#12: Empati

80 9 6
                                    

Pagi buta adalah saat di mana langit terlihat paling gelap dan udara terasa paling dingin.

Tubuh telanjang Ray menggigil diterpa tiupan angin dingin dari ventilasi yang ada dalam ruangan itu.

Dengan mata yang masih terpejam tangannya mencoba mencari selimut di sisi lain ranjang, tapi yang ditemui tangannya adalah sebuah tubuh yang sama-sama telanjang sepertinya.

Tubuh itu terasa dingin, tapi bukan sebuah tubuh mati. Perlahan kedua mata Ray terbuka, cahaya lampu yang menyala terang langsung menyerang penglihatannya.

"Ah, sial. Silau sekali," gumamnya sembari bangkit untuk duduk dan mengusap matanya sesaat.

Otaknya masih terasa kosong, kantuk benar-benar menggelayuti akan tetapi rasa dingin dan cahaya lampu itu membuatnya terganggu.

Ketika kesadarannya mulai pulih hal pertama yang Ray perhatikan adalah tubuhnya yang telanjang dengan beberapa bercak putih yang menempel dan mengering pada bagian perut bawahnya dan sela pahanya.

"Apa yang terjadi sebelum aku tidur?"

Matanya terbelalak saat ingat tentang orang yang ada di kirinya tadi. Ray menoleh dan langsung dibuat kaget saat melihat Elrik berbaring di sana dengan kedua mata terbuka tanpa berkedip.

"Astaga, apa-apaan kau ini hah? Katakan sesuatu kalau kau bangun!" seru Ray kesal lalu menampar pipi Elrik sekali.

Namun, meski mendapatkan itu Elrik tidak menunjukkan reaksi apa-apa.

"Tunggu, dia masih tidur? Dia tidur dengan mata terbuka?" gumam Ray heran lalu beranjak untuk mendekati wajah Elrik.

Terdengar dengkuran halus dari belah bibir Elrik yang sedikit terbuka.

"Dia benar-benar tidur ... tunggu bukan itu yang harusnya aku pikirkan! Kenapa aku bisa telanjang bersamamu dan kenapa pantatku terasa nyeri dengan bekas sperma mengering di paha dalamku hah?! Bangun kau! Bangun dan jelaskan semuanya padaku dasar manusia cabul! Kau menyerangku saat aku tidak sadar kan?! Dasar berengsek!"

Ray mengguncang tubuh Elrik dengan sesekali menampar kedua pipinya agar empunya bangun.

Namun, meski begitu tidak ada reaksi dari Elrik. Dia benar-benar lelap dalam tidurnya dan itu justru membuat Ray merasa agak ngeri.

Tubuh Elrik dingin karena tidur dalam keadaan telanjang tanpa selimut, penyangga sikunya tidak ada dan tangan kirinya menjuntai ke lantai di pinggir ranjang.

"Dasar masokhis gila, dan kenapa juga harus aku yang jadi bottom-nya?!" Saat mengatakan itu mata Ray beralih menatap penis lemas Elrik dan itu berhasil membungkamnya.

"Bagaimana bisa manusia punya penis sebagus itu bahkan saat tidak ereksi?" Dan saat benar-benar mulai memperhatikan tubuh Elrik, dia benar-benar dibuat terdiam.

Banyak bekas cumbuan yang bercampur bekas lipstik yang menghiasi di sana.

Ray ingat dia mabuk saat bekerja dengan kostum dan make up tebalnya semalam. Jika dia pulang tanpa berganti pakaian dan menghapus make up-nya berarti kesimpulannya adalah dia yang sudah memberikan semua tanda itu pada tubuh Elrik.

"Aku tidak akan minum-minum lagiii!" serunya frustasi sembari memejamkan matanya dan menekan kedua sisi kepalanya yang terasa berdenyut.

"Aku harap tidak akan mengingat apa yang sudah terjadi sama sekali, aku tidak siap, aku tidak mau ...."

Mulutnya mengatakan itu, tapi tiba-tiba dalam otaknya justru mulai memunculkan potongan-potongan ingatan tentang tadi malam.

"Haaaa! Tidak, tidak! Jangan ingat apa pun! Lupakan semua ...."

Maso-Kiss [Yaoi/BL, Smut]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang