Bagian 44

178 21 6
                                    

Langit yang tadinya berwarna biru kini sudah digantikan kehadirannya dengan semburan warna jingga, Kavi terdiam menikmati langit sore ditemani sebotol vodka yang sengaja dia bawa dari rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit yang tadinya berwarna biru kini sudah digantikan kehadirannya dengan semburan warna jingga, Kavi terdiam menikmati langit sore ditemani sebotol vodka yang sengaja dia bawa dari rumahnya.

Jika kalian bertanya dimana dirinya sekarang, dia berada di tengah-tengah hutan pinus yang menjulang tinggi di setiap sudutnya. Kavi sengaja membeli rumah itu menggunakan tabungan mendiang sang kakak agar rencananya tak mudah dikacaukan oleh para pihak berwajib.

“Tuan.” panggil salah seorang pengawal yang dia sewa beberapa waktu lalu.

Kavi menoleh, hanya membalas dengan deheman singkat. Sang pengawal menunduk memberi sapaan hormat pada Kavi, kemudian berjalan mendekat ke arahnya.

“Kapan kita akan bergerak?” tanya si pengawal masih dengan sikap sopannya.

“Sebentar lagi, tunggu sampai aku memberikan aba-aba.” ujar Kavi tanpa melihat ke arah sang lawan bicara. Tangannya dengan lihai memutar-mutar gelas yang berisi cairan berwarna merah pekat, sesekali mulutnya akan menyesap minuman beralkohol tingkat tinggi tersebut.

“Baik, kalau begitu saya permisi.” balas sang pengawal itu tak lupa menundukkan tubuhnya.

Kavi kembali menatap langit sore, cuacanya begitu indah meskipun terhalang rimbunnya pohon pinus.

Sesekali dirinya menatap lurus ke arah depan, membayangkan rencana yang sudah lama dia pikirkan akhirnya benar-benar terwujud dengan jerih payahnya sendiri.

Bahkan hanya dengan membayangkannya pun Kavi sudah merasa puas, meskipun dirinya tau rencananya mungkin tak akan berjalan dengan baik setidaknya setengahnya sudah terselesaikan.

Kekhawatirannya pun sudah mulai memudar karena keberaniannya sudah benar-benar di ujung, hanya perlu menunggu hingga hari esok agar semuanya benar-benar menjadi kenyataan.

Kavi meneguk vodka nya yang sisa setengah dengan sekali tegukan, kemudian sedikit membanting gelas tersebut di atas meja sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar yang sedari tadi menjadi tempatnya untuk beristirahat sejenak.

Dia bawa langkahnya menuju ke ruangan yang terletak tak jauh dari kamarnya berada, dimana terdapat Devano di dalamnya. Suara teriakan minta tolong terdengar samar karena memang semua ruangan di rumah itu didesain agar kedap suara.

Sadar tuannya berjalan mendekat ke arah mereka, salah satu pengawal yang berdiri sejak tadi segera membukakan pintu yang terkunci itu, Setelah terbuka Kavi melangkahkan kakinya dengan senyuman yang terpatri di wajah tampannya.

Devano dengan wajah kesalnya mencoba untuk kembali melepaskan diri dari ikatan yang membelenggu dirinya sejak dia dipaksa untuk ikut.

“Lepasin gue!” teriak Devano tepat di depan wajah Kavi yang tiba-tiba mendekat ke arah wajahnya.

Kavi menyeringai dengan sorot mata tajam, yang membuat keberanian Devano tiba-tiba saja hilang entah kemana.

“Gue bakal lepasin lo kok kak, tapi setelah kematian yang menjemput lo.” ujar Kavi masih dengan seringai yang tercetak di wajahnya.

Setelah mengatakan itu, Kavi kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Devano dengan rasa takut yang perlahan menyelimuti tubuhnya. Devan tak menyangka bahwa Kavi akan berubah sejauh ini hanya karena sebuah video yang tersebar karena ulahnya.

“Gue bakal hapus videonya! Tapi tolong lepasin gue!” teriak Devano sebelum Kavi benar-benar melangkah keluar kamar itu.

Kavi berbalik, menatap lurus ke arah Devano yang terlihat begitu putus asa. “Lo berpikir gue lakuin ini cuma karena video itu?” tanya Kavi kembali berjalan mendekat ke arah Devano.

Devan mengangguk secara cepat, bukankah sudah jelas Kavi menyekapnya karena video tersebut. Mana mungkin Kavi sampai melakukan semua ini jika bukan karena itu bukan?

Kavi menggeleng sebagai jawaban, kemudian kembali melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Devano sendirian. Dia sudah begitu muak hanya dengan melihat wajah Devano yang begitu mirip dengan orang yang sudah membunuh kedua orang yang dirinya cintai.

Setelah malam yang begitu mencekam, matahari kini muncul menyinari rumah yang dikelilingi oleh pepohonan, udara pagi ini begitu sejuk berbeda dengan udara kota yang mungkin sudah terdapat banyak polusi padahal pagi baru saja datang menjemput

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah malam yang begitu mencekam, matahari kini muncul menyinari rumah yang dikelilingi oleh pepohonan, udara pagi ini begitu sejuk berbeda dengan udara kota yang mungkin sudah terdapat banyak polusi padahal pagi baru saja datang menjemput.

Kavi terbangun dengan perasaan riang gembira, segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Sedang asik dengan kegiatannya membersihkan diri, Kavi mendengar seseorang masuk ke dalam kamarnya. Tanpa menaruh curiga dirinya melanjutkan kegiatannya dengan menggosokkan sabun ke seluruh tubuhnya.

Kavi tersentak saat tiba-tiba ada sebuah tangan yang memeluk tubuhnya dari belakang, namun tak berangsur lama karena yang memeluknya adalah sang kekasih.

“Lepas Jeff, nanti baju kamu basah.” ujar Kavi sambil tetap menggosokkan sabun ke tangannya.

“Gapapa, biar sekalian mandi.” ujar Jeff sambil sesekali mencium bahu sang kekasih.

Kavi terkekeh geli saat mendapatkan rangsangan itu, namun tak dipungkiri bahwa dirinya juga menyukai perlakuan Jeff pada tubuhnya ditambah air shower yang menetes dari rambut hingga ke leher membuat Jeff tampak begitu tampan sekarang.

Jeff terus mencium bahu itu tak lupa sesekali menghisap dan menjilatinya secara seksual membuat Kavi tak kuasa menahan suaranya. Namun kegiatan Jeff berhenti ketika tak sengaja melihat beberapa bekas luka yang menghiasi tubuh kekasihnya. Tangannya meraba bekas luka itu, Kavi menoleh saat merasa cumbuan Jeff tiba-tiba berhenti.

“Siapa yang bikin luka ini?” tanya Jeff tanpa melepaskan pandangannya dari bekas luka itu.

Kavi yang bingung untuk mencari jawaban memilih untuk diam, yang mana membuat emosi Jeff tiba-tiba naik kepermukaan. Jeff meremas pinggangnya begitu kuat, meskipun tak terasa sakit namun cukup membuat Kavi terkejut karenanya.

“Kalau ditanya itu jawab sayang.” bisik Jeff tepat di depan telinga Kavi.

Tangan Jeff yang tadinya meremas pinggangnya kini berpindah pada bokong sintalnya, yang mana Kavi tak kuasa lagi menahan desahannya yang sedari tadi sudah di tahannya dengan susah payah.

Jeffh.. Janganhh!” pekik Kavi saat jari-jari panjang Jeff menyelusup masuk ke dalam lubangnya.

mphhh…”

tbc
——————————

HEHE, BABAI😋🙌

Into You |ᴶᵃᵏᵉᴴᵒᵒⁿTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang