05. Caught

418 74 6
                                    

Dongjun menatapnya, tubuhnya bergetar hebat. Ia tahu, pilihan itu bukanlah hal yang mudah. Kegelapan telah merasuki setiap sudut kota ini, dan ia bisa merasakan bahwa tidak ada tempat yang aman lagi di bawah kendali Dingzhi. Namun, di lubuk hatinya, Dongjun tahu ia tidak bisa hanya berdiam diri.

Sesuatu harus dilakukan—tapi apa?


Dongjun merasakan getaran di seluruh tubuhnya. Dingin malam dan rasa takut yang menyelimutinya membuat detak jantungnya semakin cepat. Namun, di balik ketakutannya, ada perasaan aneh yang muncul—campuran rasa tertantang dan ketertarikan. Apakah ini akhir dari Hóng Yún? pikirnya, masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Meski begitu, satu hal pasti: ia tidak ingin terlibat dalam masalah ini. Dongjun tidak punya kekuatan untuk melawan, apalagi menghadapi Ye Dingzhi yang kini berubah menjadi sosok mengerikan yang dikelilingi oleh kegelapan. Pilihan terbaik adalah melarikan diri—menjauh dari kekacauan ini.

Perlahan, dengan hati-hati, Dongjun mulai beranjak mundur, mencoba menyelinap keluar dari kerumunan yang semakin kacau. Ia menundukkan kepalanya, memastikan tidak menarik perhatian siapa pun. Langkah demi langkah, ia bergerak dengan diam-diam, menahan napas agar tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun.

Mereka tidak akan memperhatikanku. Semua orang sedang panik, tidak mungkin mereka peduli pada seorang pemuda seperti aku batinnya meyakinkan diri. Dengan penuh kehati-hatian, ia terus bergerak menuju bagian belakang kerumunan, berharap bisa segera menghilang di balik bayangan bangunan yang menjulang di ujung alun-alun.

Namun, saat ia merasa hampir aman, tiba-tiba bulu kuduknya berdiri. Perasaan tak menyenangkan melintas di punggungnya, seperti seseorang menatapnya dengan sangat intens. Dongjun menoleh sekilas dan hatinya langsung jatuh ke perut. Ye Dingzhi.

Tatapan Dingzhi yang tajam tertuju padanya di tengah lautan manusia. Meskipun jaraknya cukup jauh dan kerumunan menghalangi pandangan langsung, Dongjun tahu bahwa ia sudah tertangkap basah. Mata Dingzhi yang merah menyala itu seolah menembus apa pun, menangkap setiap pergerakannya yang berusaha kabur.

Dengan isyarat tangan yang lembut namun mematikan, Dingzhi memberi perintah kepada salah satu pengawalnya yang berdiri di dekatnya. Pengawal itu, sosok besar berzirah hitam dengan tatapan kosong, segera bergerak menuju Dongjun, menerobos kerumunan tanpa halangan.

“Apa—” Dongjun membisikkan kata-kata itu, namun tidak sempat berpikir lebih jauh. Tubuhnya langsung tertarik oleh kekuatan besar, tangan kekar pengawal itu menggenggam lengannya erat. “Hei! Lepaskan!” Dongjun berusaha meronta, namun perlawanan sia-sia. Pengawal itu seolah tidak mendengar apa pun, wajahnya tetap dingin dan tanpa emosi.

Kerumunan di sekitar mereka mulai berbisik, memperhatikan apa yang terjadi. Mereka tahu, siapa pun yang dihadapkan ke hadapan Ye Dingzhi di saat seperti ini tidak akan memiliki nasib baik. Dan Dongjun, meskipun mencoba tenang, tidak bisa menahan rasa gentar yang semakin menguat.

Dengan cepat, pengawal itu menyeret Dongjun menuju tengah alun-alun, langsung ke hadapan Dingzhi. Wajah Dongjun memucat ketika jarak mereka semakin dekat. Kegelapan di sekitar Dingzhi tampak semakin pekat, aura mengerikan itu seolah menelan apa pun yang mendekat.

Dongjun mencoba menenangkan dirinya, namun setiap langkah yang diambil membuatnya semakin sadar bahwa tidak ada jalan keluar. Ketika akhirnya ia berdiri di hadapan Ye Dingzhi, senyum dingin Dingzhi menyambutnya, menciptakan suasana yang begitu menegangkan.

“Kenapa kau mencoba pergi, Dongjun?” Dingzhi bertanya dengan nada santai, namun ada ancaman tersirat di balik setiap kata yang diucapkannya. Mata merahnya bersinar tajam, seolah-olah menembus pikiran Dongjun dan membaca setiap niatnya.

Dongjun menelan ludah, otaknya berpacu mencari jawaban yang tepat. Apa yang harus kukatakan? pikirnya dalam kepanikan. Mengaku takut? Berbohong? Tidak ada pilihan yang tampaknya aman di hadapan sosok seperti Dingzhi.

“Aku… Aku tidak bermaksud lari,” kata Dongjun, suaranya bergetar sedikit meskipun ia berusaha terdengar tenang. “Aku hanya berpikir bahwa mungkin... aku tidak seharusnya berada di sini. Aku tidak ingin mengganggu.”

Dingzhi menyeringai lebih lebar, tatapannya penuh ejekan. “Oh, kau pikir kau bisa kabur begitu saja dari tempat ini? Dariku?” Suaranya terdengar semakin dingin. "Kau terlalu meremehkan diriku, Dongjun."

Ketegangan di udara semakin tebal. Dongjun bisa merasakan tatapan seluruh orang yang berkumpul di alun-alun kini tertuju pada mereka. Dingzhi melangkah lebih dekat, hingga jarak di antara mereka hanya beberapa inci. Aroma aneh—campuran harum bunga yang layu dan asap—melingkupi Dongjun, membuatnya merasa semakin tercekik.

“Kau tidak boleh pergi,” Dingzhi berbisik pelan, hanya cukup keras untuk didengar Dongjun. “Karena kau akan menjadi bagian dari rencanaku. Sejak kita bertemu, aku sudah tahu bahwa kau... istimewa. Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”

Dongjun merasa tenggorokannya mengering. Jantungnya berdegup semakin cepat, dan ia tak tahu apakah itu karena ketakutan atau rasa penasaran yang semakin tumbuh. Rencana? pikirnya. Apa yang sebenarnya Dingzhi inginkan darinya?

Dingzhi menyentuh dagu Dongjun dengan ujung jarinya, membuat Dongjun terkejut dan kaku di tempat. “Kau akan melihat,” kata Dingzhi dengan nada penuh misteri. “Kau akan memahami bahwa ada alasan mengapa kita dipertemukan.”

Dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan kebingungan, Dongjun hanya bisa menatap Dingzhi yang kini menguasai seluruh hidupnya, memegang kendali penuh atas nasibnya.

To be continue

Betrayed | YebaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang