BAGIAN 14

10.1K 705 26
                                    

Suara dentingan sendok terdengar di dalam ruang makan yang hening. Tidak ada yang berbicara atau pun bersuara karena adap mereka. Namun, semua itu sirna saat Alucca tiba-tiba mengambil satu paha ayam yang tersisa di piring.

"Itu ayam aku! Kenapa kamu ambil?!" tanya Nanaza dengan keras, membuat Alucca dan seluruh anggota keluarga lainnya sontak menatap kearah Nanaza yang terlihat kesal karena paha ayam incarannya diambil tanpa ijin oleh Alucca.

"Itu ayam aku! Kenapa kamu ambil?!" tanya Nanaza dengan keras, membuat Alucca dan seluruh anggota keluarga lainnya sontak menatap kearah Nanaza yang terlihat kesal karena paha ayam incarannya diambil tanpa ijin oleh Alucca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah? Sejak kapan paha ayam ini jadi punya kamu? Pelasaan aku ngambilnya di piling lauk bukan di piling kamu," jawab Alucca heran. "Tau, caper banget, sih, jadi orang, cuma masalah ayam juga" timpal Xavera yang duduk di sebelah Abecca.

"Kamu diem, deh! Nggak usah ikut campur urusan aku!" seru Nanaza marah karena Xavera terus saja ikut campur dalam urusannya. Padahal, urusannya kali ini hanya dengan Alucca, bukan dengan Xavera seperti hari-hari biasanya.

"Cih, dasar nggak tau malu. Lo disini tu jadi tamu, bego! Bukan jadi tuan rumah! Selagi paha ayam itu nggak di piring lo, siapa aja boleh ngambil paha ayam itu, tak terkecuali Alucca, lol!" balas Xavera sambil melempar selada kearah Nanaza.

"Xavera!" Seanza dan Zelian yang sedari tadi diam mendengarkan perdebatan Nana dan Xavera pun akhirnya turun tangan saat perilaku Xavera membuat mereka malu. Apalagi, ada Abecca dan juga Arce yang melihat kelakuannya itu.

"Sopan kamu kayak gitu, hah?! Lempar selada ke Kakak kamu di depan semua orang yang lagi makan! Sopan kamu?!" tanya Zelian dengan marah. Namun, Xavera hanya mengedikkan bahunya acuh dan lanjut memakan makananya.

Berbeda dari Xavera yang acuh, Alucca justru tersenyum tipis saat ide bagus terlintas di kepalanya. Sepertinya, hari ini adalah hari yang bagus untuk Alucca karena ia bisa melakukan apapun yang ia mau kepada Nanaza dan keluarganya.

"Udah! Cuma masalah ayam aja kenapa kalian jadi belantem gini, sih?! Lagian, aku ndak papa kok! Kalo Kak Nana mau, ini...ayamnya buat Kakak aja!" lerai Alucca sambil menyodorkan paha ayam yang ada di tangannya kepada Nanaza.

Tanpa menunggu lama, Nanaza pun langsung mengambil paha ayam itu dan memakannya dengan cepat, membuat Alucca tersenyum manis kearahnya. "Kak Nana umul belapa, sih, sekalang?" tanya Alucca dengan menopang dagunya

"12," jawab Nanaza ketus. Alucca pun menganggukkan kepalanya, membuat Abecca dan Arce yang melihat kelakuan Alucca mengernyitkan dahinya bingung. Jujur, mereka sedikit merasa jika Alucca sekarang bukanlah Alucca yang dulu.

"12, ya? Belalti udah besal, dong?" tanya Alucca santai. "Aku aja tahun ini balu 5 tahun," lanjut Alucca yang membuat Nanaza sontak menoleh kearahnya. "Aku nggak nanya, tuh!" ucap Nanaza yang langsung dibalas kekehan oleh Alucca.

"Emang, aku 'kan cuma mau kasih tau Kakak aja. Aku yang umul 5 tahun aja bisa ngalah sama Kakak. Masa Kakak yang udah 12 tahun ndak mau ngalah sama anak kecil kayak aku."

Jleb!

"Aku pikil, semakin dewasa itu pikilan manusia semakin dewasa juga. Tapi, khusus Kakak kayaknya cuma badannya doang, deh, yang dewasa, otaknya masih labil kayak anak kecil."

Jleb!

"Kamu...!" Nanaza menunjuk Alucca dengan geram. Namun, Alucca memilih untuk abai dan lanjut makan makanan yang ada di piringnya. "Halusnya kalo ndak melasa ndak usah malah. Kalo malah jadi keliatan kalo itu benel."

Jleb!

Baiklah, cukup sudah Abecca dan Arce diam mengamati semua ucapan dan kelakuan Alucca. Kini, mereka sudah yakin jika ada yang salah dengan otak Alucca. Mungkin, setelah ini mereka akan membawa Alucca periksa ke dokter.

"Sepertinya, otak putri kita sedikit geser. Atau...apa dia trauma sampai bisa jadi seperti ini?" gumam Abecca dan Arce serempak. Mereka saling melemparkan tatapan isyarat, dan anehnya mereka paham tentang isi dari tatapan itu.

***

Jam menunjukkan pukul 9 malam, dan Nanaza sudah tertidur pulas diatas sofa dengan kepala di paha Seanza. "Kasian banget, sih, adek Abang. Pasti capek banget, ya? Sampe ketiduran gini," ujar Seanza dengan penuh perhatian.

"Iya, kasian. Pasti mentalnya capek karna kena ulti Alucca," ucap Xavera sinis. Ia sedikit melirik kearah Nanaza yang tertidur pulas, ada rasa iri di dalam hatinya saat melihat itu. Namun, Xavera berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

"Xavera! Jaga ucapanmu!" bisik Lezora tajam, membuat bulu kuduk Xavera sontak meremang. Bukan karena Xavera takut dengan Lezora, tapi karena nafas Lezora yang menerpa kulitnya hingga membuat Xavera merasa geli dan risih.

"Ma, kita pulang aja, yuk. Kasian Nana kalo harus tidur di sofa gini," saran Zelian dengan sedikit menyindir keluarga Roozer yang sedari tadi diam dan tidak memberikan tawaran untuk ke kamar tamu saat melihat Nanaza tidur di sofa.

"Sudah bagus saya menyuruhmu untuk duduk di sofa dan bukan di lantai. Jika kamu merasa ini kurang, kamu bisa bawa tempat tidur sendiri dari rumah. Lagian, sejak awal saya sudah menolak kedatangan kalian bukan?" balas Abecca.

Zelian pun terdiam, membuat Xavera tersenyum tipis. "Udah, sana pulang! Kenapa masih disini? Kasihan, tuh, si Nanas busuk tidur di sofa. Nanti kalo badannya sakit-sakit panik," ucap Xavera dengan nada yang dibuat-buat baik.

"Ck, awas aja lo!" Zelian pun bangkit dari duduknya. Ia lalu menggendong Nana yang masih terlelap, mengabaikan wajah Seanza yang terlihat masam dan kesal karena Zelian yang tiba-tiba mengambil alih tubuh Nana dari dirinya.

"Pelmainan dimulai...."

***

Aku nggak tau, cerita ini tuh menarik apa enggak karna jujur aku ngerasa alurnya itu terlalu soft.

Tapi it's okey, aku juga tau kalo ada kalian yang suka sama cerita ini.

Kalo aku boleh tau...

Apa, sih? Yang buat kalian suka sama cerita ini?

Atau kalian juga pernah baca ceritaku yang lain? Kalo iya, apa yang buat kalian bisa suka sama cerita-cerita aku?

Jadi Sepupu AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang