hanya mengangguk, lalu duduk di kursi dekat meja. Sekarang aku sedikit salah fokus dengan satu tas yang ada di punggungnya, dan satu tas yang ada di tangannya, kenapa sepertinya dia memiliki banyak barang bawaan?

"Apa itu?" tanyaku.

Zavian membuka tasnya. "Baju sama buku buat besok, aku nginep di sini."

"Hah?"

Aku tidak bisa menahan rasa terkejutku, bahkan tubuhku sampai sedikit terlonjak.

"Aku udah izin sama mama kamu."

Aku menganga tak percaya, dia ini pasti hanya bercanda, 'kan?

"Bercanda, ya? Gak lucu lo!"

"Aku serius, malah mama kamu bawain karpet sama bantal kecil, kalo gak percaya coba aja tanya mama kamu."

Aku masih ingin menyangkalnya, tapi tidak bisa kulakukan setelah melihat apa yang sedang Zavian lakukan. Zavian mengeluarkan dua benda yang baru saja disebutkannya, dan jelas sekali itu punya adikku.

"Gue gak nyangka mama lakuin ini, minimal Arkan yang nginep, kenapa jadi anak ini?" gumamku.

"Kamu ngomong apa, Belle?" tanya Zavian yang sedang menggelar karpet di sebelah kiri brankar, dekat meja.

Aku tak menjawab ucapannya, aku memilih menelpon mama.

"Halo, Ma. Mama serius nyuruh Zavian nginep di sini? Aku berdua sama cowok, loh, Ma. Mama gak khawatir sama aku?" tanyaku begitu telpon diangkat.

"Mama gak nyuruh, Zavian yang minta izin nyampe maksa mama sama Elvian."

"Elvian mana, Ma? Aku mau ngomong."

Setelah bertanya dimana adikku, terdengar suara langkah kaki, sepertinya mama sedang mencarinya.

"Ini gue, Kak. Kenapa?"

"Lo serius izinin dia pake barang lo buat nginep di sini? Tega banget lo, biasanya lo gak pernah bolehin gue berduaan selain sama Arkan," keluhku.

"Dia cowok yang pernah nganterin lo pulang, 'kan? Sesama cowok, gue tau mana yang tulus, sama yang cuma ada maunya," balas adikku. Aku mendengar dia sedang mengunyah.

Dear ZavianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang