[ CERITA BL! ]
Berbagi kisah remaja Arianta Gandara, yang awalnya si bocah ingusan dari desa, akan tetapi kini hidupnya berubah 180 derajat setelah tumbuh besar di kota.
- - -
⚠️⚠️⚠️
- Cerita ini adalah sekuel dari cerita 'Mas Ardan' yang udah aku p...
Vio hanya terdiam, membiarkan tangan besar sang sahabat melingkar pada pinggangnya yang tertutupi selimut. . . . . Sinar rembulan telah digantikan oleh sang mentari. Cahaya temaram yang menyinari kamar-kamar villa yang Wildan sewa pun telah terganti oleh cahaya terang dari matahari.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua remaja penghuni kamar no. 7 villa tersebut telah bangun dari tidur mereka sekitar lima belas menit yang lalu, saat jarum jam mendekati ke angka delapan. Namun, satu patah katapun belum keluar dari masing-masing mulut mereka.
Ian terlihat duduk di pinggiran kasur villa, menunggu sahabatnya yang barusan memasuki kamar mandi di sana.
Tak lama kemudian Vio keluar dari bilik kamar mandi dengan wajahnya yang sedikit basah setelah ia mencuci muka.
"Yo, pulangnya mau beli makan dulu ga?"
"Ga. Aku makan di rumah aja."
Mendengar jawaban ketus dari Vio membuat Ian bingung. Dirinya kebingungan mengapa sahabatnya itu tiba-tiba bersikap sangat tidak ramah padanya.
"Kalo kamu mau beli makan di luar gapapa—"
"Okay, kita pulang aja." potong Ian sebelum Vio menyelesaikan kalimatnya.
Mereka pun bersiap-siap untuk pulang, meraih outer denim mereka yang tergeletak di sofa sana dan tas mereka di meja.
Namun, suara nada dering dari ponsel Ian menghentikan pergerakan mereka.
Saat melihat nama yang muncul di layar ponselnya, Ian mengerutkan keningnya. Ian pun segera menempelkan benda persegi panjang itu ke telinganya.
"Halo? Ya Chiko, kenapa?"
"Ian... Aku pulangnya numpang di kamu boleh? Maaf Ian... Perutku sakit, sama kepalaku pusing..."
"Ha? Lo ikut gue aja Ko. Sekarang lo di kamar nomor berapa?"
"Lima, Ian..."
"Okay, gue kesana."
Panggilan mereka pun Ian matikan.
Ian beralih menatap Vio yang masih memasang wajah datarnya yang tak berubah semenjak ia bangun dari tidur tadi.
"Yo, Chiko ikut kita. Dia mau numpang, kayanya dia lagi ga enak badan."
Vio hanya mengangguk dan mengikuti kemana langkah Ian berjalan.
Dua remaja berjacket denim itu kemudian menuju ke kamar villa dengan nomor 5 di depan pintunya.
Ian yang memimpin langkah mereka, mengetuk pintu kamar tersebut terlebih dahulu sebelum membukanya.