khawatir

55 7 0
                                    

"Mak! Jingga kemana?" tanyaku setengah berteriak, kedua bola mata ini memutar kesana kemari mencari keberadaannya. Hari sudah hampir gelap, setelah setengah jam lalu aku baru pulang dari sekolah dan tak ku dapati perempuan itu entah kemana. Padahal, selama ini dia selalu menunggu di depan pintu, menyambut kepulanganku.

Emak yang tengah sibuk memasak kini menoleh sebal ke arahku. "Istrimu belum pulang, sibuk" ketusnya.

Keningku berkerut, jawaban emak sungguh di luar ekspektasi ku. Apa iya sedari pagi buta sampai hari mulai gelap perempuan itu masih betah di peternakannya?

"Ck. yang benar aja mak," decakku tak percaya.

Mata emak membola, tangannya kini bersiap melemparkan satu buah tomat kearahku. "Sejak kapan emak bohong sama kamu, Mad? Sudah sana jemput istrimu, emak khawatir"

Aku menggeleng, "males ah mak, biarin aja pulang sendirian. Ahmad capek," tolakku yang segera dihadiahi emak lemparan tomat yang sudah sangat matang.

Pluk!

"Mak!" teriakku tak terima saat tomat itu mengotori kemeja biru muda kesayanganku.

"Rasain!" ujar emak dengan puas. Aku mendelik, berbalik meninggalkannya menuju kamarku. Debat dengan emak itu percuma, sekuat apa pun argumennya ya pasti bakalan kalah telak dengan kata 'dasar anak durhaka'

Dahlah males, mending aku masuk ke kamar, lalu mandi dan setelah itu bersantai ria menikmati hari tanpa perempuan pengganggu itu. Kapan lagi kan ya.

Alunan musik mengalun terdengar damai ketika aku baru saja menyelesaikan ritual ku di kamar mandi, wajah yang tadinya kusut kini kembali segar di tambah skincare rutin yang ku pakai semakin membuat tingkat kegantenganku bertambah berkali lipat.

Selesai memakai skincare rutin, aku memutuskan untuk merebahkan tubuh sembari bermain ponsel hingga waktu tak terasa sudah jam tujuh malam namun aku masih tak mendapati Jingga masuk ke kamar ini. Apa dia masih di peternakan, asik bermain dengan hewan priharaannya? Ah, tidak mungkin. Ini sudah malam, waktunya istirahat.

Menit demi menit berlalu, tiba-tiba perasaan jenuh menghampiri ponsel yang ku mainkan bahkan terasa tidak ada yang menarik, semua membosankan dengan tayangan-tayangan fyp hanya joged-joged saja yang tidak berfaedah sekali menurutku.

Mataku kini beralih fokus menatap jendela yang sengaja belum ku tutup, nampak kilatan petir beberapa kali kulihat. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun.

Perasaan gelisah mulai menyergapku. Mungkinkah Jingga akan terjebak di luar hujan? Atau lebih buruk lagi, apakah dia mengalami sesuatu yang tak diinginkan? Dengan hati yang berat, aku bangkit dan menuju jendela, menatap langit yang mulai gelap. Ah mengapa sekhawatir ini padanya.

Kruk ... Kruk ...

Perasaan khawatir, membuat perutku berbunyi kelaparan. Aku kembali meraih ponsel, mencoba menenangkan diri dengan mencari sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian. Namun, rasa cemas ini tak kunjung mereda. Ah ini hati kenapa sih, meresahkan saja.

"Aneh banget ini, biasanya gak sekhawatir ini. Lagi apa istimewanya gadis itu, bau yang ada!" gerutuku sembari beranjak keluar dengan meraih jaket yang tergantung di kapstok sebelah pintu kamar ini.

"Mad, istrimu masih belum pulang. Emak khawatir, jemput gih" baru saja aku hendak duduk di meja makan bergabung untuk menikmati makan malam namun suara emak yang mengintrupsi membuatku bergeming.

"Lah, masih belum pulang dia mak? Betah amat," ujarku, meski dalam hati rasa cemas semakin menggelora.

"Sudah sana, jangan banyak bicara. Kamu mau nunggu sampai hujan deras baru jemput?" emak mendesak, suaranya tegas.

Istriku Juragan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang