#37: Tidak pernah tercapai

3 1 0
                                    

Setelah dari jam setengah 8 sampai jam 1 mereka ujian akhirnya kini seluruh kelas 12 sudah pulang dan belajar lagi, menyiapkan diri untuk menjawab soal-soal besok pagi.

Jangan tanyakan Natasya, dia sudah berjalan berdua di koridor sekolah. Tentu saja Natasya akan di jemput oleh Stevanya karena dia malas membawa kendaraan sendiri.

"Aku kok gk pernah lihat Juna ya za dari kemarin, apa dia pindah sekolah? Atau memang tidak berangkat?" Tanya Natasya kepada Eza, Eza diam saja.

"Gk tau juga aku. Kamu pulang hati-hati ya, nanti malam jangan lupa belajar oke? Kalau tidak bisa tanya aku ya?" Natasya mengangguk. Dan mereka berpisah.

"Jana, harus tanya Jana. Tapi waktu yang tepat? Kata William, memangnya ada apa?" Gumam Natasya heran sendiri. Dan kebetulan Jana lewat sampingnya dan Natasya langsung memegang pergelangan tangannya.

"Gue mau ngomong sama Lo." Jana mengangguk, dia tau Natasya begitu penasaran dengan apa yang terjadi kepada Juna yang pasti. Kali ini dia harus jujur kepada Natasya.

"Ma, sebentar ya? Mama tunggu di mobil dulu aku mau ngomong sama Jana dulu sebentar." Stevanya mengangguk dan membiarkan anak bungsunya berbicara dengan temannya.

"Jan, kalian nyembunyiin sesuatu kan dari gue? Gue gk pernah lihat Juna lagi semenjak pulang kesini, dia kemana Jan?" Tanya Natasya dengan selembut mungkin.

Jana menundukkan kepalanya, menangis, remaja itu mengangguk tanpa suara.

"Ju-Juna..." Natasya menyadari kalau Jana menangis, dia langsung memeluknya mencoba menenangkan remaja yang ada di pelukannya itu.

"Juna udah gk ada Nat, hiks... Karena Papa."

Deg!

Rasanya seperti tidak nyata, tapi suara isakan Jana membuatnya tersadar kalau itu bukanlah MIMPI tapi NYATA!

"Maksud Lo apa Jan?" Tanya Natasya yang tidak mengerti sama sekali dengan ucapan Jana itu. Karena papanya? Kenapa?

Terakhir kali dia membantu dua kembar itu karena Papa mereka juga, Juna yang di tikam dan Jana yang di hajar habis-habisan dengan Papa dan Mama nya. Tapi apa yang terjadi selama dia tidak ada di Semarang?

"Papa bunuh J-una Nat, hiks, hiks." Natasya tidak percaya dengan itu, dia tadi malam melihat Juna yang menatapnya dengan tatapan yang seperti orang kebingungan.

Natasya memilih untuk diam dan mengelus punggung rapuh itu, punggung yang memiliki sejuta beban, punggung yang selalu menjadi tempat Juna pulang.

"Papa jah-at Nat, hiks, hiks." Natasya tidak boleh ikut larut dalam Isak tangis itu, dia yakin tadi malam melihat Juna, sangat yakin. Sepertinya memang dia harus menyelidiki kasus ini.

"Dan pada akhirnya cita-cita gue tidak pernah tercapai."

-♥♥-

Sejak pulang sekolah tadi Natasya hanya diam sama di kamar sambil melamun, Stevanya dan Dio yang menatap Natasya dari tadi juga ikut bingung. Ada apa dengan Natasya?

Natasya sedang duduk di meja belajarnya, menatap layar komputer yang ada di meja itu dengan air mata yang tiba-tiba turun dari matanya. Natasya melibat kedua tangannya dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan itu.

Stevanya dan Dio memutuskan untuk menghampiri Natasya.

"Kamu kenapa sayang? Kenapa menangis?" Tanya Stevanya, Natasya menggeleng dia butuh waktu untuk bilang ini kepada Mamanya.

"Kasih aku waktu ma, aku butuh waktu untuk sendirian." Stevanya menatap Dio khawatir begitu juga sebaliknya.

"Ya sudah kalau begitu, kalau ada apa-apa bilang ya?" Ucap Dio dan di angguki oleh Natasya. Dia bimbang, dia bingung harus bagaimana lagi.

5 TEENAGE GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang