26

3.4K 501 155
                                    



"K-kamu, siapa...?"

Gracia tertegun, dadanya terasa seperti tersayat oleh sesuatu yang tak terlihat. Reflek, ia menoleh ke arah Shani, berharap ada jawaban, namun Shani sudah lebih dulu memandang dokter penuh tanya.

Dokter yang menangkap kegelisahan itu, segera memeriksa Zee kembali. Ia mengecek bagian kepala dengan fokus, mengukur respons yang masih tersisa. Setelah beberapa menit memeriksa, dokter pria itu menarik napas panjang dan menatap Shani serta Gracia dengan serius.

"Mohon maaf, setelah saya periksa lebih lanjut lagi ternyata Zee mengalami amnesia akibat benturan keras di kepalanya." jelas dokter.

"Tapi, dok, kenapa dia cuma kenal sama saya? Sedangkan Gracia tidak?" tanya Shani belum paham.

"Zee terkena amnesia ringan, atau biasa disebut dengan amnesia disosiatif. Dia pasti hanya mengenal orang-orang terdekatnya saja." jawab sang dokter.

Shani menutup mulutnya dengan tangan, sementara Gracia terdiam dengan rasa sesaknya.

"Untuk sementara Zee mungkin mengalami kesulitan mengenali orang-orang, tapi ingatan itu bisa kembali secara bertahap, dengan perawatan dan dukungan yang tepat."

Mendengar itu, Shani jadi spontan mengusap bahu Gracia, ia juga tersenyum seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja, dirinya pasti membantu Zee pelan-pelan agar ingatan Zee kembali pulih.

"Nggak mungkin, dia gak boleh lupa sama gue!" batin Gracia tegas, menghalang rasa sedih.

Rasa excited Gracia yang tadi siang begitu meluap, hilang seketika. Harapannya untuk menagih janji Zee lenyap dalam sekejap. Rasa sesak selalu memenuhi hatinya. Kegembiraan yang ia rasakan tadi berubah menjadi kekosongan yang menghimpit, membuat semuanya terasa sakit, sakit, dan sakit.

Gracia mendekat perlahan ke arah bangsal, hatinya teriris melihat Zee yang tak mengenalinya. Ada rasa tak rela yang begitu kuat, membuatnya terus mendekat, berharap ada sesuatu yang bisa mengembalikan ingatan adiknya. Namun setiap langkah terasa semakin berat, karena tatapan kosong Zee tak berubah sedikit pun.

"Zee, ini aku," bisik Gracia, suaranya nyaris pecah oleh harapan. Ia mendekatkan diri hingga jari-jarinya kembali menyentuh tangan Zee.

Zee terdiam namun berusaha keras mengingat, sejenak ekspresinya mulai berubah. Dahinya berkerut, dan ada kilatan rasa takut yang tiba-tiba muncul. Alih-alih mengingat momen bersama orang di sampingnya ini, yang muncul justru ingatan-ingatan tentang Gracia saat emosinya sedang tak terkendali, momen ketika Gracia bersikap kasar dan keras.

Zee mundur menjauh, menarik tangannya yang disentuh oleh Gracia.

"Pergi!" suaranya tiba-tiba pecah, serak dan dipenuhi ketakutan.

Gracia shock, wajahnya seketika pucat. "Zee?" Gracia mendekatkan diri lebih dekat, namun Zee malah semakin cemas, bahkan memalingkan wajahnya.

Shani, yang menyaksikan itu segera melangkah maju, tangannya terulur untuk menenangkan Zee.

"Zee, tenang sayang," katanya lembut.

Tapi Zee hanya menggeleng, tubuhnya gemetar. "Aku... aku inget, dia... d-dia jahat ci, dia orang jahat ci Shani." ucap Zee takut.

Deg

Gracia mundur perlahan, matanya dipenuhi rasa sakit. "Ya Tuhan, ini sakit..." bisiknya, hatinya terasa remuk.

Jelas Gracia tahu momen-momen buruk itu pernah terjadi, tapi tak menyangka hal itulah yang pertama kali diingat Zee tentang dirinya. Rasanya seperti tersayat oleh kenyataan bahwa yang di ingat Zee hanyalah versi dirinya yang paling buruk.

Dear Azizi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang