18

339 32 8
                                    

Lian masih mendekap salsa, menangis dan terisak sesak hingga bahu salsa terasa basah. Airmata salsa ikut menetes merasakan pahitnya ditinggalkan. Dua puluh menit berlalu Lian masih dal dekapan salsa, enggan beranjak.

"Li.. Makan dulu yukk"

Lian bangun dan menatap salsa membagi rasa sakit lewat mata, salsa menyuapi lian dengan telaten hingga makanan dari diva sampai pada suapan terakhir.

Setelahnya mereka mengarahkan pandangan lurus duduk sejajar berdampingan.  Menyelami sepi dan menikmati sunyi. Terdengar tarikan nafas panjang dan dihembus pendek, membuat salsa mengubah fokus ke Lian.

"Aku ga tau lagi gimana kedepannya sal"

"hmmm" salsa menampilkan raut heran

"Mama itu buku manual kehidupan aku dan diva, guardrail buat ayah. Aku takut sal"

Salsa tak tau harus merespon apa dan berakhir diam, membiarkan Lian mengeluarkan segala resahnya, barangkali dengan begitu Lian bisa sedikit lebih lega. Lian menolehkan kepalanya ke salsa seolah meminta respon.

"Aku gak tau harus merespon apa Li, takut salah."

"Kamu dateng aja suatu ketenangan untuk aku sal."

Banyak hal yang salsa ingin tanyakan namun rasanya kurang etis jika harus mengeluarkannya sekarang, dia bisa pastikan akan berakhir pada perdebatan ataupun pertengkaran.

***

Saat balik ke ruang tamu terlihat Bunga sudah begitu akrab dengan keluarga Lian, hingga beberapa kali muncul celetukan untuk sering sering membawa bunga berkunjung, Lian yang tak punya tenaga hanya mampu mengiyakan tanpa atensi, salsa hanya bisa memendam, sakit saat melihat Lian mengiyakan seolah membenarkan prasangka keluarganya tentang bunga.

Karena seluruh team pergi mengharuskan mereka segera balik ke jakarta tidak mungkin besok ruangan akuntansi kosong tanpa pekerja. mereka berpamitan beberapa tante lian memeluk bunga erat seolah enggan ditinggalkan, Salsa bersalaman dengan ayah Lian dan mendapat elusan di pucik kepalanya, lalu mendekap diva membuat adik perempuan itu kembali terisak. Lian mengelus lengan salsa saat akan memasuki mobil namun tak mendapat respon dari salsa.

Sepanjang perjalanan Tegal - Jakarta salsa disambut oleh banyak skenario dan kemungkinan kemungkinan yang tercipta dari kesimpulannya sendiri, akibat bunga yang terus bercerita tentang penerimaan baik keluarga Lian terhadapnya. Kali ini Diman duduk disebelah salsa, masih diposisi paling depan. Tanpa salsa sadari sedari tadi pandangan Diman tak lepas dari salsa. 

"Kamu dekat banget sama Lian?" Salsa belum merespon karena tidak begitu mendengar dan merasa obrolan itu bukan untuknya, hingga Diman menyentuh telapak tangan salsa dengan sedikit menggenggam.

"Eh gimana pak?" Kaget dan segera menarik tangannya.

"Kamu dekat banget sama Lian?"

"Iya pak, kebetulan seangkatan jadi masuknya bareng dan beberapa kali juga di pasangin di satu project." Diman mengangguk beberapa kali.

"Berarti kalau mau dekat, aku harus buat kamu se-project terus ama saya ya?"

"Gak gitu juga sih pak, sepertinya saya yang ga mampu kalau se-project sama bapak, levelnya beda jauh pak."

"Bisa kok, nanti saya ajarin ya." Kembali Diman mengelus telapak salsa, membuat salsa canggung dan memutuskan untuk berpura pura tidur menghindari obrolan panjang dari Diman.

***

Salsa kembali berperang dengan hati dan pikirannya saat dari semalam belum mendapat chat apapun dari Lian tetapi mendengar bunga yang begitu update soal keadaan Lian dan keluarganya. Salsa berusaha fokus dan tidak terganggu dengan celotehan bunga walau hatinya tak enak.

DIALOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang