17

37 3 1
                                    

"Gue tadi diceritain sama nyokap lo... Tentang alasan kenapa lo jadi intel." ujar Ghina.

"Diceritain apa?" tanya Kevin.

"Tentang adik lo yang meninggal karena mafia topi hitam." ujar Ghina membuat Kevin tersentak mendengarnya.

"O-oh... Sampe mana ceritainnya?" tanya Kevin.

"Sampe itu aja sih... Jujur gue sempet dibuat speechless pas ngedenger adik lo meninggal dalam keadaan seperti itu. Kayak bener-bener membuat gue sedih tapi enggak bisa menerjemahkan kesedihan gue dengan kata-kata." ujar Ghina.

Kevin tertawa. "Gak usah diterjemahin, emang lu google." tawanya.

"Tapi bener deh lo kerennn banget mencoba membalas dendam atas nama adek lo, menurut gue itu keren... Alasan paling keren yang pernah gue denger,  melihat pencapaian lo yang udah menjadi seorang intel dengan pangkat kayak gini bener-bener membuat gue speechless. Sumpah lo keren banget si..." ujar Ghina membuat Kevin jadi tersipu dikatakan seperti itu.

"Lo bukan hanya udah membuat kedua orang tua lo bangga, tapi almarhum adik lo juga..." ujar Ghina tersenyum. Kevin jadi garuk-garuk kepala saat itu. Merasa kalau ia terlalu berlebihan.

"Lebay lo... Abis ini minjem seratus deh..." ujar Kevin.

"Ih beneran lo keren banget. Gue jadi penasaran, gimana sih rasanya jadi intel?" tanya Ghina.

"Rasanya? Lo kira makanan..."

"Ayo dong ceritain lagi... Oh iya gimana kabarnya si mafia topi hitam itu? Dia masih suka melakukan hal jahat?"

"Masih lah malah dia dinobatkan sebagai mafia yang paling susah ditaklukkin di indonesia ini." ujar Kevin.

"Masa sih? Lo serius?"

"Serius."

"Kenapa polisi banyak yang nyerah sama dia? Sampe enggak bisa ditaklukkin?" tanya Ghina.
"Pertama dan paling utama karena dia banyak duitnya... Kedua ya karena dia punya banyak anak buah termasuk para pengikutnya di indonesia termasuk luar negeri. Jaringannya banyak." ujar Kevin.

"Oh gitu. Tapi lo udah pernah ketemu dia belum?" tanya Ghina penasaran.

"Udah pernah... Tapi sayangnya gue enggak berhasil nangkep dia."

"Hmmm iya susah sih... Tapi gitu juga udah keren Pin... Gue bangga sama lo... Sekalipun lo belum bisa membalas dendam ke mafia itu tapi gue salut sama lo." ujar Ghina memberinya dua jempol. Kevin tertawa.

"Eh jadinya gimana, lo beneran mau ngelanjutin hubungan kita?" tanya Kevin.

"Iya lah... Tanggal tunangan kan udah tinggal bentar lagi." ujar Ghina.
"Enggak perlu tunangan, langsung kawin gimana?" tanya Kevin mencubit pipinya gemas.

"Ihhh hobi banget nyubit pipi sih... Mau calon istrinya makin tembem?" tanya Ghina kesal. Mendadak Kevin mengalihkan pembicaraannya.

"Kabar kuliah lo gimana?" tanya Kevin.

"Bentar lagi skripsi..."

"Serius? Wah syukur deh... Semoga aja lulus dengan nilai yang tinggi... Saking tingginya sampe gak bisa turun."

"Iyalah kan dia nyangsang."

"Oh iya gue mau nanya sesuatu sama lo."

"Soal apa?" tanya Kevin.

"Masalah asmara lo lagi... Masa iya sih lo enggak pernah sekalipun suka sama cewek? Sekali aja gitu, apa enggak pernah suka sama cewek?" tanya Ghina penasaran.  Kevin tersenyum.

"Pernah sih, tapi dulu banget, pas SMA."

"Wah beneran? Siapa tuh?" tanya Ghina penasaran.

"Orangnya ada di luar negeri." ujar Kevin membuat Ghina tak percaya. Ia memandangnya kagum.

"L-luar negeri? Dia anak orang kaya? Aaa anak raden, bangsawan, anak ningrat?!!" tanya Ghina berkali-kali dengan mata berbinarnya.

"Haha kepo banget sih lo... Ya makanya bisa ke luar negeri ya emang kaya..."

"Kenapa lo enggak mau sama dia?" tanya Ghina memojokkan. "Apa jangan-jangan lo merasa enggak pantes dulu? Lo merasa paling lemah, miskin dan enggak berdaya ketika sama dia? Merasa kalau dia sangat tinggi sampe ketika lo liat dia suka dongak?" tanya Ghina. Kevin tertawa.

"Y-ya enggak juga. Gue ngerasa aja enggak pede tiap deket dia..."

"Sama aja kan? Enggak pede karena dia lebih kaya?"

"Karena dia kayak bidadari."

"Aaaa kenapaaa... Terus lo pas liat gue kayak apa? Kayak bidadari juga gak?" tanya Ghina.

"Kayak kurcaci."

"Hah?!!! Bilang apa sekali lagi!" tandas Ghina memamerkan kepalan tangannya membuat Kevin tertawa.

"Udahlah kesel, udah jangan ajak gue ngomong."

"Salah sendiri sok kepo tentang tuh cewek."

"Ya gue kan mau tahu lo selain gue pernah berhubungan sama cewek mana! Tau-taunya spek bidadari!" Ghina kesal.

"Katanya enggak mau ngomong...."

"Lo nya lagian nyerocos mulu..."

"Hahaha! Ngambek apa cemburu tuh. Udahlah ngaku aja kalo lo cemburu." ucap Kevin memojokkan membuat Ghina.

"Siapa yang cemburu! Enggak ada kamus cemburu di hidup gue.... Udahlah gue mau pulang." ucap Ghina mengancam. "Hati-hati."

"Cegah gue kek!"

"Kerajinan..."

"Ishh nyebelinnnn! Udahlah gue pulang. Males lama-lama disini, cowok emang semua sama! Kagak ada yang peka!" kesal Ghina langsung pergi meninggalkannya.

Kevin tersenyum membiarkannya begitu saja, ia malah sibuk melihat kukunya.

"Jangan lupa tadi lo hampir mau ditembak. Untung ada gue yang nyadar, kalo enggak lo bisa pikir sendiri." ucap Kevin membuat Ghina sepintas jadi takut. Meski didalam hatinya ia tak mau sama sekali merasakan perasaan semacam ini, ia harus pulang! Egonya mengatakan kudu dan wajib pulang saat itu juga, tapi kaki dan seluruh tubuhnya dibuat mematung saat itu, hingga membuatnya tak bisa bergerak sedikitpun. Berada diantara dua pilihan, hidup dan mati.
Perlahan kepalanya menengok ke belakangnya. Ke arah Kevin yang masih terlihat santai.

"L-lo pikir gue takut?!" tandas Ghina masih mengutamakan egonya.

"Hoo masih berani ternyata... Yaudah silakan pergi..." ucap Kevin masih santai membuat Ghina semakin geram dan memesan ojek saat itu juga dengan cukup yakin. Membuat Kevin mau tak mau lantas bangkit dan ambil hapenya.

"Ih mau ngapain sih!" kesal Ghina. .

"Sekalipun lo pesan ojek juga emang ojeknya superman? Emang dia spiderman yang bisa ngeluarin kekuatan super buat jadi pahlawan?" tanya Kevin memojokkan membuat Ghina cemberut sebal, mengalihkan wajahnya tidak terima.

"Kalo pengen pulang biar gue yang anter." ucap Kevin, Ghina kini menatap wajahnya.

"Kalo mau nganter kenapa enggak bilang dari tadi kalo lo mau nganter, enggak mesti berbelit-belit gini sampe bikin gue marah!" tandas Ghina
membuat Kevin menghela nafasnya.

"Lo itu ngegemesin kalo lagi marah, kayak bebek, nyerocos mulu apalagi kalo bibirnya tebel persis bebek .... Makanya rasanya buat lo marah dan kesel itu lucu menurut gue." ucap Kevin di akhir nyengir membuat Ghina meledak-ledak dan memukulnya berkali-kali melampiaskan kekesalannya. "Akh Ipin botak!!"
  
Tak lama kemudian Kevin akhirnya sampai ke rumah Ghina. Motornya menepi dekat pagar rumahnya. "Nah sampe deh ojeknya. Makasih ya." ucap Ghina seraya bangkit dan turun dari jok motornya. 

"Iya sama-sama. Jangan lupa hari minggu nanti kita tunangan, dandan yang cantik supaya enggak kalah cantik sama bidadari tadi." ucap  Kevin langsung ngeloyor bersama motornya. Ghina meledak-ledak lagi.

"Dasar tiang jemuran! Ngomong apa lo barusan hah! Heh jangan kabur!" tandas Ghina kesal. 

Dinikahi Mas Intel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang