<13> "Sakit yang di tutupi"

164 35 9
                                    

Setelah pertemuan dengan papah kemarin aku pikir papah akan berkata jujur pada bang Kaisar. Tentang identitas ku yang sebenarnya sama seperti mamah yang langsung jujur pada bang Sultan.

Namun dugaanku salah. Saat kini aku bertemu lagi dengan bang Kaisar. Dia tidak menunjukkan reaksi seakan sudah tahu aku adalah adiknya. Sepertinya papah benar-benar menyembunyikan identitas ku bahkan dari kakakku sendiri.

Hari ini aku ada jadwal mengisi sebuah FTV. Di mana bang Kaisar menjadi pemeran di sana. Ku pikir papah akan membatasi ruang gerak bang Kaisar agar tidak bertemu sapa lagi denganku.

Tapi melihat kami di persatu kan kembali pada sebuah projek singkat ini, membuat ku yakin satu hal. Papah tidak menyuruh bang Kaisar menjauhiku.

"Nih, script Lo. Di baca yang bener jangan sampai ada kesalahan. Males kalo take ulang padahal Lo bukan pemeran inti." salah satu kru mendatangi ku, dengan memberikan lembaran kertas yang berisi potongan script yang harus ku lakoni.

Mendengar peringatan darinya, ku balas dengan senyum dan anggukan. Mengisi sebuah FTV dan hanya menjadi pemeran pendamping tidak masalah bagiku.

Bang Rudy yang merencanakan jadwal, pasti dia yang tau pasti baiknya untukku apa. Aku hanya perlu diam dan berusaha keras agar memenuhi ekspektasi orang.

Ketika akan melakukan shoot di salah satu lokasi, aku kembali bertemu sapa dengan bang Kaisar. Kami saling menatap satu sama lain, sebelum bang Kaisar lebih dulu memutuskan kontak mata antara kita.

Masih ada perasaan asing di dalam tatapannya. Papah belum mengatakan kenyataan bahwa aku adalah keluarga mereka. Jika bang Kaisar sudah mengetahui hal tersebut, mungkinkah tatapan dingin itu dapat berubah menjadi hangat.

Kami melakukan beberapa take di lokasi berbeda yang masih berdekatan satu sama lain. Aku juga bertemu satu adegan dan melempar dialog bersama bang Kaisar.

Syuting yang kami lakukan hampir menghabiskan waktu enam jam. Di antara waktu itu, aku kembali merasakan serangan sakit pada lambung ku. Organ itu bergejolak dengan rasa sakit seperti sebelumnya.

Ketika melakukan shoot terakhir dengan bang Kaisar, kakiku sudah tidak dapat kembali berdiri. Terasa lemas dan kebas, hingga tak terasa tubuhku meluruh jatuh ke bawah.

"Loh, itu kenapa?"

"Cepet suruh minum apa kasih apa sana!"

"Haduh di tunda dulu ini syutingnya!"

"Gimana sih?"

"Pemain pembantu padahal, nyusahin banget!"

Dapat aku dengar gunjingan dari beberapa kru sebab tumbangnya aku ketika melakukan syuting adegan. Hanya dapat terdiam menerima semua kata-kata tidak mengenakan itu.

Memang siapa aku kalau protes.

Artis pendatang baru yang belum terlalu di pandang orang-orang di dalam industri ini. Dan tentu tidak ada privilage yang kumiliki.

"Ngapain sih Bang kesini?"

Sayup-sayup ku denger suara yang terasa familiar dalam pendengaranku. Itu suara Wira. Kemudian dapat ku lihat bang Kaisar masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat istirahat ku. Ada Wira juga di sampingnya.

"Gimana keadaan Lo?"

Tunggu. Bang Kaisar menanyakan keadaan ku? Benarkah ini sungguhan. Astaga rasanya ini tidak nyata. Tidak dapat ku pungkiri rasa senang ini, senyum ku langsung terukir.

"Oke kok, Kak. Tenang aja."

"Ish, ngapain sih Bang nanyain keadaan dia. Bukannya dia penyebab kita harus pending syuting ya? Nyusahin aja!"

Jangan Ajari Aku SabarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang