Suara dengungan mesin dan langkah kaki para pekerja bergema di udara. Emma dan Ansa bersandar di salah satu pohon, mengamati dari kejauhan. Laboratorium VitalStatis jauh lebih besar dari yang mereka kira, dan penuh dengan penjaga di setiap sudut. Jantung sang psikolog berdetak semakin cepat setiap kali seorang penjaga lewat, ini pertama kalinya ia senekat itu.
Mereka perlu mencari celah, kedua mata merah Ansa mengamati sekitar, layaknya burung gagak. Di sudut ruangan, ia melihat tumpukan barang yang bisa dijadikan pengalih perhatian.
Tanpa ragu, Ansa melemparkan sebuah batu berukuran sekepal tangan setinggi mungkin ke arah sana, membuat suara bising yang cukup keras untuk menarik perhatian beberapa penjaga. Suara benda jatuh itu berhasil memecah fokus para penjaga, membuat mereka bergegas memeriksa sumber suara. Mereka kemudian masuk ke dalam wilayah laboratorium luar, sampai pada dinding putih yang menjulang tinggi.
"Bagus!" ujar Emma lega dapat mengalihkan perhatian mereka.
Ansa melirik Emma kemudian memandang pintu di sampingnya, mengisyaratkan Emma untuk masuk bersama. Tepat ia hendak menarik gagang pintu, pintu itu terdorong duluan, dua pekerja keluar bersamaan. Emma yang melihatnya hendak menarik Ansa menjauh.
Namun, Ansa sudah lebih dulu bertindak. Stun gun yang ia bawa sejak awal dinyalakan, segera menekannya pada salah satu pekerja di depannya.
BZZZZT!
Tubuh pekerja itu mengejang, tangannya refleks menarik rekannya. Membuat mereka berdua tersengat listrik bersama, kedua pupil mereka lenyap dan tubuh mereka tersungkur di atas lantai. Stun gun terlepas dari tubuh mereka, segera ia masukkan pada ranselnya.
"Ansa!" bisik Emma kaget, matanya melebar.
Ansa hanya mengangkat bahu, wajahnya tetap tenang meski Emma jelas panik. "Kita harus cepat. Ambil semua yang mereka punya," suruhnya.
Kedua wanita itu segera mengambil kartu identitas pekerja yang pingsan itu, serta jubah putih mereka. Tidak ada waktu untuk ragu, mereka segera mengganti pakaian dan mencoba membaur dengan para pekerja lain di dalam laboratorium.
Setelah berhasil menyusup ke dalam, rasanya asing. Ansa memandang sekitar dengan kagum, laboratorium ini memang luar biasa canggih seperti yang Vian bilang saat rapat sebelumnya. tapi di balik teknologi mutakhir itu, Emma hanya merasakan kecurigaan yang semakin besar.
Dengan cahaya putih terang yang memantul dari lantai logam yang mengkilap. Mesin-mesin besar berderak dan berdengung tanpa henti, memenuhi ruangan dengan bunyi konstan yang menandakan produksi tanpa henti. Para pekerja bergerak cepat, seperti roda dalam mesin raksasa, tangan mereka nyaris tak pernah berhenti memasukkan bahan-bahan ke dalam tabung untuk diproses lebih lanjut. Konveyor bergerak mulus di sepanjang jalur produksi, membawa ratusan ampul obat yang siap dikemas.
Mereka berjalan melalui lorong-lorong lab, berpura-pura menjadi bagian dari tim karyawan pembantu, sesuai kartu identitas tadi. Setiap kali mereka berpapasan dengan pekerja lain, Emma merasa tidak tenang. Beberapa orang tampak curiga, matanya memeriksa mereka seolah tahu bahwa mereka bukan bagian dari tempat ini. Namun, mereka terus melangkah, tetap tenang di luar, berharap tidak ada yang menangkap basah kedua wanita ini.
Sepatu hak Ansa berhenti ketika kedua matanya terlintas salah satu ruangan. Gudang Perobatan. Emma yang di depannya sejenak berhenti dan menoleh ke Ansa yang di belakangnya, ia kemudian mengikuti arah mata Ansa memandang. Mereka berdua tersenyum tipis dan saling memandang, itulah salah satu yang mereka cari!
Kedua wanita itu segera mendekati pintu itu, pintunya memiliki kartu akses. Ansa segera menggesernya kartu identitasnya Namun, layar pada sistem keamanan menunjukkan pesan yang membuat hati Ansa tenggelam.
![](https://img.wattpad.com/cover/375552118-288-k128904.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalasan [ THE END ]
Novela JuvenilMereka yang dulunya menjalani kehidupan normal kini harus beradaptasi dengan kenyataan baru-bahwa di antara mereka ada yang memiliki kemampuan luar biasa yang tidak bisa dijelaskan oleh logika. Kekacauan dan ketidakpastian merajalela, membuat masyar...