Andre duduk di ruang rapat, memperhatikan presentasi tentang pusat pelatihan seni yang akan dia kelola sebagai bagian dari tanggung jawab sosial keluarga Hartono.
Layar besar di hadapannya menampilkan rancangan gedung yang modern dan elegan. Di meja, ada dokumen penuh dengan detail rencana proyek, termasuk anggaran, sasaran, dan dampak sosial yang diharapkan.
Kepala tim yayasan, seorang wanita paruh baya bernama Ibu Rina, berbicara dengan penuh semangat tentang proyek ini.
"Pak Andre, pusat pelatihan ini akan menjadi salah satu bentuk kontribusi nyata dari keluarga Hartono terhadap masyarakat," ujar Ibu Rina. "Kami berharap tempat ini bisa menjadi rumah bagi seniman muda, tempat di mana mereka bisa mengembangkan bakat dan berkarya."
Andre tersenyum kecil, merasa senang mendengar rencana ini. Namun, dia masih punya beberapa pertanyaan.
"Proyek ini kelihatannya sangat ambisius," kata Andre sambil menatap Ibu Rina. "Tapi saya ingin tahu lebih lanjut tentang bagaimana kita bisa memastikan bahwa pusat pelatihan ini benar-benar bisa membantu mereka yang membutuhkan. Saya nggak mau ini hanya menjadi proyek yang terlihat bagus di permukaan, tapi tidak memberikan dampak nyata."
Ibu Rina mengangguk penuh pengertian.
"Itu adalah kekhawatiran yang valid, Pak Andre. Kami telah merencanakan beberapa program yang tidak hanya melibatkan pelatihan seni, tetapi juga pengembangan keterampilan manajemen dan pemasaran untuk para seniman muda. Tujuannya adalah agar mereka tidak hanya bisa berkarya, tapi juga bisa memasarkan karya mereka dan mandiri secara finansial."
Andre menyandarkan punggungnya di kursi, berpikir sejenak.
"Bagus. Tapi bagaimana kita memilih seniman yang tepat? Saya ingin memastikan bahwa mereka yang benar-benar berbakat dan membutuhkan yang mendapat kesempatan ini."
Ibu Rina tersenyum.
"Kami akan bekerja sama dengan komunitas seni lokal dan beberapa sekolah seni terkemuka untuk mengadakan audisi terbuka. Semua orang yang berminat bisa mendaftar, dan kami akan menilai mereka berdasarkan bakat serta kebutuhan mereka. Kami juga ingin memberi kesempatan kepada mereka yang mungkin belum memiliki akses ke pelatihan seni formal."
Andre mengangguk puas.
"Oke. Saya setuju dengan pendekatan itu. Pastikan semuanya transparan, ya. Saya ingin proyek ini memiliki integritas yang tinggi."
Tim yayasan yang duduk di sekeliling meja mengangguk setuju, tampak lega dengan dukungan Andre. Mereka semua tahu bahwa Andre baru dalam peran ini, tapi sejauh ini, dia menunjukkan dedikasi yang kuat untuk mengelola kekayaan keluarga dengan bijak.
Tiba-tiba, Hugo, yang berdiri di dekat pintu, berdehem pelan dan mendekati Andre.
"Maaf, Tuan Andre. Ada sesuatu yang mungkin Anda perlu lihat. Ini tentang salah satu proyek properti yang baru saja diselesaikan oleh perusahaan."
Andre menatap Hugo dengan ekspresi penasaran.
"Apa itu?"
"Proyek properti di pusat kota. Ada laporan bahwa ada masalah dengan bangunan yang baru saja selesai. Beberapa media sedang meliputnya dan menyebut ada keluhan dari warga sekitar," jelas Hugo.
Andre mengerutkan kening.
"Masalah seperti apa?"
Hugo menyerahkan tablet kepadanya.
"Bangunan itu diduga melanggar beberapa regulasi tata kota. Warga lokal mengatakan bahwa bangunan itu menghalangi akses mereka dan menciptakan masalah lingkungan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Graceful Heir
Teen FictionSeorang pria muda dari keluarga biasa tiba-tiba transmigrasi menjadi pewaris tunggal. "Seperti di film-film?" "Mungkin tidak sejauh itu, tapi bisa jadi, iya" "Wah, selamat datang di dunia nyata!" "Masih mau piknik lagi?"