Byur!
Tengah malam begini, akhirnya aku terpaksa membersihkan tubuh setelah dirasa cukup membantu Jingga di kandang sapi itu. Air tengah malam terasa begitu dingin, di tambah semilir angin malam yang terasa begitu kencang membuat ku ingin cepat-cepat segera mengakhiri ritual ini.Tapi tunggu, sedari tadi aku mandi mataku tak pernah berhenti mencari-cari sabun mandi di sini. Nampak hanya satu sikat gigi dan odol bertengger di tempat sabun itu, lalu tadi dia mandi pake apa? Apa cuma air saja?
"JINGGA!" aku berteriak cukup kencang, sudah terlalu lama di kamar mandi nanti bisa-bisa tubuhku membeku karena ke dinginan.
"Kenapa kang? Teh Jingga udah balik lagi ke kandang," sahut Mail.
"Sabun mandi habis il?" tanyaku setengah berteriak.
"Aduh kang, lupa. Disini kalau mandi gak pake sabun mandi, biasanya pake daun dayang. Daun nya habis ya kang di pake teteh tadi kali ya" sahutnya.
Ya salam, zaman sudah secanggih ini masih mandi pake daun? Pantesan aroma tubuh Jingga tak sedap selama ini. Mungkinkah untuk membeli sabun saja dia tidak mampu? Ah, sejahat apa tuh si mamang sampai ponakannya semenderita ini.
Aku berdecak, kembali menggosok tubuh ini, tak sedikit pun ada yang terlewat pokonya harus sampai benar-benar bersih meski tanpa sabun.
"Brrr!" Tubuhku menggigil saat keluar dari kamar mandi, tetesan air yang jatuh bahkan terasa seperti duri yang menusuk ke tulang-tulang.
"Kang, cuma ada kaos sama kolor pendek aja ini. Gak papa kan?" tanya Mail dengan memperlihatkan kaos hitam polos yang oversize dengan celana kolor berbahan lepis berwarna biru.
"Gak papa Il," ujarku dengan pasrah. Ya, daripada tidak ada sama sekali, masa iya aku harus pake baju yang tadi kan udah bau kena kotoran sapi.
"Yaudah semoga pas ya kang, maaf"
"Gak papa il, oh iya si teteh masih belum balik kesini?" tanyaku penasaran. Ngapain sih tuh anak betah banget di kandang sapi, padahal kan dia udah mandi harusnya ia diam bae di rumah panggung ini, lagian juga ini udah tengah malam banget, gak takut apa ketemu sama nyai kunti lagi kaya tadi. Heran deh.
"Iya kang, lupa katanya mau perah dulu susunya biar sekalian di olah jadi tahu susu" jawab Mail.
"Oh," jawabku malas. Mail mengangguk, lalu kembali meninggalkanku ke halaman rumah panggung, nampak api unggun sudah menyala dengan terang di luar sana. Buru-buru aku memakai pakaian untuk segera menyusul Mail. Sepertinya tubuhku butuh kehangatan malam ini.
Terlihat Mail tengah menikmati hangatnya api unggun setelah ia mandi terlebih dulu daripada aku dan Jingga. Kedua tangannya nampak tengah memainkan gitar yang entah dari mana ia mendapatkannya, mungkin aku tidak melihat tadi gitar itu sudah tersedia di sini.
"Il, tolong buatin teteh tungku ya. Teteh mau masak susu ini di sini saja," aku terperangah melihat Jingga berjalan gontai menghampiri dengan satu ember susu di tangannya.
"Eh, akang sudah beres mandinya? Jingga lupa tadi gak ngasih tau akang kalau di sini emang jarang tersedia sabun mandi, suka lupa nyetok soalnya. Maaf ya,"
"Lupa atau sengaja karena mandinya suka pake daun dayang? Kaya manusia purba aja, Jing" kekehku yang ternyata sontak membuat air muka Jingga yang tadinya berseri, agak suram sekarang. Ah, rupanya aku salah bicara kali ini.
"Eh, maaf akang gak bermaksud" lanjutku tak enak hati.
Jingga tersenyum tipis. "Tidak papa kang, lagi pula kenyataannya seperti itu" ujarnya. Setelah itu ia duduk di gazebo tepat di depan api unggun dengan susu yang sudah di perahnya ia tuangkan pada baskom.
![](https://img.wattpad.com/cover/376410159-288-k259556.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Juragan Jingga
RomansaAhmad, seorang pria sederhana yang sudah berkali-kali mengalami kegagalan dalam tes CPNS merasa begitu prustasi dan terdesak. Dalam keputus asaannya ia mengucapkan sebuah nadzar sebagai tantangan untuk dirinya, jika saat ia masih saja tidak lulus d...