13 - Sawah Lagi

587 105 20
                                    

Sedangkan Ian, pikirannya kembali mengelana ke ucapan Bu Diah tadi, mengenai Vio yang katanya menyukai dirinya?
.
.
.
.
Di hari yang sama, namun dengan waktu yang berbeda...

Dimana sinar sang mentari sudah mulai turun ke barat. Akan tetapi, dua sejoli remaja yakni Ian dan Vio terlihat baru saja keluar dari halaman rumah.

Seperti halnya kemarin sore, Ian dan Vio kembali menuju ke sawah untuk memanen sayur sebagai bahan masakan malam ini.

Kali ini mereka berdua menggunakan sepeda milik Bu Diah yang dikendarai oleh Ian, dengan Vio yang ia bonceng di belakang.

"Yo, depan sana belok kanan kan?"  ucap Ian yang dengan semangatnya mengayuh sepeda.

Ian sepertinya masih belum hafal dengan jalan menuju sawah milik Vio.

"Iya, belok kanan Ian."

Merekapun lantas berbelok menuju jalan setapak yang lebih sempit dari sebelumnya.

"Kapan ya jalan ke sekolah kita selesai dibenerin?"  tanya Ian karena di kepalanya tiba-tiba terbersit jalan utama menuju sekolahnya yang amblas beberapa waktu lalu.

Vio mengedikkan bahunya walau tak dapat dilihat oleh Ian di depan.

"Kayaknya bakal lama deh? Bisa aja bulanan atau lebih... Kenapa emangnya Ian? Udah kangen sekolah nihh?"

"Pala lo kangen sekolah... Aku cuma nanya doang, kalo misalnya liburan sekolah bakal selama itu ya aku pengen tinggal lebih lama lah di sini."

Di belakang Vio terkekeh, "Gaya-gayaan mau tinggal lama di sini, kemarin malem aja kamu menggigil gitu pas aku kebangun."

Ucapan Vio dibalas tawa juga oleh Ian, "Kamu sama aja Yo, pake selimutnya udah kaya roti gulung aja. Pas bangun tidur malah kamu yang lebih menggigil sampe gemeter tuh bibir."

Jelas Ian panjang lebar, sepertinya Ian sudah mulai beradaptasi dengan panggilan aku-kamu pada sahabatnya.

"Hm... Apa kita kelonan aja ya malem ini? Biar sama-sama anget, Yo?"  canda Ian dengan tawanya di akhir.

"Boleh juga."

*CKIIITTTT...

Shock. Ian dibuat kaget dengan dua kata yang Vio lontarkan dengan entengnya, sampai-sampai kedua tangan Ian refleks menarik tuas rem sepeda yang ia kendarai.

"Aku cuma bercanda doang anjir. Malah diiyain." kata Ian masih dalam posisi sepedanya yang berhenti.

"Lahh... Aku kira beneran lho! Padahal kan enak pelukan gitu, angettt."

Ian meneguk ludahnya kasar mendengar ujaran sang sahabat. Sepertinya Vio tidak merasa canggung tentang 'tidur sambil kelonan' ini. Berbeda dengan Ian yang saat ini jantungnya tengah berpacu kencang.

"Yaudah, ntar pelukan." tukas Ian mengakhiri pembicaraan.

Ian pun lanjut mengayuh sepeda yang tengah ia kendarai, menyusuri jalan setapak kecil di sana. Dirinya terlihat begitu santai mengayuh sepeda dengan penumpang di belakangnya, berbeda dengan pikirannya yang masih dibayang-bayangi 'tidur sambil kelonan' bersama sang sahabat.

Mas Ardan: Arianta Gandara - BxB [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang