Bab XIV [•] Dokumen.

12 5 0
                                    

Dari : Haken Stryke.

Aku tahu hal ini tidak bisa kau senangi langsung, aku tahu tindakanku ceroboh. Setidaknya aku tahu identitas aslinya, dia memakai identitas palsu. Tentu aku tidak akan meminta maaf untuk ini, tapi makasih atas bantuan timmu minggu kemarin.

Sepertinya kau sudah tahu dari Emma, jadi aku tidak perlu menceritakan kondisiku saat panik dulu, kan?

Aku tiba di Hotel Velino sekitar pukul 20:00 untuk mencari seseorang bernama Ella Kudonta, namun tidak menemukannya.

Di Hotel Velino, listrik tiba-tiba padam. Sepertinya ini ulahnya, sangat parasit.

Ketika nama Alia Stryke muncul, aku langsung merasa curiga. Aku pun memutuskan untuk pergi ke Hotel Dongtan setelah tidak menemukan jejaknya di Velino. Aku saat ini tidak bisa memberitahu siapa Alia.

Sesampainya di Hotel Dongtan, aku bertemu dengan Alia yang terlihat terkejut melihatku. Tanpa berkata apapun, dia langsung kabur dan aku mengejarnya melewati lorong hotel.

Selama pengejaran, Alia menggunakan kekuatan Shatter untuk menghancurkan sebagian pondasi gedung, membuat bangunan tersebut hampir runtuh. Sementara orang-orang di hotel berusaha menyelamatkan diri. Maafkan aku yang tidak sempat menyelamatkan mereka.

Akhirnya, kami sampai di balkon. Alia terus menyerangku. Ketika aku tergelincir dan menggantung di pinggiran balkon, Alia menendang tanganku, membuat aku terjatuh. Saat jatuh, aku masih sempat melihatnya tersenyum tipis sebelum menghilang dari pandangan.

Sekedar memberitahu, shatter adalah kekuatan memecahkan sesuatu menjadi pecahan berbentuk serpihan kaca. Seingatku, bisa digunakan dalam bentuk apapun, bahkan ingatan.

Kepada : Armas Halonen.

Semenjak surat tersebut dikirim ke kantor polisi, belum ada surat yang datang kepada sang jurnalis.

Haken terbaring di ranjang rumah sakit, tubuhnya masih terasa lemah setelah kejadian di Hotel Dongtan. Matanya memandang langit-langit, pikirannya terus memutar ulang momen-momen terakhir di balkon.

Alia, adiknya, menendangnya hingga jatuh. Meskipun tubuhnya penuh luka, yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa Alia, satu-satunya keluarganya yang tersisa, benar-benar tidak peduli.

Di samping kasur, wanita berkacamata sedang menguliti sebuah apel digenggaman tangan kirinya. Mata merah redupnya tidak berpaling dari apel tersebut.

Di dalam pikirannya, ia terus bertanya-tanya dengan cara berpikir rekannya satu ini. Seumur hidupnya, ia baru pertama kali berjumpa dengan orang gegabah sepertinya. 'Untung saja kau berteman dengan Armas.'

Matanya tiba-tiba melebar, ia teringat sesuatu yang harus diberikan pada Haken. Ansa meletakkan apel dan pisau di meja sebelahnya, kemudian merogoh ransel di bawah kursi yang ia duduki.

Tangannya berhasil mengeluarkan secarik dokumen fotokopi dan menaruhnya di kepala Haken yang sedang termenung.

Kesadaran Haken akhirnya kembali, ia menatap bingung ke Ansa sembari mengambil dokumen tersebut.

"Apa ini?" Kedua matanya perlahan membaca ratusan kalimat di atas kertas itu.

"Aku tidak sengaja menemukannya. Kau pernah bilang, kau punya adik bernama Alia, kan?" Jawab Ansa kembali mengupas apel.

Pembalasan [ THE END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang