1. BREAKFAST

122 27 5
                                    

HALO, DEAR... UNTUK SIAPAPUN YANG MENEMUKAN CERITA INI. SEMOGA KAMU MENYUKAINYA.

📌Jangan lupa tinggalin jejak, ya! Agar Author tahu kalau kamu menikmati tulisan ini😊

Happy Reading...

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 1 ;

Love is a beautiful feeling, but sometimes it must be kept quiet

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ───

Trisha memoleskan lipstik ke bibirnya yang penuh, jemari lentiknya menelusuri kontur bibirnya dengan teliti. Setelah selesai, ia mundur selangkah dan memeriksa refleksinya di cermin.

Seragam sekolah melekat di tubuhnya yang jenjang dan ramping, rok hitamnya pendek di atas lutut, rambutnya yang panjang diikat tinggi memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih.

Cantik dan menawan. As always, Ia tersenyum puas lalu meraih tasnya dan keluar dari kamarnya berjalan menuruni tangga, dengan tujuan ingin langsung ke pintu utama agar cepat-cepat keluar dari rumah itu.

Namun saat Ia melintasi ruang makan, samar-samar Ia mendengar obrolan dan tawa dari belakang punggungnya. Tapi peduli setan, Trisha tidak peduli apa yang terjadi di rumah ini berserta penghuninya, meski terkadang obrolan-obrolan layaknya keluarga bahagia nan harmonis di rumah neraka ini seakan menegaskan kembali posisinya di rumah ini.

"Trisha..."

Suara bariton yang memanggil dari belakang menginterupsi langkahnya. Tanpa repot-repot berbalik dia sudah tahu siapa yang memanggilnya, itu Ayahnya, Henry Lewis.

Ah, sudahkah Trisha mengatakan bahwa dia tidak menyukai Ayahnya? Oh lebih tepatnya keluarga Ayahnya.

Di sana, layaknya keluarga bahagia, Ayahnya dan Istrinya, divya beserta kedua Anaknya, Samuel dan Tatjana dan juga.... Felix yang mungkin berpotensi menjadi Tunangan Tuan Putri keluarga Lewis tercinta itu.

Trisha menatap ke arah mereka, obrolan dan tawa hangat yang mengudara, kini suasananya tiba-tiba berubah. Ruangan menjadi dingin, dan semua orang terdiam. Yang ada hanya ketegangan di udara.

Cih, Trisha hanya bisa tersenyum miris, ketegangan seperti ini seakan mempertegas bahwa Trisha tidak diterima di sini.

"Kau sudah mau berangkat? Kemarilah sarapan bersama kami."

Trisha bisa saja tidak menghiraukan Ayahnya itu, dan menyeret kakinya untuk cepat-cepat keluar dari rumah. Namun...

"Trisha, kau harus selalu mendengarkan Ayahmu. Bagaimanapun juga dia Ayahmu, jangan menyia-nyiakan rasa pedulinya, atau kau akan menyesal!"

Lagi-lagi ucapan Ibunya, ya, Ibu kandung yang melahirkannya, terlintas di kepalanya.

Trisha menghela napas, entah sampai kapan sandiwara ini Ia jalani. Sudah hampir sepuluh tahun semenjak Ia menginjak kakinya di rumah mewah ini, waktu yang cukup lama untuk membuat seseorang muak. Tapi apa boleh buat, dia hanyalah seorang remaja yang masih bergantung pada uang Ayahnya.

Wounded to Whole |21+|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang