1

422 14 1
                                    

Ghina sedang berjalan sendirian di tengah malam itu, melewati perkebunan yang gelap. Ia terlihat ketakutan. Kebetulan ia sedang mencari jamban karena di villanya wcnya sedang rusak.

Ia terpaksa melakukan ini karena sudah kebelet banget ingin buang hajat. Katanya sih diujung perkebunan ini ada jambannya.

"Berasa uji nyali, kalo gue lambaiin tangan sekarang si botak bakal dateng gak ye?" gerutu Ghina.

"Aduh perut gue udah nendang-nendang lagi didalem, kemane sih tuh jamban? Masa iya dia kabur pas lagi gue cariin gini?" tanya Ghina.

Setelah perjalanan panjang mendaki gunung, menyeberangi lautan, akhirnya dirinya menemukan juga jambannya. Ia pun langsung masuk dengan mempermisikan dirinya dan mulai nongki menghadap timur laut. Disaat yang sama, seorang pria berpakaian lusuh dengan wajah dan rambut yang acak-acakan penampilannya lantas mendekati jamban.

"Duh, enggak liat liat situasi nih perut... Nah itu ada jamban. Kesana deh." ujarnya langsung menghampiri jamban dan sesegera mungkin membuka pintu jamban itu, ia langsung melotot kaget saat melihat ada wanita didalamnya. Ghina berteriak kaget, begitupun dengan Kevin, dirinya ikut berteriak melihatnya. "Aaaa!!" pekik mereka.

Rio menghadap ke kamera sambil menjadikan ujung sapu sebagai microphonenya. "Telah terjadi sebuah kecelakaan tidak terhindarkan dimana seorang odgj melihat seorang wanita cantik buang hajat di sebuah jamban, yang menjadi pertanyaan apakah wanita ini seorang hantu atau dia wanita sungguhan yang sedang tidur sambil jalan? Untuk menyimak lebih lanjut mari kita usut tuntas kasus ini." ujar Rio langsung menghampiri Kevin dan memberikan tongkat sapu ke arah pintu, mewawancarai pintunya bukan ke odgj ataupun Ghina.

"Pak bagaimana kesan bapak menjadi pintu? Apakah bapak siap menjadi orang ketiga dalam hubungan ini? Dan apakah bapak siap untuk memberi nafkah lima ratus juta dalam sebulan?" tanya Rio. Pintu hanya diam saja.

"Oke pemirsa sepertinya dia cukup pendiam."

Balik ke Ghina dan Kevin, Ghina memekik. "Ngapain lo disini?! Kenapa ada orang gila sih disini aaaa pergi lo! Dasar tukang ngintip! Bintitan lo!" tandas Ghina.

"Yee sembarangan, siapa juga yang mau ngintipin lo. Gue mau boker, bukan mau ngintipin lo." ujar Kevin.

"Udah sono pergi! Itu mata kenapa masih dibuka aja bukannya ditutup!" tandas Ghina.

"Ya kalo ditutup gue gimana bisa pergi darisini."

"Tutup matanyaaa!! Cepetaannn!!! Segala bawa temen lagi buat ngintipin!!! Hhwaaaa emaaaakkk!!!" pekik Ghina.

"Duh, berapa desibel sih suara lo kenceng banget kayak suara bajaj." ujar Kevin yang langsung pergi menurutinya, menutup kembali pintu jambannya.

Aromanya bahkan sampai membuat Kevin mengibas udara. "Setdah bau bener, berak kagak ada wangi wanginya."

Rio berkata. "Emang berak lo wangi?" tanya Rio.

"Jelas, berak gue kayak parfum wanginya." ujar Kevin.

"Lainkali kalo lo berak kasih tahu gue ya... Supaya gue jadiin bukti. Lumayan kalo dijadiin berita."

"Siap lah.. eh tapi ngomong-ngomong lo ngapain masih ngikutin gue? Bukannya pulang sono."

"Searah kan kita, apalagi enggak ada angkot sekarang, udah jam berapa ini. Angkot pada ngumpet kagak mau ditumpangin sama gue." ujar Rio.

"Yaudah lo ke rumah gue aja... Tapi gue pengen boker dulu... Nungguin nih cewek lama banget besok kan kita mesti nugas lagi. Gue kira dedemit dia... Tengah malem gini kok bukannya tidur malah disini."

"Lagi semedi kali dia. Nungguin wangsit." ujar Rio. "Pangsit lebih enak."

Akhirnya Ghina pun keluar dari ruang meditasinya alias jamban. "Alhamdulillah udah keluar bayinya." ujar Ghina.

"Kagak marah marah lagi lu?" tanya Kevin.

Ghina menghela nafasnya dan mencoba sesabar mungkin menghadapinya.

"Mana mungkin saya marah marah ke ORANG GILA yang enggak beretika masuk ke jamban pas ada orang!" tandas Gina ditahan tahan.

"Ah udahlah minggir, gue pengen berak." ujar Kevin langsung masuk ke dalam jamban dan menutup pintunya. "Dasar gak jelas." ujar Ghina.

Rio memberikan tongkat sapu padanya. Kembali menjadi reporter gadungan. "Mbak, gimana keadaannnya setelah melahirkan dijamban?"

"Rasanya sedikit lega aja gitu apalagi pas ada suara plung plung dibawahnya, kayak berasa lebih nikmat kedengerannya. Kayak suara musik. Plung plung tek plung plung tek... Gitu pak."

"Oh bisa dijadiin musik ya mbak..."

"Iya benar, apalagi kalo ditambahin pake suara gitar jadi kayak musik." ujar Ghina.

Kevin mendengarnya karena jarak diantara mereka cukup dekat saat itu, dan langsung tertawa. "Haha dasar cewek gak jelas..."

"Ini orang gila kenapa segala ketawa sih, nanti kalo ada yang nyaingin gimana?" gerutu Ghina.

Beberapa saat kemudian, Kevin, Ghina dan Rio saling jalan berdampingan pada akhirnya.

"Eh tapi gue bingung, kenapa kita jadinya malah jalan bertigaan begini? Biasanya dua orang bener yang satu setan." tanya Kevin heran. Ghina sedikit tersentil olehnya.

"Maksud lo gue setan?" tanya Ghina mengernyit heran. "Bagi yang tersindir aja sih." ujar Kevin.

"Lah kan yang lebih mirip elo. Masa gue? Cakep cakep gini dibilang dedemit."

"Heh, dia belom tahu gue siape hehehe... Kasih tau yo... Perkenalin dengan jelas jabatan gue." ujar Kevin. Rio menepati perkataannya.

"Dia adalah odgj yang baru aja kabur dari rumah sakit, pangkatnya dirumah sakit, pasien akut parah." jelas Rio membuat Ghina ketawa bukan main. Menggelak lagi sendirian.

"Hahaha! Odgj kagak ada yang sombong kayak lu, bah... Gue kira elit ternyata syulit... Hahahaha! Odgj mah gak perlu sombong, ane ingetin... Diatas langit masih ada genteng... Jangan belagu lu jadi odgj... Nanti pala lu hydrocepalus lu...." ujar Ghina langsung ngibrit pergi meninggalkan mereka.

"Ngeselin banget tuh orang.... Anak siapa sih die? Kagak tahu apa gue punya pangkat apaan di kepolisian... Lo lagi Bambang... Pake segala ngomong gue odgj... Ngomong yang jujur gue siape... Intelijen atau apa kek yang kerenan... Lah ini..."

"Maaf pak, tapi kan kita diharuskan merahasiakan diri kita dari orang orang sini. Bisa bisa nanti penyamaran kita gagal." ujar Rio.

"Ya dia mah enggak apa apa kali."

"Tetep aja pak..."

Beberapa saat kemudian Ghina pun kembali ke villanya. Tepat dikamarnya ia dapati sang adik perempuan mengetuk pintunya. "Mau kabur ya lo?" tanya Rika menguap.

"Tadinya.." ujar Ghina.

"Iya lah mana berani lo kabur jam segini ditengah hutan yang angker. Dengan sangat pasti lo akan balik lagi dan mau gak mau nerima perjodohan itu."

"Enggak pokoknya gue enggak bakal mau nerima perjodohan itu!"

"Ya mau gak mau kalo enggak, lo enggak boleh balik ke rumah. Apa lo mau diem disini terus? Tiap hari bayar, makan bayar, minum bayar, berak juga bayar." ujar Rika.

"Ishh tauk ah gelap."

"Padahal mbak enggak tahu kan orangnya kayak gimana?" tanya Rika.

"Pasti udah punya anak, giginya emas, pake batu cincin di lima jarinya, iih ogahh.."

"Yah terserah sih, kalo enggak mau ya aku aja yang gantiin."

"Eh, emang bisa kayak gitu?"

"Bisa aja dong..."

"Kok mau aja sih? Emangnya lo udah liat gimana mukanya?"

"Kan waktu itu aku ada dirumah pas dia dateng."

"Gimana orangnya?"

"Ya intinya..... Kayak orang..." Ghina memicing, ia merasa kalau adiknya ini menyembunyikan sesuatu.

Pasti. Apa mungkin ia rencanakan saja ya pertemuan dengan pria yang mau dijodohkannya itu?

Dinikahi Mas Intel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang