chapter sebelas || pelampiasan amarahnya

92 11 0
                                    

Memang benar, menjadi orang baik untuk seseorang yang tak membutuhkan kebaikan darinya. Tidak akan menghasilkan apapun, jika dia seorang pembenci. Maka seterusnya akan seperti itu, kebaikan yang dilakukan akan benar-benar menjadi sia-sia saja.

Tak pernah sekalipun Reo berpikiran untuk lebih peduli pada dirinya sendiri saja. Dari pada berusaha untuk menjadi kakak yang baik untuk Hayat, padahal dia tahu dan sangat tahu sekali. Bahwa Hayat tak pernah mengharapkan kebaikannya sama sekali. Yang ada juga Hayat selalu memperlakukanya dengan buruk, dan mengatakan banyak hal tentang kebencian.

Sudah seharusnya Reo tidak terus-terusan menjadi yang terbaik. Dia harus memperdulikan dirinya sendiri juga, dan mencari cara untuk melindungi senyuman ibunya. Tanpa perlu memikirkan perasaan Hayat, lagian Hayat juga sibuk menyalahkannya saja. Padahal Reo tak benar-benar bersalah, dia hanya ingin ibunya merasa di bahagikan. Apalagi orang yang membahagiakannya itu, adalah orang yang paling tepat untuk ibunya.

"Kenapa lagi?" tanya Hayat yang menatap tajam pada Reo.

Malam hari yang sunyi, ketika kedua orangtuanya sudah tertidur. Reo sengaja menemui Hayat ke kamarnya, anak itu juga jarang mengunci kamarnya. Maka dengan mudah pula Reo masuk ke dalam.

Dia hanya menatap teduh pada Hayat, kemudian meletakkan beberapa buku catatannya. Mana mungkin dia membiarkan Hayat begitu saja, apalagi dia ketinggalan banyak pelajaran. Dan sebentar lagi ujian akan segera dilaksanakan.

Membayangkan Hayat akan kesulitan dibuatnya, membuat Reo tidak ingin hal seperti itu terjadi. Kilan pasti akan merasa bersalah, dan akan menyalahkan dirinya sendiri. Reo ingin melakukan apa saja untuk keluarga barunya agar baik-baik saja. Tidak peduli jika di sini dia jauh lebih terluka dari yang lainnya.

"Kau nggak usah pedulikan aku, kau nikmati aja kebahagiaanmu itu," kata Hayat yang bahkan tak menatap ke arah Reo.

Atas perkataan itu, Reo justru marah mendengarnya. Dia menggebrak meja belajar Hayat dengan kuat, dan baru kali ini juga Hayat melihat Reo semarah itu padanya. Padahalkan Reo tidak pernah marah, dia juga selalu ahli menyembunyikan amarahnya.

Barangkali saat ini Reo sudah berada di batasannya sendiri. Perkataan Hayat juga terlalu berlebihan, bagaimana bisa Reo membiarkannya. Sementara dia melihat dengan jelas jika Hayat terluka.

"Aku nggak pernah beranggapan jika aku bahagia lho, Yat. Kau selalu ngomongin banyak hal seenaknya aja. Kau harus tahu juga, kalau bukan cuma kau yang terluka. Kau nggak ngasih kebahagiaan buat aku, jadi kau diam aja," katanya dengan ekspresi wajahnya yang datar.

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Reo langsung keluar dari kamarnya. Bahkan Hayat tak mampu berkata-kata, dia justru merasa takut saat Reo tak menampilkan senyumannya seperti biasanya. Yang ada hanya amarahnya, dan betapa kesalnya Reo.

Sebenarnya itu wajar saja terjadi, akan tetapi untuk Hayat yang masih belum sadar diri. Dia merasa bahwa Reo yang bersalah. Dia tak seharusnya mengatakan hal sedemikian, pada seseorang yang lebih merasa sakit darinya.

Hayat memang egois, dia bukan orang baik dan bukan pula seseorang yang mengutamakan perasaan orang lain. Padahal Reo tidak bersalah padanya, tapi masih saja disalahkan olehnya berkali-kali.

Hanya saja sebanyak apapun di salahkan oleh Hayat, Reo tidak bisa membencinya balik. Bukan karena permintaan dari Kilan—ayahnya. Dia memang ingin menjadi baik, karena dia seorang kakak. Semua yang dilakukannya murni dari keinginannya sendiri.

Saat melihat ibunya dapat mengukir senyumannya dengan baik, Reo tidak ingin kehilangan senyuman itu. Yang kemudian membuatnya ingin melindungi banyak hal, termasuk-Hayat yang menjadi-pembencinya.

✩*⢄⢁✧ --------- ✧⡈⡠*✩

Reo menghela napasnya dengan kasar, rapat OSIS hari ini cukup melelahkan. Seharusnya dia mengajukan pengunduran diri, karena sudah tidak tahan lagi dengan kegiatan dan pekerjaan yang wajib dikerjakannya sebagai ketua OSIS.

Maaf Karena Membuatmu Merasa Diabaikan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang