AD-S2 | 18 - Pulang

188 42 17
                                    

"Juno belum pulang?"

"Aku meminta Karina untuk membawanya."

Renjun berbalik, "Kalian terlihat sangat dekat. Sudah berapa lama wanita itu datang?" Tidak ada yang aneh dari nada bicaranya, tetapi tatapan Renjun mengandung sejuta makna.

Jeno bersandar ke tembok. Saat ini mereka sudah sampai di depan vila, "Satu bulan yang lalu, sebelum kamu datang menemuiku. Kamu cemburu?"

Renjun menjawab dengan jujur, "Sedikit."

"Kamu tidak perlu cemburu," Jeno mengeluarkan kunci dan membuka pintu. Dia menyempatkan diri untuk mengecup kening Renjun sebelum berkata, "--- Karena pemenangnya tetap kamu."

"......" Pipi tirus Renjun bersemu.

Jeno masih memegang knop pintu saat dia mempersilahkan Renjun masuk lebih dahulu sambil berkata, "Selamat datang kembali, Nyonya besar. Kami seisi rumah merindukanmu." Kemudian dengan usil berbisik, "Toto juga."

Renjun sedikit malu diperlakukan seperti itu oleh Suaminya. "Dimana Toto?" Dia melewati pintu dengan langkah kecil, ragu apakah ini mimpi atau kenyataan.

"Apakah dia masih cerewet seperti biasa?" Mata cekungnya melirik ke seluruh ruangan yang ternyata masih sama seperti dulu. Dia menoleh dan menatap Jeno dalam-dalam, "Kamu tidak merubah furnitur?"

Jeno terkikik sebentar sambil membungkuk untuk mengeluarkan sendal dari lemari sepatu dan meletakkannya di depan Renjun, sebelum menjawab, "Toto masih energik seperti biasa. Umm... Sandal punyamu mengecil karena sudah lama tidak digunakan, pakai punyaku dulu dan kenapa harus dirubah? Semuanya masih sangat bagus. Kamu memilihnya dengan baik, semuanya berkualitas tinggi." Pujinya, saat dia tersenyum matanya juga ikut tersenyum.

Renjun mengganti sepatunya dalam diam. Dia sangat tersentuh dengan semua kata-kata manisnya dan merasa sangat dihargai. "Bukannya kamu kesal padaku selama dua tahun? Apakah kamu tidak lelah melihat barang-barangku setiap hari? Aku sangat merindukan Toto."

"Aku kesal, tapi aku tidak benci. Mau minum apa? Kamu bisa melihat Toto besok, karena aku baru saja mengirimnya ke klinik untuk perawatan."

"Air putih saja."

Jeno masih tersenyum, tapi kali ini dia dengan jahil menggodanya, "Kamu tahu arah dapurnya, kan? Ambil sendiri. Jangan manja." Lalu pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil sambil tertawa dan meninggalkan Renjun yang cemberut sendirian.

"Apasih!" Renjun sempat melayangkan satu pukulan ke punggungnya, tetapi tidak lama kemudian dia juga ikut tertawa dengan pipi yang memerah.

Renjun berjalan ke dapur. Segala kenangan manis dan pahitnya selama berada di rumah ini mengalir deras bagaikan air terjun, membasahi otaknya yang perlahan mulai berkarat karena tumpukkan penyakit. Seperti kaset kusut yang harus di cuci ulang untuk kembali jernih, namun kaset miliknya tidak bisa di daur ulang lagi. 

Renjun membuka lemari es dan mengambil sebotol air dingin dalam kemasan, dia menatap botol itu lama sebelum bergumam, "Ini seperti mimpi."

BIP! BIP!

Suara lemari es yang menjerit terdengar nyaring di telinganya. Renjun buru-buru menyadarkan dirinya sendiri dari ingatan masa lalu dan menutup pintu, tetapi tiba-tiba dia menjadi penasaran dengan isi freezer.

"Aku sudah lama tidak memasak daging babi kecap untuk mereka." Katanya, lalu membuka pintu lemari es khusus daging dan makanan beku.

Tepat setelah dia membuka freezer itu, tiba-tiba hatinya terasa sangat sakit seperti ditumbuk batu hingga menjadi hancur berkeping-keping.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[𝐁𝐋] 🌱𝐀𝐒𝐈𝐒𝐓𝐄𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐄𝐊𝐓𝐔𝐑 | 𝐑𝐉𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang