Udara pagi yang dingin menyelimuti mobil mereka saat perlahan melewati jalanan sepi, meninggalkan kota Seoul yang mulai diramaikan oleh kemacetan liburan.
Haein duduk di kursi penumpang, mengalunkan setiap nada dari radio yang menyala lembut. Pandangannya sesekali menoleh ke belakang, memastikan bahwa Soobin, putri kecil mereka, masih terlelap di carseat dengan nyaman. Hyunwoo, di belakang kemudi, tampak fokus menyetir, tetapi bibirnya membentuk senyum tipis mendengar nyanyian Haein yang senada dengan suara radio.
“Tidur nyenyak dia, ya?” gumam Hyunwoo pelan, memecah keheningan.
Haein mengangguk. “Iya, untung saja aku sudah menyusuinya sebelum kita berangkat. Kalau tidak, dia pasti sudah rewel,” jawabnya dengan nada lega. Ia menoleh lagi ke arah Soobin, merasa senang bahwa perjalanan mereka berjalan mulus sejauh ini.
Hyunwoo menatap Haein sebentar, lalu kembali memandang jalan. “Sepertinya kita akan tiba sebelum matahari terbit. Yongdu-ri selalu terasa tenang, kan? Jauh dari hiruk-pikuk Seoul.”
Haein tersenyum hangat. “Iya, aku suka suasana kampungmu. Tenang dan damai. Kali ini aku mau mencoba sesuatu yang baru, mungkin bantu-bantu ibumu berkebun atau apapun yang dia lakukan.”
Perjalanan berlanjut dengan tenang. Haein membiarkan pikirannya melayang, memikirkan segala sesuatu yang akan mereka temui di rumah mertuanya. Sudah lama mereka tidak pulang, dan ini pertama kalinya mereka mengajak Soobin ikut ke sana sejak dia lahir. Pasti banyak momen indah yang akan terukir dalam ingatan mereka selama liburan ini.
Setibanya di Yongdu-ri, udara dingin desa langsung menyambut mereka. Suasana hening, hanya terdengar sayup-sayup suara burung yang baru mulai terbangun. Rumah mertuanya tampak tenang, dengan kebun buah pir yang memanjang di belakang, menyimpan buah-buah yang sebentar lagi siap dipanen.
Setelah menurunkan Soobin dan barang-barang dari mobil, mereka masuk ke dalam rumah, disambut hangat oleh ibu Hyunwoo yang sudah menunggu sejak subuh.
"Selamat datang, nak!" seru ibu mertuanya penuh antusias, memeluk Haein dan menggendong Soobin dari pelukannya. "Lihatlah cucu perempuanku, sudah besar sekarang! Ya ampun, cantiknya.” Soobin tertawa riang dalam gendongan neneknya.
Haein tersenyum lega melihat kehangatan keluarga menyelimuti mereka, tetapi pagi itu baru saja dimulai. Setelah sarapan sederhana, ibu Hyunwoo mengajak Haein untuk ikut ke kebun. Ia menjelaskan bahwa ada beberapa pohon pir yang harus dipanen sebelum buahnya terlalu matang.
“Jadi, ikut Eommoni ke kebun ya?” tanya ibu mertuanya sambil menggandeng tangan Haein.
Dengan semangat, Haein mengikuti. Ini adalah kali pertama ia berkebun, juga ikut bekerja memetik buah pir dari pohon-pohon besar di kebun. Setibanya di sana, Haein terdiam, melihat deretan pohon pir yang tumbuh subur di ladang belakang rumah.
“Ini yang selalu Eommoni lakukan setiap musim gugur dan musim dingin. Eommoni juga kerja keras, sama seperti yang kau lakukan di rumah. Sekarang, ayo kita coba panen pirnya,” ujar ibu mertuanya dengan senyum hangat.
Haein merasa kagum sekaligus tersentuh. Ia tidak pernah membayangkan ibu mertuanya terlibat langsung dalam pekerjaan fisik seperti ini. Dengan sigap, ibu mertuanya mengajari cara memetik buah pir dengan benar, bagaimana cara merasakan apakah buah itu sudah siap dipetik atau belum.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Haein berhasil memetik pir pertamanya. Tangannya sedikit gemetar karena belum terbiasa, tetapi ketika ia menatap hasil kerjanya, perasaan bangga menyelimuti dirinya. “Aku berhasil!” serunya dengan senyum lebar.
Ibu mertuanya tertawa kecil. “Bagus sekali! Kau cepat belajar, Haein-ah.”
Mereka terus memetik buah pir bersama, berbicara tentang kehidupan sehari-hari dan Soobin yang kini menjadi pusat perhatian keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
⏳Queen of Missqueen | Soohyun Jiwon
General Fictionkehidupan rumah tangga Baek Hyunwoo dan Hong Haein setelah Queens grup bangkrut. publish: 20092024 end: