15

56 3 0
                                    


Pria itu keluar dan tiba-tiba Kevin langsung menodongkan pistol secara sembunyi-sembunyi.

Kevin terus memojokkannya hingga mereka berdua masuk ke dalam ruangan itu. Kevin mengunci pintunya dan mengeluarkan tembakan tepat ke arah kasur.

"Cepat jawab apa lo punya hubungan sama topi hitam heh?" tanya Kevin.
Pria itu mengangkat dua tangannya ke atas, takut. Ia menggeleng tidak tahu menahu soal itu.

"Masih berani mengelak ternyata, apa perlu gue tembakkan lima peluru ini sampai melubangi dahi lo heh?" tandas Kevin kesal.

"Ampun... Saya... Saya cuma sebatas teman bisnisnya saja, saya bukan kaki tangan atau ikut ke dalam peredaran barang haram itu. Saya bersumpah." ucapnya.

Kevin mendecih, ia merasa sangat kesal atas ini. Siapa lagi yang harus dirinya jadikan sasaran untuk melampiaskan amarahnya atas segala yang terjadi belakangan? Ia benar-benar kesal!

"Kalo gitu atur rencana pertemuan gue dengan topi hitam atas nama lo! Gue mau kasih dia pelajaran!" tandas Kevin.

"Enggak bisa."

"Cari mati?" Kevin menyeringai sembari menempelkan pistol itu ke dagunya.

"Saya cuma khawatir nyawa anda akan melayang jika langsung menemuinya seorang diri." ucap pria itu.

"Pinter ya lo ngelesnya. Udah ketahuan banget lo bagian dari mereka kan?" tanya Kevin semakin menekan pistol di dagunya. 

"B-bukan, s-saya bukan bagian dari mereka. Saya harap anda mau mengerti. Saya dan dia hanya teman bisnis."

"Halah! Emang lo pikir gue bakalan kesana sendirian? Sebodoh itukah gue?" tanya Kevin semakin menekan lebih dalam lagi hingga dirinya tertekan.

"Sekali lagi. Gue mau lo... atur pertemuan diantara kita." ucap Kevin pelan dan tegas.

Tidak ada kata penolakan untuk Kevin yang cukup dibuat marah saat itu.

Disaat yang sama Ghina kelihatan tidak bersemangat saat itu, hanya berfokus pada drakor yang sedang ditontonnya, dihadapan bungkusan kentang goreng dan sausnya.

Ia berniat memakannya tapi adiknya malah tanpa dosa mengambilnya beberapa kali lipat, yang harusnya dalam lima detik dirinya mengambil dua kali kentang.

Rika malah mengambil 15 kali kentang goreng. Benar-benar perut karung memang si Rika, Ghina mengumpatnya dalam hati.

Bahkan ia terus menatapnya datar ketika itu. Bahkan kini Rika sempat-sempatnya berkata.

"Kok gini sih, harusnya kan dia suka sama si cewek pemeran utamanya, kenapa malah sama pemeran pembantu. Plotwist banget sih akhh sebel!!" kesal Rika sambil menggigit bantalnya.

Melihat kelakuan adiknya tidak jelas seperti itu hanya membuat Ghina menghela nafasnya, sebetulnya ia butuh ketenangan tapi adiknya satu ini memang tidak bisa mengkondisikan suasana hatinya saat itu.

Apalagi baru akan mencomot kentang gorengnya sudah habis tak bersisa. Ghina semakin empet dan menatap datar adiknya yang sedang menggenggam banyak kentang gorengnya.

Ghina merasa sangat kesal saat itu tapi mencoba lakukan alternatif cara untuk merealisasikannya tanpa marah-marah, ia coba menarik napas dalam-dalam lalu keluarkan, tarik nafas dalam-dalam lalu keluarkan...

Berkali-kali hingga Rika yang berada disampingnya merasakan keanehan pada dirinya.

"Kenapa dah? Biasanya orang yang kayak gitu entarnya mau buang angin. Mbak jangan kentut loh! Nanti aku bekap fantatnya pake bantal!" ucap Rika mulai menutup hidungnya dan mengacungkan bantalnya bersiaga.

Tapi sayangnya Ghina malah langsung pergi meninggalkannya, menuju ke kamarnya dengan berulang kali menarik keluarkan nafasnya.

Ia akhirnya sampai ke dalam kamarnya dan langsung duduk dikasurnya.

Melihat diatas kasurnya ada pulpen pemberian Kevin, sungguh tidak disangka ia baru menyadari kalau pulpennya masih aktif merekam! Ahhh tidak!

Ia bahkan baru menyadari kalau pulpennya terus merekam dirinya semenjak ia keluar dari kampus bersama Aldi, kan ada percakapan antara dirinya dan Aldi tadi!

Apakah mungkin dia mendengar semuanya?!

"Aaaaaaa!!! Mati gueeee hwaaaaaaa!!! Gimana ini, dia pasti ngedenger percakapan kita berdua tadi..... Dan sekarang pasti lagi ngambek.... Pantes kagak ada kabarnya dari tadi pagi.... Aaaa Ghina begoooo, pasti dia kesel.." rajuk Ghina menonjok-nonjok bantalnya merengek seperti anak kecil.

"Gue pokoknya harus ngomong ke dia sekarang." ucap Ghina langsung menghubungi Kevin, meski sayangnya lama dirinya mengangkat. Membuat Ghina frustasi dan mengacak rambutnya.

"Ayo dong angkattt..." ucapnya geregetan masih terus meneleponnya dan syukurlah diangkat olehnya.

"Kenapa?" tanya Kevin.

"Pin...." Ghina mulai merengek.

"Huee.... Ipiiinnnn..."

"Apaan?"

"Maafin gue.... Gue beneran enggak nyadar kalo pulpen itu masih aktif ngerekam, lo jadi ngedenger percakapan gue kan sama Aldi tadi?" tanya Ghina merengek.

"Udahlah, enggak usah nangisin yang udah terjadi, lagian enggak terlalu memikirkan hal itu."

"Beneran? Lo enggak marah?" tanya Ghina.

"Enggak marah, tapi sebel aja."

"Tuh kan..."

"Kalo lo bener-bener bingung atau merasa Aldi lebih baik daripada gue, lebih membuat lo merasa aman dan juga nyaman. Mending sebelum terlambat lo sama dia aja. Gue ikhlas." ujar Kevin. 

"Lo kok gitu sih ngomongnya. Hue lo marah banget ya?" tanya Ghina merengek. 

"Udahlah..." ucap Kevin langsung menutup teleponnya. Telepon terputus.

"Pin... Ipin... Kok diputusin sih... Aaaa dia marah sama gueee... Gue harus gimana... Gue ngerasa bersalah banget jadinya..." ucap Ghina, ia merasa khawatir dengan hal ini.

"Gimana ya, gue pengen minta maaf, tapi gue enggak tahu dia dimana sekarang. Apa gue harus samperin dia aja ya ke tempat kerjanya? Tapi dimanaaaa aaaaaaaaaaa!" rengek Ghina sambil menggigiti gulingnya.

Beberapa saat kemudian, Ghina akhirnya sampai didepan rumah Kevin.

"Loh kok nak Ghina ada disini?" tanya Ratna menghampiri Ghina yang sedang terlihat kebingungan disana. Ghina hanya cengengesan ketika tahu ada Ratna disana.

"Saya mau nungguin mas Kevin pulang bu." ucap Ghina.

"Loh tumben, enggak usah kesini atuh biar Kevin aja yang ke rumah kamu."
"Iya bu enggak apa-apa. Aku pengen ngomong aja sama dia. Atau kalau bisa ibu tau dimana tempat kerja mas Kevin?" tanya Ghina.

"Wah enggak nentu nak, enggak tetap di satu tempat itu, karena dia suka bepergian kemanapun katanya."

"Oh gitu ya bu. Yaudah enggak apa-apa." ucap Ghina.

"Sini masuk dulu, ibu mau nyediain minuman buat kamu. Lumayan lama loh dia pulangnya." ucap Ratna. Ghina akhirnya setelah dibujuk pun lantas masuk ke dalam rumahnya, duduk dikursi ruang tamu.

Ia ditinggalkan oleh sang ibu yang beralih ke dapur, Ghina melihat di ujung sana ada foto Kevin bersama adik lelakinya yang masih SMP terlihat dari baju putih biru tuanya.

Tentu membuat Ghina tidak percaya. Ia tidak pernah tahu kalau Kevin ternyata memiliki seorang adik. Dia tidak pernah cerita.

Ratna pun menghampiri kembali Ghina dengan membawakan irisan kue bolu untuknya. "Ini nak dimakan."

"Makasih bu, maaf jadi ngerepotin." ucap Ghina.

"Enggak ngerepotin kok. Ibu malah seneng kamu kesini, jadi ada temannya, bapaknya Kevin lagi pergi keluar sekarang. Ibu sendirian deh." ucap Ratna. Ghina menyelurup teh hangatnya.

"Ibu tinggal bertigaan aja ya bu di rumah ini... Mas Kevin enggak punya saudara gitu bu?" tanya Ghina terkekeh.

"Oh punya tapi udah almarhum." ucap Ratna.

"Eh? Meninggal? Penyebabnya kenapa ya bu?" tanya Ghina.

Dinikahi Mas Intel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang