Kevin kini sudah berada di restoran Kenanga, dimana ia berpencar dengan keempat temannya yang lain tergabung dalam tim Birru.Sasaran mereka masih belum kelihatan, mereka masih menunggu kedatangannya, terhubung dengan walkie talkie masing-masing termasuk Firman yang ada diluar.
Disaat yang sama pula muncul Aldi mencoba mencari-cari dimana keberadaan wanita yang ingin ditemuinya.
"Kalo bukan karena udah dijanjiin sama si tambeng Via gue enggak bakal kesini." ujar Aldi hingga akhirnya menemukan meja yang sudah dipesannya, meja nomor 10. Dimana Aldi tak menemukan siapapun disana.
"Telat? Atau enggak dateng? Yah lebih baik enggak dateng lah. Lagian kerajinan banget anak orang kaya bela-belain ketemuan sama cowok cupu macam gue." ujar Aldi heran, ia segera duduk dikursinya.
Menggusar-geser layar handphonenya, mencoba iseng memfoto kursi didepannya yang kosong dan anehnya kini terisi oleh seorang wanita yang tak lain adalah.... Sintia.
"Halo, dengan mas Aldi?" tanya Sintia.
Aldi hampir dibuat tercengang oleh kecantikannya. Ia segera menyudahinya dengan tersenyum dan mengangguk."Oh iya, mas Aldi katanya teman mbak Via ya?" tanya Sintia.
"Iya, saya teman baiknya." ujar Aldi.
"Tahu kan maksud kedatangan kita berdua kesini?" tanya Sintia.
"Untuk saling mengenal satu sama lain?"
"Iya.... Lo single kan?"
"Iya single."
"Lo pernah berhubungan sama siapa gitu sebelumnya?" tanya Sintia. Aldi menggeleng.
"Lebih ke arah cinta bertepuk sebelah kaki eh sebelah tangan." ujar Aldi terkekeh.
"Masa sih? Cowok sekeren lo enggak ada yang mau, malah nolak... Duh yang sabar ya." ujar Sintia, Aldi mengangguk canggung.
Tiba-tiba kedua mata Aldi melihat ke arah belakang Sintia, ia melihat Kevin duduk dibelakangnya melambai sedikit padanya. Aldi tersentak heran.
"Kok bisa ada Kevin?" batin Aldi yang baru mau menyapanya Kevin langsung menyuruhnya untuk diam dan tetap berbicara dengannya.
Ia bahkan langsung mengiriminya sebuah chat. Menunjukkan ponselnya.
Aldi mencoba memaklumi hal itu, Sintia menengok ke belakangnya namun Aldi mencoba menghalaunya, tetap fokus melihat ke depan.
"Eh lo mau mesen makanan apa tadi?" tanya Aldi meluruskan kembali fokusnya menghadapnya.
"O-oh aku mesen makanan ini." ujar Sintia menunjuk ke menu makanan yang tersedia diatas meja. Aldi terbelalak saat melihat daftar makanan di menu.
"Eh buset ini makanan mahal-mahal bener ya, sekali makan bisa kebeli iphone ini mah, si Via emang dasar tuh cewek, malah ngajakin gue ke restoran elit begini, mau gue suruh bayar pake daon kali... Udahlah gue pesen yang murahan aja. Hwaaa yang paling murah aja satu juta gustiii...." batin Aldi nangis darah.
Aldi pun segera memanggil pelayan disana. Aldi memesan makanan A dan minuman B digabung juga dengan pesanan Sintia, segera dicatat oleh pelayan dan pergi. Aldi melihat chat masuk dari Kevin.
"Perlu bantuan..."
"Jelasin dari awal kenapa lo bisa ada disini dan perlu bantuan apa lo dari gue?" tanya Aldi di chat tersebut. Kevin pun membeberkan semuanya didalam chat itu dan Aldi tak percaya ketika dijelaskan panjang lebar olehnya. Bahkan terlalu lama berfokus ke ponsel membuat Sintia keheranan melihat Aldi.
"Al?" tanya Sintia. "Ah ya? Maaf." ucap Aldi tersenyum, Sintia berkata. "Kok liatin hape terus? Ada urusan penting?" tanya Sintia penasaran.
"Sori, enggak kok. Ayo dilanjut lagi. Udah sampe mana tadi..." ujar Aldi memulai kembali dialog diantara mereka. Sintia pun memulai kembali pembicaraan mereka dengan membahas hal tentang diri mereka.
"Gue enggak pernah tahu kalau ternyata nih cewek pemake... Gila aja sih ni cewek segala pake-pake gituan, jadilah inceran si Kevin. Ah tapi keren juga sih kalo gue bantuin si Kevin buat nangkep nih cewek, tapi di satu sisi gue kesian juga. Sikap gue kayak berdiri ditengah banjir, kalo gue ngobak disangkanya kurang bahagia masa kecilnya, kalo gue lari orang disekitarnya bakal kena cipratannya. Gue pilih yang mana nih. Bantuin Kevin atau gimana." ujar Aldi dalam hati. Bimbang.
"Gue mau lo pancing dia apakah dia suka pake barang haram apa enggak." balas Kevin kembali. Membuat Kevin paham dengan yang dirinya bicarakan. Ia sudah tahu keputusan apa yang ingin dirinya ambil. Minimal jadi intelijen dadakan, Aldi segera menyalakan rekaman suara di hapenya.
"Oh iya ngomong-ngomong lo kuliah?" tanya Aldi.
"Iya semester tiga tahun ini. Lo sendiri?"
"Bentar lagi skripsi."
"Oh kuliah dimana?" tanya Sintia.
"Di Bimasakti. Kalau mbak sendiri?"
"Di Jakarta, universitas swasta sih sama hehe." ujar Sintia.
"Mbak sehari-harinya gimana? Apa tipe orang yang suka ke mall, shopping, ketemu temen atau... Ke clubbing?" tanya Aldi membuat Sintia tersentak heran.
Penyudutan itu seakan benar-benar mengena di hatinya. "Kok lo tahu, gue suka kesana?"
"Nebak aja sih, lo anak orang kaya, anak pengusaha batu bara, lo bisa melakukan apapun yang lo mau. Gak jarang orang selevel lo banyak yang suka menghabiskan waktu ke tempat kayak gitu."
"Enggak terlalu sering juga sih, tapi gue emang suka kesana kalo lagi diajak temen atau lagi bosen aja sih." ujar Sintia.
"Temen? Temen deket? Temen kuliah?" tanya Aldi.
"Iya temen kuliah."
"Satu kelas?"
"Iya... Mereka temen baik gue."
"Hati-hati loh kadang kan ada temen ngajak ke clubbing, eh pada akhirnya malah menjerumuskan kita ke lubang yang salah." ujar Aldi.
"Maksud lo gimana ya?" tanya Sintia heran.
"Iya, kayak menjebak kita pas kita lagi lengah.. Pake barang kayak gitu."
Sintia tersenyum. Ia sedikit memahami alur ceritanya kemana."Pernah sih."
"Eh?" Aldi berpura-pura tidak menyadari.
"Gue emang pernah mengalami hal itu, tapi lo jangan bilang-bilang siapapun ya. Gue takut bokap nyokap gue tahu, kacau nantinya." ujar Sintia.
Aldi mengangguk meski dalam hati ia sangat mendustai perlakuannya saat itu.
"Sori, gue gak bermaksud buat menjebak lo." batin Aldi.
Rekaman audio masih terus berjalan di ponselnya. Seiring dengan lanjutnya cerita Sintia saat itu. "Ini kejadian satu tahun yang lalu, dimana gue kesana bareng kedua temen gue, terus temen gue ngenalin gue ke salah satu temen temen cowoknya, dia campurin barang haram itu ke minuman gue, itulah awal mula gue make barang gituan."
"Heh? Serius lo? Terus sekarang lo masih pake?"
"Haha kenapa lo sekepo itu tentang hal gituan? Udahlah, bagi kalangan kita hal kayak gitu udah biasa lagi. Enggak usah terlalu takut. Enggak bahaya kok pake gituan." ujar Sintia tertawa. Aldi ikut mengekeh. "Gue udah tebak." batin Aldi.
"Tenang aja, enggak perlu takut. Santai aja kalo soal itu mah. Lagipula enggak bakal kenapa-napa selama
kita diem-diem." ujar Sintia.Aldi menggaruk tengkuknya dan terkekeh. Ia merasa buktinya sudah cukup, langsung menyudahi rekaman itu dan kirim hasil rekamannya ke wa Kevin.
Kevin menerimanya dan kirim ke teman-temannya yang lain. Setelah mereka semua mendengar isi percakapan Aldi dan Sintia barusan, barulah mereka bangkit dari kursi masing-masing dan menghampiri Aldi dan Sintia.
Sintia heran dengan kehadiran mereka secara serentak. Kevin menyapa pada Sintia. "Selamat pagi, apa benar dengan bu Sintia?" tanya Kevin.
"Siapa?" Sintia balik tanya.
"Perkenalkan kami dari kepolisian." ucap Kevin menunjukkan lencananya kembali berkata.
"Setelah mendengar percakapan kalian berdua, kami berencana akan menangkap anda dalam tuduhan penyalahgunaan obat terlarang." ujar Kevin membuat Sintia tersentak kaget. "Apa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Mas Intel (END)
General FictionWarning!!! Area baper dan ketawa ngikik! Pernah gak sih kepikiran kalau dia ada disekeliling kita? Mata mata, agen pemerintah dan lain sebagainya. Enggak ada siapapun yang menyadari, tapi hanya beberapa orang aja yang tahu. Seperti hantu. Dan Ghin...