"KAU HANYA JIWA ASING!"
"KAU BUKAN BAGIAN DARI KAMI!"
"PERGI KAU DARI SINI! PERGIII!"
Alucca menutup kedua telinganya rapat. Kepalanya menggeleng brutal saat suara orang-orang asing yang entah ada dimana itu terus berdengung hingga membuat kepala dan telinganya sakit.
"Ndak! Ini bukan salah aku! Aku juga ndak tau kenapa aku bisa ada disini! Aku ndak tau!" teriak Alucca ketakutan. Wajahnya pucat dengan keringat dingin yang membanjiri seluruh tubuhnya.
"DIAM KAU DASAR GADIS SIALAN!"
"GARA-GARA KAU, SEMUA ALUR YANG TELAH KITA BUAT MENJADI BERANTAKAN! MATI SAJA KAU! MATIII!"
"NDAKKKKKK!"
Abecca terbangun dari tidurnya saat tubuh Alucca terus saja bergerak di dalam pelukannya. Tidak hanya Abecca, Arce pun juga terbangun karena suara racauan Alucca yang tidak kunjung reda.
"Alucca kenapa?" tanya Arce dengan suara serak khas bangun tidur. Abecca menggelengkan kepalanya, ia juga tidak tau ada apa dengan Alucca hingga membuat Alucca menjadi seperti ini.
"Aku juga nggak tau, dari tadi dia nggak bisa diem," jawab Abecca dengan jujur. Arce pun mengulurkan tangannya untuk memegang dahi Alucca. Dan saat Arce memegang dahi Alucca, ia pun terkejut.
"Badan Alucca panas, Be!" ujar Arce yang langsung bangun dari baringnya, begitu juga dengan Abecca. Awalnya Abecca sempat ragu dengan ujaran Arce, sampai Abecca memegang dahi Alucca sendiri.
"Astaga! Ini panas banget, Arc!" ucap Abecca panik. Ia menyeka keringat yang membasahi wajah Alucca dengan tangan. Jujur saja, Abecca bingung karena baru kali ini Alucca panas setinggi ini.
"Ndak...aku ndak salah...bukan aku...bu-"
Tubuh Alucca melemas, Abecca yang semula panik seketika membeku saat nafas Alucca perlahan mulai melemah. Ia takut, sangat takut jika Alucca pergi dari sampingnya untuk selamanya.
"ALUCCA!" Abecca memegang kedua pipi Alucca yang mulai dingin, Arce pun tak kalah panik, ia langsung menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan segera menggendong tubuh Alucca.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" pinta Arce tegas. Meski di dalam hati merasa panik dan cemas, namun Arce tetap terlihat biasa saja supaya Abecca tidak ikut panik dan cemas seperti dirinya.
Dengan mata yang mulai berkaca-kaca dan hati yang mulai gusar, Abecca pun berjalan mengikuti Arce sambil terus memegang tangan mungil Alucca agar Alucca tidak pergi dari alam sadarnya.
"Tolong, jangan ambil Alucca dari hidup saya, Tuhan," batin Abecca memohon.
***
Drap! Drap! Drap!
Suara langkah kaki terdengar nyaring dari balik pintu kamar, membuat Xavera yang sedang tertidur merasa terusik dan akhirnya terbangun. "Ck, itu siapa, sih?" tanya Xavera entah kepada siapa.
"Malem-malem bukannya tidur malah lari-larian! Nggak jelas banget!" lanjut Xavera dengan kesal. Ia menyugarkan rambutnya kebelakang, sebelum bangkit dan berniat untuk melihatnya.
Namun, saat Xavera baru saja berdiri, sebuah ingatan asing tiba-tiba muncul di dalam kepalanya. Xavera pun reflek menjerit, ia memegang kepalanya yang terasa ingin pecah karena ingatan itu.
"Arghh! Sa-sakit!" Tubuh Xavera ambruk ke lantai marmer yang dingin, tubuhnya menyender ke sisi ranjang yang kosong dengan kedua tangan yang masih terus mencengkeram kepalanya yang sakit.
"PERGI KAMU DARI SINI! SAYA TIDAK SUDI MEMILIKI ANAK SEPERTI KAMU!""PAPAA! PAPA TUNGGUU! XAVERA MAU IKUT, PA! XAVERA MAU IKUTTT!"
"JANGAN PANGGIL SAYA MAMA! SAYA TIDAK MEMILIKI ANAK SEPERTI KAMU!"
"INGET INI BAIK-BAIK, SIALAN. LO ITU BUKAN ADEK GUE! ADEK GUE DISINI CUMA NANA, BUKAN LO!"
"SIAPA YANG LO PANGGIL ABANG, HAH?! GUE BUKAN ABANG LO, BRENGSEK!"
"Arghhh! Cukup...CUKUP!" Xavera terdiam dengan nafas terengah-engah. Tatapan matanya menyorot kedepan dengan kosong. Ingatan itu, Xavera tidak tau kenapa ingatan itu tiba-tiba muncul.
"Sial...sebenernya ingatan siapa barusan? Kenapa wajah orang yang ada di dalamnya sama persis kayak wajah di keluarga gue?" gumam Xavera bingung sekaligus penasaran dengan ingatan itu.
"Dia bukan bagian dari kami!"
"Singkirkan dia! Singkirkan dia, Xavera!"
Xavera menutup telinganya dengan rapat saat suara seorang wanita dewasa berdengung di dalam telinganya. Jujur, Xavera belum paham akan semua yang ia alami berusan, terutama ingatan itu.
"Jangan percaya kepada siapapun!"
"Mereka hanya berpura-pura baik!"
"Hidupmu ada di tanganmu, Xavera!"
"Dia akan membantumu!"
"Semua tergantung padamu, Xavera!"
Suara-suara itu terus terdengar samar di telinga Xavera. Pusing dan mual, itulah yang Xavera rasakan saat ini ketika kepalanya dihantam oleh suara dan ingatan yang sangat asing untuknya.
"Ck, sebenernya gue itu kenapa, sih?!"
***
Di tengah gelapnya malam, sebuah mobil sedan terlihat melaju dengan kecepatan kencang, membelah suasana malam yang sunyi dan sepi karena jarang ada kendaraan yang berlalu-lalang.
"Sayang. Alucca. Kamu denger suara Mommy 'kan? Mommy mohon sayang, jangan pergi dari samping Mommy, Mommy mohon." Abecca menggenggam tangan Alucca dengan sangat erat.
"Aluccaa...." Tangis yang sedari tadi Abecca tahan akhirnya pecah saat Alucca tidak merespon perkataannya. Bahkan, tubuh Alucca semakin dingin, membuat Abecca tidak bisa berpikir positif.
"Semuanya...akan dimulai dari awal."
"Alucca...bukan, dia Zoela..."
***
Gimana menuru kalian part ini?
Apakah membosankan?Ya, seperti yang kalian tau.
Membuat cerita itu nggak mudah.
Jadi, kalo ada kesalahan mohon bantu tandai, ya? Biar bisa aku revisi...Makasih🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sepupu Antagonis
Fantasy"Ndak salah, sih. Kelualgamu emang tolol semua" Bercerita tentang Zoela Tevora yang masuk ke dalam sebuah novel bergenre teen dan menjadi sepupu dari tokoh antagonis favoritnya. Tidak hanya itu, Zoela juga akan dihadapkan dengan konflik-konflik ring...