06: Wujud Sebelum Sujud (2)

9 6 2
                                    

Finn menatap langit-langit kamarnya, bukan lagi pada wajah cakrawala- rumah rembulan tatapan harap itu berlabuh. Gadis manis. Fatih Moske. Sial! Suara itu kembali mengacak-acak kedamaian hatinya. Pertemuan sederhana. Harapan untuk berjumpa. Senyum yang sama dengan Mazaya.

Apakah Mazaya terlahir kembali dalam bentuk gadis malang yang selalu ditemuinya dalam kebingungan? Perlukah Finn membantunya menemukan jati dirinya?

"Finn, ada seorang yang mencarimu." Amora muncul dari balik pintu, laki-laki itu beringsut turun dari atas ranjangnya, "siapa yang mencariku? Aku tidak punya kenalan di Amesterdam, Mora!"

"Kau tidak akan menyangka, yang bertamu pagi ini adalah saudaramu, Yazfar." Amora mengoreksi, kerutan di kening Finn tercetak jelas. Yazfar? Siapa dia? Nama yang asing di telinga Finn. Pikirannya coba mengingat, namun tidak berhasil. Finn tidak ingat.

"Mudah sekali kau melupakannya, Finn! Dia adalah kakakmu, Muhammad Yazfar."

"Yazfar!" suara Finn menggema antusias, Finn menerobos keluar- meninggalkan Amora tanpa berucap sedikitpun. Laki-laki itu menuruni satu persatu anak tangga dengan semangat. Tumpah semua kerinduannya. Perpisahan berbelas tahun silam.

Yazfar menyambut kedatangan Finn, saudara tetaplah saudara, tak peduli berapa usia mereka, keduanya saling berpelukan menumpahkan segala kerinduannya. Hadirnya Yazfar mengundang kembali kenangan manis di masa kecil Finn, bersama Nyonya Xafia, bersama anak-anak Darur Rahma.

"Lama tidak berjumpa, Finn." Finn melepaskan pelukan mereka, "Tuhanmu telah menjauhkan kita, Yazfar " laki-laki yang baru menyelesaikan masa belajarnya di Universitas Al-Azhar itu menyanggah.

"Tidak, Finn, Tuhanku yang telah mempertemukan kita kembali."

"Kau tidak berubah, Yazfar, masih sama seperti dulu, senang membela Tuhan. Sekarang aku ingin tau kebaikan apa yang Tuhan berikan padamu sampai kau Sudi bersembah sujud padanya?"

"Kebaikan Tuhanku tak bisa kuhitung, Finn, contoh sederhananya, Tuhan masih mengizinkanku hidup hari ini." Finn tersenyum segaris, "jadi kau menyangka Tuhan yang memberikanmu kehidupan? Kau bodoh, Yazfar! Untuk apa bersusah payah menjadi hamba-Nya, tunduk patuh pada perintah-Nya, bukan hanya padamu Yazfar, Tuhan memberikan kehidupan, tapi juga padaku yang menentang keagungan-Nya. Kita sama. Ibadahmu tak membuatmu 'terpandang' di sisi Tuhan."

"Tuhanku, Allah, Ar-rahman, Ar-rahim. Dia Maha Menyayangi dan Maha mengasihi. Pada hamba-Nya, yang menyembah-Nya, Dia mencurahkan Rahma, kasih sayang. Tuhanku adalah yang memiliki cinta paling agung, terhadap seluruh ciptaannya-pun dia mengasihi. Kau tau apa soal Tuhan, Finn? Bagaimana Tuhan memandangku, kau tau darimana? Kau saja jauh dari-Nya! Ku bocorkan satu rahasia bagaimana manisnya Tuhan menyayangiku." Finn jelas menantang Yazfar. "Aku tertarik."

"Tuhan memberikanku sesuatu yang tidak Dia berikan padamu, hidayah."

"Ini yang selalu ingin aku bahas denganmu. Setauku, dari Nyonya Xafia, Tuhan memiliki kehendak dan kekuasaan. Qudroh dan Irodah. Aku tidak mau mengabaikan fakta bahwa dalam suratan takdir Tuhan telah memilihmu sebagai hamba-Nya. Dua bulan setelah kematian Nyonya Xafia, kau bersyahadat melepas kekafiranmu dan menjadi seorang yang beriman. Aku penasaran, Yazfar. Apa kehendak Tuhan hanya terkait dengan apa yang ia perintahkan, seperti iman?"

"Apa maksudmu?"

"Kau seorang muslim, pasti kau kenal kan dengan Abu Lahab?" Yazfar mengiyakan,

"Kita kembali pada perintah Tuhan, iman. Nyonya Xafia pernah bercerita, Abu Jahal mati karena sebuah penyakit kulit. Tubuhnya yang dulu gagah dan angkuh saat mengganggu Nabi berubah menjijikan. Dipenuhi luka-luka yang berbau busuk. Pada jenazahnya-pun sanak kerabatnya tidak sudi memberikan haq-nya. Dia dikubur dengan di guling masuk ke dalam sebuah lubang yang telah mereka siapkan. Begitu nyata kekejaman Tuhan pada Abu Lahab. Ia balas dendam atas ketidakkuasaannya menjadikan Abu Lahab seorang yang beriman."

17 RokaatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang