Bab 24: Implantasi

706 88 17
                                    

Mereka benar-benar berkonsultasi ke psikolog untuk membahas permasalahan pernikahan mereka. Seno dan Retna datang ke psikolog yang direkomendasikan oleh dokter Anna. Kurang lebih mereka mendapatkan sesi curhat sekitar satu jam bersama psikolog.

Hasilnya seperti dugaan mereka, Retna ternyata menyimpan trauma dengan pernikahan pertamanya dan dia memproyeksikan pernikahan keduanya akan berjalan sama dengan pernikahan pertamanya kalau dia tidak bisa memberikan Seno anak.

Dari sesi konsultasi ini, Seno juga baru tahu kalau ternyata keluarga mantan suaminya sudah tahu Dimas punya anak bersama perempuan lain dan mereka menutupinya dari Retna. Itu semua dia ketahui setelah Dimas dimakamkan dan ada perempuan yang ikut menangisi kematian Dimas. Perempuan itu datang dengan menggendong bayi yang usianya baru beberapa bulan. Tante Karin sendiri yang memperkenalkan bayi itu sebagai cucunya.

Retna tidak pernah menceritakan ini pada ayah atau keluarganya, karena dia tidak mau membebani pikiran ayahnya. Dikhianati oleh suami dan keluarga suaminya, Retna menanggung semuanya sendiri, dan tanpa dia sadari sikapnya ini membuat trauma yang dialaminya semakin besar.

Sesi terapi mereka bersama psikolog jelas banyak membantu kehidupan mereka karena terapi ini membuat Retna sadar kalau dia sedang 'sakit', karena sakit dia harus diobati, dan setelah sumber penyakitnya diketahui berasal dari mana, penyakit itu semakin mungkin untuk disembuhkan.

Obsesinya dengan memiliki anak memang bersumber dari ketakutannya untuk ditinggalkan. Setelah Retna sadar dan mengakui ini, dia menjalani program kehamilannya dengan lebih pasrah. Dia melakukannya tanpa beban, Retna belajar melepaskan kalau ada sesuatu yang tidak bisa dia kontrol. Dimas yang berpaling dan meninggalkannya bukan sesuatu yang dia kontrol.

Dia tidak bisa punya anak adalah sesuatu yang tidak bisa dikontrol dan itu bukan kesalahan dia. Retna mulai belajar hidupnya mungkin tidak berjalan sesuai impiannya dan semua akan baik-baik saja.

Saran Seno untuk menemui psikolog adalah salah satu ide terbaik yang pernah Seno berikan, dan mungkin karena Seno menemaninya selama sesi terapi itu, Retna dengan mudah membuka hatinya kepada psikolog, dia merasa berada di ruang nyaman bersama orang yang paling dia percaya. Lalu karena dia mau 'sembuh', sesi konsultasinya pun berjalan lancar.

Lalu, karena dia mulai belajar melepaskan, dia juga sudah tidak stress dengan promil yang sedang dia jalani. Retna sudah ikhlas kalau dia tidak bisa punya anak, dia masih akan mengikuti semua saran dari dokter, tetapi dia tidak akan memusingkan lagi hasil akhirnya seperti apa.

Kalaupun nanti dia harus melakukan prosedur bayi tabung, IVF pun tidak bisa menjanjikan kesuksesan 100%. Untuk melakukan IVF, sel telur Retna juga harus memiliki ukuran dan kualitas yang bagus. Dan pasti akan ada usaha lagi untuk membuat sel telurnya layak untuk dibuahi. Dia akan berusaha, tetapi sekarang dia sudah siap menerima kalau mungkin pada akhirnya nanti telurnya tetap akan bermasalah, kalaupun inseminasi buatan berhasil dilakukan, masih ada kemungkinan transfer embrionya gagal.

Semua itu adalah sesuatu yang tidak bisa Retna kontrol. Semua itu sebuah konsep yang sangat sederhana, tetapi ternyata belum bisa Retna terapkan dan terapi bersama psikolog juga keberadaan Seno yang terus mendampinginya membuatnya bisa menerima semuanya.

Hubungan suami istri mereka tidak lagi dibayangi dengan tuntutan ingin memiliki anak. Kalau sebelumnya mereka sampai detail memikirkan posisi terbaik apa yang memaksimalkan terjadinya pembuahan, sekarang mereka melakukannya murni karena melepas hak dan kewajiban masing-masing.

Seperti kata Seno, mereka bisa menjadi kakek dan nenek bersama-sama, hanya berdua. Mereka bisa menjadi paman dan bibi keren yang memanjakan keponakan mereka. Kalau siap, mereka bisa mengadopsi anak. Semuanya ada solusinya, dan Retna masih bisa hidup tanpa memiliki anak.

Cinta itu kubikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang