bertanggung jawab?

68 5 0
                                    

Aku mendengus saat silau matahari pagi dari jendela kamar ini menganggu tidur damaiku. Perlahan kedua bola mata ini mengerjap, membuka dengan perlahan. Lagi, aku menghela nafas dama saat tak ku dapati bagian kasur sebelah kanan ini sudah kosong tak ada keberadaan sosok perempuan yang sudah seminggu lebih satu hari ini menemani dan setia merawatku.

"Sudah jam sembilan rupanya," gumamku saat tak sengaja netra ini memandang jam dinding tepat di berhadapan denganku.

Seketika sudut bibir ini membentuk lengkungan saat netra ini menangkap sebuah kertas kecil yang di tindih menggunakan kunci dengan gantungan boneka sapi . Biar ku tebak, pasti ulahnya Jingga yang akhir-akhir ini selalu saja memberiku pesan jika aku sudah tak mendapati dirinya ketika bangun pagi.

To: Suami tersayangku
From: Istri cantikmu.

Kang, maaf. Jingga hari ini harus ke peternakan pagi-pagi sekali tanpa berpamitan terlebih dahulu. Jingga gak tega jika harus kembali membangunkan akang yang tertidur nyenyak, akang hari ini masih belum bisa shalat subuh ya? Jingga tadi sudah bangunkan waktu adzan berkumandang, tapi akang masih belum mau bangun juga, hehe. Oh iya, Jingga udah siapkan sarapan sekaligus bekal buat akang bawa ke sekolah, semoga suka ya. Ini kunci motor milik akang, jangan naik sepeda lagi ya biar gak kecapean. Anggap saja motor itu punya akang sebagai hadiah pernikahan kita, Jingga ikhlas kok kang. Di pake ya. . . I love you

Seusai membaca pesan dari secarik kertas itu, senyumku tak henti mengembang. Kunci motor yang ku pegang bahkan sekarang sudah ku letakan di dada. Bisa saja ya si juragan itu membuat hatiku berbunga.

Tapi tunggu dulu, pesan terakhir yang ku baca tidak salah kan? I love you? Artinya? Ah, apa dia memang mencintaiku? Sejak kapan? Tapi aku memang pantas di cintai sih, secara dari segi fisik aku ganteng, sebelas dua belas sama artis kenny austin. Sikap juga aku orangnya sopan santun, lemah lembut apalagi aku seorang guru yang patut memberi contoh baik untuk muridku. Perempuan mana yang tidak akan terbunuh dengan pesonaku?

"Ahmad ... Bangun kamu!"

Aku terperanjat kaget saat teriakan emak menggema, mengisi seisi ruangan dengan pintu kamar yang di bukanya kasar.

"Kamu teh udah sembuhkan ya? Jam segini masih aja belum bangun, mau jadi apa kamu teh?" Omel emak dengan berjalan menghampiri.

"Sudah jadi guru mak, sesuai dengan cita-cita Ahmad waktu kecil dulu" jawabku santai.

Emak menggeram, tangannya mulai terangkat.

"Aaaa, sakit mak!" teriakku ketika tangan itu sudah asik memutar daun telingaku tanpa ragu.

"Sama orang tua berani ngelawan kamu! Udah jadi suami juga, harusnya kamu udah bisa bangun pagi sendiri!" kesalnya emak, wajah memerah menahan emosi.

Aku mendelik, mengusap daun telinga yang mungkin sudah semerah tomat.

"Mak, ahmad ini juga bangun sendiri tanpa emak bangunkan juga tadi ahmad sudah bangun mak" kilahku.

Emak melepaskan tangannya dari daun telingaku. "Ini siang ahmad, jam sembilan lihat noh" perintahnya menunjuk-nujuk jam dinding.

"Iya ahmad tau, tapi jam sembilan itu masih pagi mak!" lawanku. Untuk hal ini jangan kalian tiru ya, aku memang bukan contoh anak yang baik!

"Pagi buat orang-orang malas seperti kamu! Kamu tau gak istrimu bangunya jam berapa?" tanya emak dengan mata yang tengah menatapku tajam.

"Jam lima?" tanyaku. Jujur, aku gak tau Jingga selalu bangun pagi jam berapa, tapi seingatku orang yang terbiasa solat subuh bangunya ya jam lima pas adzan subuh.

Emak menggeleng, "salah banget kamu, kebiasaan bangun siang ya gini."

"Kok salah mak? Benarkan dia selalu bangun subuh, tapi sekali aku pernah lihat dia bangun jam tiga pagi, tapi gak mungkin tiap hari. Itu pasti dia kebangun aja waktu ahmad sakitnya parah,"

Istriku Juragan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang