Bab 6: Offering Letter

682 85 1
                                    

Senin pagi, Seno datang dengan bersemangat ke kantor. Hari ini dia akan mendapatkan jawaban dari Retna. Dia sudah menguatkan hati dengan apapun keputusan yang akan Retna ucapankan. Kalaupun hari ini dia ditolak, Seno merasa dia masih punya banyak kesempatan lain untuk membuat Retna melihat dirinya sebagai pria yang layak. Sebelum janur kuning melengkung, kesempatan itu masih terbuka lebar untuk Seno.

Sesampainya di kantor, Seno langsung menuju ke ruangan Retna. Sayangnya Retna tidak ada di sana. Setelah menanyakan kepada beberapa orang, Retna ternyata sedang persiapan rapat di lantai 38. Seno memutuskan untuk segera menuju ke sana, mudah-mudahan dia masih sempat menagih jawaban dari Retna sebelum rapatnya dimulai. Sayangnya rapat yang dipimpin Retna sudah dimulai saat Seno sampai di sana.

Seno kembali ke kubikal kerjanya dengan sedikit rasa kecewa karena dia belum sempat mendapatkan jawaban dari Retna.

"Mas Seno." Seseorang memanggil namanya, Seno melirik dan melihat ada anak baru yang sedang ditempatkan untuk orientasi di timnya dia. "Boleh ganggu sebentar?"

Seingat dia nama anak baru ini Dyana. "Iya, kenapa Dy?" Tanya Seno mencoba ramah, walau dalam hati dia sedikit uring-uringan. Satu orang lagi yang memilihnya memanggil Mas, tapi bukan Retna. 

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Seno

"Ini Mas, untuk pekerjaan yang dikasih ke saya Jumat lalu." Dyana terlihat agak sungkan bertanya kepada Seno. "Ada beberapa yang belum saya pahami dengan baik alurnya. Boleh minta tolong dijelasin lagi?" Tanyanya.

Menarik nafas panjang, Seno mencoba bersikap profesional, jawaban dari Retna masih bisa dia tunggu, sekarang dia harus membimbing juniornya dulu untuk menyesuaikan diri dengan ritme dan alur kerja di kantor.

****

Menjelang istirahat makan siang, Seno melihat Retna baru keluar dari lift dan akan menuju ke ruangannya. Hari ini, Retna mengenakan setelan blazer berwarna lavender yang dipadu dengan celana panjang A line high waist berwarna senada dengan stiletto berwarna putih. Rambut hitam panjangnya diikat low ponytail  sederhana dengan beberapa helai rambut yang dibiarkan terurai di bagian depan wajahnya. Seno dengan langsung memotong jalan Retna untuk meminta jawabannya.

"Bukan sekarang." Retna langsung menjawab bahkan sebelum Seno membuka mulutnya, "Temui saya di ruangan nanti sore jam 6." Seno mendengar otoritas di nada suara Retna, Retna yang ada di hadapannya sekarang adalah Retna mode Iron Lady. Panggilan formal 'saya' 'anda' adalah warning untuk bersikap profesional.

Paham betul bagaimana pola dan sikap kerja seniornya ini, Seno langsung menyingkir dan membiarkan Retna lewat. Mau dirayu seperti apapun kalau Retna sudah bertitah jam 6 sore, jawabannya baru akan diterima jam 6 sore. Sekali lagi, Seno harus bersabar menunggu jawaban Retna.

****

"Coding sesimple ini aja kamu gak ngerti?" Seno meninggikan suaranya ke arah Dyana. Imbasnya hampir semua orang yang sedang berada di ruangan itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Semua orang kaget mendengar suara keras Seno, biasanya Seno adalah orang yang paling sabar menghadapi anak magang atau anak baru. Dia tidak pernah marah, selalu bersikap asyik, makanya dia selalu jadi Senior paling populer.

Jam dua siang, Dyana kembali bertanya kepadanya, hal yang sudah dia jelaskan tadi pagi. Biasanya dia akan bersikap sabar, tetapi kondisinya hari ini benar-benar membuatnya bersumbu pendek. Jadi ketika Seno merasa harus menjelaskan hal yang sama dua kali, emosinya langsung naik.

Dyana menunduk dihadapan Seno. Dia kaget dibentak seniornya yang dikenal ramah dan baik hati.

"Dy, kamu ikut saya sekarang." Tidak berapa lama kemudian, Arial menghampiri mereka berdua dan membawa Dyana pergi dari hadapan Seno. Sekilas, Seno bisa melihat mata Dyana berkaca-kaca saat berdiri mengikuti Arial. Seketika itu juga Seno langsung merasa bersalah, tidak seharusnya dia menyalurkan emosinya kepada orang lain. Apalagi kepada anak baru.

Cinta itu kubikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang