Pagi ini aku sudah sarapan, dan selesai bersiap untuk berangkat sekolah, tapi ada satu masalah. Bagaimana caraku pergi ke sana? Bude tidak bisa naik motor, mama sudah berangkat kerja, El berangkat dengan temannya.
Kalau naik Transjakarta, aku takut bertemu dengan pria itu lagi. Mengendarai motor sendiri, aku tetap takut berpapasan dengannya. Sepertinya lebih baik naik TJ, kalau naik motor sendiri, aku takut terkejut jika bertemu dengannya, lalu malah kecelakaan.
Bagaimanapun, aku tetap tidak yakin dengan pilihanku. Aku masih berpikir, sambil berjalan bolak-balik di depan pintu rumah, sampai akhirnya aku sadar akan sesuatu.
"Dih, kenapa gue bingung? Kan, tinggal naik ojek online. Gue gak bakal kekurung di satu tempat bareng dia, dan gue gak perlu naik motor sendiri."
Aku baru saja menyalakan HP-ku, sebelum akhirnya ada suara lelaki yang memanggilku dari depan gerbang rumah.
"Selamat pagi, Belle!"
Aku yang mengenal suara teman baruku itu, langsung beranjak untuk membuka gerbang.
"Lo mau ngajak gue berangkat bareng?" tanyaku dengan semangat setelah menemuinya."Iya, aku takut ada kejadian kayak waktu itu," jawab si lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Zavian.
"Kejadian waktu itu?"
"Kamu tiba-tiba keringet dingin, kayak orang ketakutan."
Ah ... kejadian itu rupanya.
"Ya udah, bagus ada lo, ayo berangkat bareng," ucapku setelah menutup kembali gerbang rumahku.
Kami berjalan beriringan, tapi tidak ada perbincangan sama sekali. Akhirnya aku memilih membuka suara lebih dulu. "Zavian, makasih, ya. Donatnya enak."
"Kamu suka? Martabaknya gimana?"
"Suka, dua-duanya enak!"
"Lain kali, kamu mau dibawain apa lagi?"
Aku yang mendengar Zavian bicara begitu, langsung menatapnya tak percaya.
"Serius lo mau beliin gue lagi? Nanti kalo duit jajan lo kurang, gimana?" tanyaku basa-basi.
"Aku bisa atur keuangan, kok. Kamu kasih tau aja, selain matcha sama keju, kalian suka apa lagi?"
Aku menatap Zavian dengan mata berbinar. "Kalo gitu gue ma–"
"Belle!" Seseorang baru saja memanggilku, membuat ucapanku terputus.
Kami berhenti melangkah, dan segera menoleh. Arkan yang memanggil, dia berhenti tepat di sampingku dengan motornya.
"Kenapa lo jalan kaki?" tanya Arkan.
"Kan, gue mau naik TJ."
"Lo baru sembuh, naik motor sama gue aja, ya?"
"Gue gak mau ngerepotin lo, gue bareng Zavian aja."
Arkan tidak membalas ucapanku, dia turun dari motornya. "Lo yakin mau berangkat bareng dia? Mending juga naik motor. Kalo jalan kaki capek."
"Gue yakin, biasanya juga gue jalan kaki."
"Sebelum-sebelumnya kondisi lo lagi sehat, kalo sekarang lo baru sembuh. Terus, kenapa hari ini lo jalan berdua sama dia? Biasanya juga sendiri. Udah, lo berangkat sama gue aja biar cepet, mendung banget ini, nanti lo kehujanan."
Aku heran dengan Arkan, dia sedikit aneh. Dia terus bicara padaku, tapi tatapan matanya malah mengarah ke Zavian.
"Gue ga–"
Belum juga selesai bicara, Arkan langsung menarikku begitu saja, berjalan ke arah motornya.
"Zavian, lo berangkat sendiri gapapa, 'kan?" tanya Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Zavian
Teen FictionUntukmu, lelaki pemilik tatapan sedalam samudera dan senyuman sehangat mentari. Aku tak pernah lupa dengan awal pertemuan kita yang tidak baik-baik saja, rasanya saat itu aku baru saja mengalami bencana besar. Sampai pada akhirnya takdir kembali mem...