25

3K 536 171
                                    

Hari telah berganti, Gracia bangun dengan perasaan yang tak menentu. Matahari baru saja menyingsing, tapi pikirannya sudah dipenuhi dengan pertanyaan tentang kecelakaan yang menimpa Zee. Semalaman ia tidak bisa tidur dengan tenang. Meskipun tubuhnya lelah, pikirannya tak pernah berhenti memutar ulang kejadian itu.

Rasa penasaran dan marah selalu menggerogoti hatinya. Ia tidak bisa hanya diam. Gracia harus cepat-cepat mencari tahu siapa dalang atas kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Zee.

"Hadeh, mana handphone gue masih di dalem mobil." ucap Gracia sambil mendudukan dirinya.

Memang, mobil Gracia masih berada di parkiran area sekolah Zee.

Dengan cepat, Gracia mengambil handphone cadangannya di atas nakas, semalam juga ia sudah mengabari Anin soal ini.

Jari-jarinya langsung menari di layar, menghubungi Anin lagi yang selalu bisa diandalkan saat Gracia butuh bantuan.

"Halo, nin, gue butuh bantuan lo sekarang."

"Kenapa, Gre? Ada kabar apa? Gimana Zee?"

Gracia menghela napasnya. "Ci Shani belum kasih kabar lagi, mungkin Zee masih belum sadar."

"Sorry gue nelpon lo pagi-pagi gini, gue butuh bantuan lo nin. Gue nggak bisa diem aja, kecelakaan ini nggak masuk akal, pasti ada dalang dibalik semua ini." lanjut Gracia.

Anin terdiam sejenak, mencerna kata-kata Gracia, sebelum akhirnya berbicara lagi.

"Gimana kalo sekarang kita ke sekolah Zee? Kalau ini memang janggal, pasti ada bukti dari cctv atau orang sekitar. Gue bisa bantu lo urus itu, tapi lo harus tetep hati-hati ya. Jangan gegabah."

Gracia menarik napas dalam-dalam, meski tahu Anin benar, ia tak bisa menahan dorongan kuat dalam dirinya untuk bergerak cepat.

"Iya, gue ngerti. Tapi sekarang gue butuh lo juga buat otw kesana. Mobil gue masih disana, nin."

"Ah iya iya itu mah gampang, Gre. Lo mending sekarang siap-siap ya sambil nunggu gue otw."

"Oke, thanks nin."

Setelah panggilan terputus, Gracia menunduk menatap Grezi, si boneka satu-satunya. Di detik selanjutnya ia mengangkat dan memeluk boneka itu dengan erat, menghalang dadanya yang sesak.

"Siapa pun yang udah bikin Zee kayak gini, gue nggak akan biarin mereka lepas begitu aja." batinnya, kali ini lebih tajam daripada yang kemarin.

***

Gracia dan Anin berjalan cepat memasuki halaman sekolah, penuh dengan perasaan campur aduk. Sebelum pergi, Gracia sudah memastikan bahwa Shani tetap di rumah sakit untuk menjaga Zee. Dia berkata tegas pada Shani melalui telepon, menyuruh Shani untuk fokus menjaga Zee saja.

Begitu Gracia dan Anin tiba di gerbang sekolah, Gracia tak menunggu lama untuk bertindak. Langsung saja ia melangkah cepat menuju pos satpam yang berdiri di dekat pintu masuk utama. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius, penuh tekad. Sementara Anin, meski agak tertinggal beberapa langkah di belakang, juga mengikuti dengan rasa khawatir yang jelas terpancar.

Gracia segera membuka percakapan dengan nada tegas.

"Permisi Pak, kami butuh bicara dengan guru atau siapa pun yang bisa membantu. Ini soal kecelakaan kemarin yang menimpa adik saya, Azizi."

Satpam itu, segera mendekat pada Gracia. Ia sudah tahu tentang insiden yang terjadi pada Zee, bahkan sejak kemarin.

"Oh, jadi Anda kakaknya Zee? Iya, kami sudah dengar kabar itu... Maaf atas kejadian ini. Ayo, saya antar kalian ke ruang guru. Mereka juga sudah pasti sedang membicarakan hal ini."

Dear Azizi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang